Mohon tunggu...
Fitri Widyaningrum
Fitri Widyaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jurnalis kampus

Selanjutnya

Tutup

Nature

Planet Memanggil: Apakah Kita Terlalu Sibuk untuk Mendengar?

2 Januari 2025   11:05 Diperbarui: 2 Januari 2025   11:04 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kerusakan hutan ini membawa dampak besar, mulai dari bencana banjir, punahnya satwa liar, hingga hilangnya sumber daya alam bagi masyarakat lokal. Solusi konkret harus segera diambil. Pemerintah perlu memperketat pengawasan dan penegakan hukum, sementara masyarakat harus didorong untuk lebih peduli terhadap kelestarian lingkungan.

Langkah-langkah seperti penggunaan teknologi patroli hutan (SMART Patrol) dan pelibatan masyarakat adat dalam menjaga hutan terbukti efektif. Sebagai contoh, di Papua, laju kerusakan hutan dapat ditekan hingga 35% dengan melibatkan komunitas lokal dalam pengelolaan kawasan hutan. Kerusakan hutan bukan hanya masalah lingkungan; ini adalah ancaman bagi masa depan kita. Jika tidak segera bertindak, generasi mendatang mungkin hanya akan mendengar cerita tentang keindahan hutan Indonesia tanpa pernah melihatnya langsung.

Planet Memanggil, Jawaban Kita di Tengah Krisis

Planet kita telah mengirimkan sinyal darurat. Perubahan iklim yang ekstrim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kerusakan ekosistem adalah bukti nyata bahwa kita telah terlalu lama mengabaikan seruan alam. Planet Bumi adalah satu-satunya rumah yang kita miliki. Kita tidak dapat terus mengeksploitasi sumber daya alam tanpa batas. Saatnya kita mengubah paradigma pembangunan, dari mengejar pertumbuhan ekonomi semata menjadi pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam upaya menyelamatkan masa depan planet ini, dunia bersatu melalui inisiatif "30 by 30," sebuah komitmen global yang bertujuan melindungi setidaknya 30% daratan dan lautan pada tahun 2030. Melalui langkah ambisius ini, umat manusia berupaya memulihkan ekosistem yang rusak dan melestarikan keanekaragaman hayati yang semakin terancam. Namun, keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada tindakan nyata dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga individu.

Sebagai bagian dari upaya tersebut, koridor ekologis muncul sebagai solusi inovatif. Jaringan penghubung seperti hutan, sungai, atau taman kota ini berfungsi sebagai jembatan kehidupan, memungkinkan satwa liar untuk berpindah, mencari makan, dan berkembang biak. Dengan keberadaan koridor ini, ancaman fragmentasi habitat yang sering menyebabkan penurunan populasi satwa dapat diminimalkan.

Selain itu, strategi ABC menjadi panduan dalam menjaga dan memulihkan ekosistem. Dengan pendekatan yang terukur, strategi ini mencakup langkah Avoid (menghindari aktivitas merusak di kawasan alami), Minimize (meminimalkan dampak pembangunan), dan Restore (memulihkan kawasan yang telah rusak). Melalui komitmen kolektif dan penerapan strategi ini, harapan untuk masa depan yang berkelanjutan semakin nyata.

Belajar dari Dunia: Inspirasi Keberhasilan Konservasi untuk Masa Depan Indonesia

Keberhasilan konservasi di berbagai negara memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana alam dapat dilindungi melalui pendekatan yang beragam dan inovatif. Costa Rica menjadi contoh inspiratif dengan strategi pembayaran jasa lingkungan yang memberikan insentif finansial kepada masyarakat lokal untuk menjaga hutan mereka. Selain itu, ekoturisme di negara ini tidak hanya melestarikan alam, tetapi juga menjadi tulang punggung ekonomi, membuktikan bahwa pelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan beriringan. Transformasi hutan Costa Rica menjadi kawasan lindung adalah bukti nyata bahwa kebijakan yang tepat dapat menghidupkan kembali ekosistem yang terancam.

Di kawasan Himalaya, Bhutan menonjol dengan pendekatan uniknya melalui konsep "Gross National Happiness." Negara kecil ini menetapkan pelestarian lingkungan sebagai salah satu pilar utama pembangunan, dengan lebih dari 70% wilayahnya berupa hutan lindung. Pembangunan berkelanjutan menjadi fokus utama, memastikan bahwa keseimbangan antara manusia dan alam tetap terjaga. Bhutan membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak harus mengorbankan lingkungan, melainkan dapat dirancang untuk saling mendukung. Kebijakan ketat mereka dalam membatasi pembangunan memberikan pelajaran penting tentang pentingnya prioritas lingkungan dalam perencanaan nasional.

Seychelles dan Botswana menawarkan pendekatan konservasi yang berpusat pada perlindungan spesies dan ekosistem. Seychelles melindungi terumbu karang dan keanekaragaman hayati lautnya melalui kawasan lindung serta mendorong pariwisata berkelanjutan yang minim dampak negatif terhadap lingkungan. Sementara itu, Botswana mengelola suaka margasatwa yang luas dengan melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Langkah ini menciptakan kepentingan bersama dalam melindungi satwa liar, seperti populasi gajah Afrika yang terbesar di dunia. Botswana juga memperkuat perlindungan satwa melalui pasukan anti-perburuan yang kuat, memberikan contoh bagaimana penegakan hukum yang tegas dapat menjadi alat ampuh melawan perburuan ilegal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun