Sejauh apapun kaki melangkah, sejauh apapun mata memandang, namun raga ini selalu terdiam di satu keheningan, kesunyian, dan kegelapan.
Tidak ada sedikit pun cahaya yang bisa di lihat, semua gelap sungguh gelap gulita, sehingga tangan ini mulai meraba-raba mencari jalan untuk keluar dari kegelapan ini.
Namun tak kunjung juga bertemu jalan keluar, sehingga raga ini memutuskan untuk duduk di tempat gelap itu, merapatkan kedua kaki, memeluk kaki tersebut dan mulai mengeluarkan butiran-butiran embun yang telah memenuhi pelupuk mata.
Kenyataan hidup memang pahit, bahkan lebih pahit dari hidangan kopi tanpa gula. Namun bukankan kita bisa keluar hari rasa kepahitan itu? Setelah lama kita merasakan kepahitan, maka mulai berpikir bagaimana cara keluar dari rasa kepahitan itu.
Bukankah hidangan kopi tanpa gula itu masih tetap bisa di beri gula? Ya meskipun tidak senikmat seperti hidangan kopi seperti biasanya.
Kita adalah seorang pengecut jika terus sembunyi di dalam keterpurukan, tidak berbuat apa-apa dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki keadaan yang ada. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di esok hari, yang kita tahu saat ini kita sedih, galau, bahagia atau sedang berduka.
Namun kita harus menamkan satu prinsip dalam diri kita bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, walaupun kita tau hal tersebut tidak akan berjalan secara mulus setiap harinya “Nikmati, Syukuri dan Jalani”, Yakin semua ujian dan cobaan yang kita alami pasti ada hikmah dan manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H