Mohon tunggu...
Fitri YullianiTaryana
Fitri YullianiTaryana Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Matematika yang hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senandung Cinta Aqila

8 Februari 2023   08:47 Diperbarui: 8 Februari 2023   08:49 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Senandung Cinta Aqilla (Pexels.com/Samarth Singhai)


"Ayo naik" Ucap seorang laki-laki yang menaiki sebuah motor besar berwarna hitam pada seorang gadis berseragam putih abu yang sedang duduk anteng di halte depan sekolah.
"Aqila Putri Heryawan" laki-laki berseragam biru dongker khas seorang guru itu kembali memanggil nama lengkap si gadis dengan suara lebih kencang.
"Naon sih om!"protes Aqila sembari mendelik tak suka.
"Ayo naik, kita pulang" ulang pria tersebut sambil menyodorkan sebuah helm warna pink.
"Ogah, sono aja boncengan sama busuk" ucap Aqila dengan nada tak suka, tersirat kecemburuan yang amat sangat dari nada bicaranya.
"Busuk?" tanya pria tampan itu kebingungan
" Bu Sukma, bapak Rasyid yang terhormat" jawab Aqila lalu berlari menjauh dan menaiki sebuah angkot jurusan Sumedang-Cileunyi
"Ya Allah... Qila... Qila" panggil Rasyid namun tidak digubris oleh gadis keras kepala itu
"Jenong, turun!" teriak Rasyid mengeluarkan kekesalannya, sedangkan Aqila malah mengejeknya dari dalam angkot

Aqila, siswi kelas 3 IPA 1 yang cukup pintar namun agak sedikit badung. Ibunya meninggal ketika dia berumur 9 tahun, oleh karena itu dia tumbuh dan besar tanpa sosok seorang ibu. Ayahnya seorang pemilik toko bangunan yang cukup terkenal di kota Sumedang. Aktivitas ayahnya yang cukup padat membuat waktu bersama keluarga sangatlah sedikit. 

Aqila memiliki seorang kakak laki2 yang bekerja di sebuah perusahaan tekstil di kota Bandung, Aryandi namanya. Setiap jumat sore Yandi akan pulang ke sumedang dan akan berangkat ke Bandung kembali pada hari senin pagi. Hanya ema yang setia menemani Aqila di rumah, perempuan yang rambutnya sudah didominasi warna putih itu setia mengabdi pada pak Heryawan semenjak Yandi masih bayi.

"Assalamualaikum emaaa" teriak Aqila ketika memasuki rumah
"Waalaikum salam..." jawab ema dari arah dapur

"Neng, ulah gogorowokan teuing atuh, maenya istri jiga tarzan" tegur ema sambil menyodorkan segelas air minum pada majikan bandelnya itu yang tengah duduk di kursi tengah rumah

"Haishhh, nini2 cerewed duh..." ucap Aqila dengan berpura2 sedih, sedangkan ema hanya geleng2 kepala menyaksikan putri majikannya yang terlihat dalam mode bete level maksimal

"Pasti eneng lagi marahan sama Aa yah?" tebak ema sambil cengar cengir
"Sok tau" cibir Aqila dengan mata terpejam, hari ini badan dan otaknya betul2 terasa lelah

"Neng, ih... Ulah waka peureum, salin heula kaditu, bau embe" omel ema sambil mengguncang bahu Aqila agar tidak jadi mengarungi mimpi

"Neng..."

"Hmmm..."

"Neng..."

"Hmmm..."

Wah bahaya, tidak bisa dibiarkan, pikir ema... Puter otak, cari cara... Ayo... Ayo... Dan, ahaaaa...

"Neng, si Pompom leungit" ucap ema mulai memainkan drama
"Hah...?" mata yang tadinya terpejam sekarang terbuka sempurna
"Kopom kamana ma?" tanya Aqila panik sambil celingukan mencari sosok gembul berbulu putih kesayangannya
"Yes bangun..." sorak ema dalam hati

"Ini Pompom" ucap Rasyid yang baru memasuki rumah. Mendapati tunangannya masuk sembari menggendong Pompom membuat Aqila memutar bola matanya malas dan kembali ke mode rebahan

"Ma, ini Rasyid beli baso mang Nana. Bisa tolong pindahin ke mangkok ma, kayaknya Aqila ga mau, buat ema aja. Rasyid tunggu di belakang ya, kita makan berdua di gazebo" ucap Rasyid tanpa mempedulikan sang tuan putri yang tambah manyun mendengar ucapannya barusan.


"Otreh a" jawab ema centil, menggoda Aqila. Yang digoda tentu makin sebal dan memutuskan untuk pergi ke kamar sambil menghentakan kakinya. Rasyid hanya melirik kelakuan kekasihnya itu dengan sudut matanya, dia menggeleng pelan seraya menghela nafas dalam. Sudah mau kuliah tapi kelakuan masih mirip anak SD.

*

5 tahun berlalu

Seorang perempuan cantik yang masih mengenakan kebaya dan juga toga tampak bersimpuh di depan sebuah pusara bertuliskan MUHAMMAD RASYID ALFARIDZI. Ya, dia adalah Aqila, si gadis manja dan juga keras kepala Saat ini dia datang untuk memenuhi janjinya kepada seorang lelaki yang telah tidur di pusara yang ada di hadapannya.

"Aa, aku udah lulus" ucap Aqila sambil terisak pelan, suaranya terdengar pilu. Aqila masih saja merasa dihantam penyesalan yang tak kunjung reda, seandainya saja dia tahu jika sore itu adalah sore terakhir dirinya bertemu dengan Rasyid, tentu saja dia tidak akan bertingkah menyebalkan hanya karena kecemburuannya yang tak beralasan.

Sedikitpun Aqila tidak menyangka, jika pelukan di sore hari itu adalah pelukan terakhir mereka. Pelukan yang begitu erat ketika Rasyid pamit untuk pulang, dan ternyata dia benar2 pulang. Kecelakaan yang dialami Rasyid di jalan menuju rumahnya mengakibatkan cedera yang cukup parah sehingga dia menghembuskan nafas terakhirnya di perjalanan menuju rumah sakit.

Dunia Aqila runtuh seketika, dia kembali merasakan pahitnya kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Dan tentu saja bukan perkara mudah bagi dirinya untuk melewati hari2 setelah kepergian tunangannya itu, dia betul2 terpuruk dan kehilangan arah. 

Aqila hanya diam dan mengurung diri di kamar, berbaring dan menatap foto ibunya dan juga Rasyid. Aqila kehilangan semangat hidup, bahkan untuk makan pun seringkali ema yang turun tangan untuk menyuapinya. Tidak ada lagi Aqila yang cerewet dan badung, dia seolah bermetamorfosis menjadi Aqila yang pendiam dan tertutup.

Oma yang sebelumnya tinggal di Bandung, memutuskan pindah untuk sementara ke Sumedang ketika menerima telepon dari ema bahwa keadaan cucu kesayangannya itu semakin mengkhawatirkan hingga berujung pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Tiga hari Aqila terpaksa harus berbaring di ranjang rumah sakit, entah berapa botol infus yang dimasukan ke dalam tubuh mungilnya itu.

Pak Heryawan pun belakangan ini fokus pada kesehatan putrinya, dia tidak pernah berangkat ke toko lagi. Beliau menyerahkan sepenuhnya toko bangunan miliknya untuk dikelola oleh putra sulungnya, Aryandi.

Begitupun dengan Aryandi, semenjak Aqila dirawat di rumah sakit Yandi memilih resign dari pekerjaannya, dia berfikir jika sekarang sudah saatnya untuk mengabdi pada orang tua dan dan menjadi pelindung untuk adik perempuan satu2nya itu. Dia harus berada di garda terdepan untuk keluarganya.

Selama satu tahun Aqila menghabiskan waktunya dengan hanya berdiam diri di rumah, dia tidak pernah mau pergi kemana2 selain berkunjung ke makam ibunya juga makam Rasyid. Dan barulah di tahun berikutnya dia mau melanjutkan kuliah meskipun tertinggal satu tahun dari teman2 SMA nya. Tak apa, melihat Aqila mau kuliah pun sudah menjadi anugerah bagi keluarganya.

Di awal duduk di bangku perkuliahan, Aqila agak kesulitan untuk beradaptasi dengan situasi yang baru dan teman2 yang baru karena dia masih larut dalam kesedihan. Namun berkat dukungan dari keluarganya, Aqila berangsur membaik, perlahan2 dia mau belajar untuk ikhlas menerima kenyataan yang ada. 

Senyum yang setelah sekian lama menghilang, sedikit demi sedikit muncul kembali seiring dengan waktu yang berlalu. Hingga akhirnya Aqila bisa lulus empat tahun dengan hasil yang bisa dibilang lumayan bagus. Dan hari ini Aqila dinyatakan resmi menjadi seorang sarjana ekonomi, seperti keinginan Rasyid.

"Aa, udah sore, Qila pulang" pamit Aqila dengan jejak air mata yang masih membekas di pipi putihnya. Dielusnya nisan almarhum tunangannya itu dengan penuh kasih sayang, diiringi senyuman yang terukir dari bibir tipisnya.

"Nanti Qila main kesini lagi ya, Assalamualaikum" ucap Aqila lalu berbalik dan melangkah menghampiri Pak Heryawan yang duduk di bangku dekat gerbang pemakaman. Lelaki tua itu begitu menyayangi anak2nya yang menjadi sumber kekuatan bagi dirinya.

Baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba tiba saja Aqila membalikan badannya dan kembali menatap pusara kekasihnya lalu berkata

"Qila sayang Aa". *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun