Indonesia, permata biodiversitas dunia, tengah berada di persimpangan jalan. Negara kepulauan ini, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa, kini harus berhadapan dengan ancaman serius: perubahan iklim, deforestasi, polusi, dan kepunahan spesies. Perubahan iklim, dengan segala dampaknya seperti kenaikan suhu global, peningkatan frekuensi bencana alam, dan perubahan pola curah hujan, mengancam kelangsungan hidup banyak spesies. Deforestasi, yang didorong oleh konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan, menyebabkan hilangnya habitat dan mengurangi kemampuan ekosistem dalam menyerap karbon dioksida.Â
Akibatnya, kita menyaksikan kepunahan spesies dalam skala yang mengkhawatirkan. Banyak satwa endemik Indonesia, seperti orang utan, harimau Sumatera, dan badak Jawa, terancam punah. Hilangnya spesies ini tidak hanya merugikan keanekaragaman hayati, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup manusia.
Hutan Indonesia bagaikan sebuah perpustakaan raksasa yang menyimpan jutaan buku kehidupan. Setiap pohon, setiap hewan, dan setiap mikroorganisme adalah sebuah bab dalam cerita evolusi yang panjang. Namun, saat ini, banyak halaman dalam buku tersebut sedang robek dan hilang. Kita sedang menyaksikan kepunahan massal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Setiap hari, ratusan hektar hutan Indonesia hilang akibat deforestasi. Ini setara dengan memusnahkan ribuan spesies tumbuhan dan hewan. Kehilangan keanekaragaman hayati ini tidak hanya mengancam kelangsungan hidup berbagai makhluk hidup, tetapi juga berdampak pada keseimbangan ekosistem global.Â
Pernahkah Anda berhenti sejenak untuk mendengarkan suara hutan? Di balik dedaunan yang rimbun dan kicauan burung, mungkin ada sebuah pesan mendesak yang ingin disampaikan. Planet Bumi, rumah kita bersama, tengah berteriak meminta pertolongan. Namun, apakah kita terlalu sibuk dengan hiruk pikuk kehidupan modern hingga tak mampu mendengar jeritannya?
Hutan Semakin Terkikis, Satwa Dijadikan Bisnis
Dalam Forum Bumi yang diselenggarakan oleh Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia, Prof. Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyoroti dua tantangan krusial dalam upaya pelestarian diantaranya kerusakan habitat yang terus meluas dan maraknya perburuan serta perdagangan ilegal satwa yang semakin mengancam keanekaragaman hayati di Indonesia.
Hutan yang dulunya lebat kini perlahan hilang karena aktivitas manusia. Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 9,75 juta hektar hutan primer antara 2001 dan 2021. Dalam konteks ini, Kalimantan dan Sumatera adalah dua wilayah yang paling parah terdampak. Deforestasi yang masif seringkali disebabkan oleh alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan infrastruktur.
Situasi ini juga memperburuk kondisi satwa liar. Sebagai contoh, populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), yang kini hanya tersisa sekitar 400 ekor di alam liar, semakin terancam akibat kehilangan habitat alami mereka. Jurnal Conservation Letters melaporkan bahwa laju deforestasi di Sumatera Selatan saja mencapai 2,1% per tahun, sebuah angka yang mencengangkan.
Perburuan satwa liar menjadi ancaman besar lainnya. Satwa seperti orangutan, kakatua, dan trenggiling sering menjadi sasaran, baik untuk dijadikan hewan peliharaan, dikonsumsi, atau dijual di pasar internasional. Menurut laporan dari TRAFFIC, nilai perdagangan ilegal satwa liar secara global mencapai USD 20 miliar setiap tahun, di mana Indonesia menjadi salah satu penyumbang terbesar.
Akar Masalah yang Mengakar
Kelalaian manusia memainkan peran kunci dalam semua ini. Banyak masyarakat yang belum sadar betapa pentingnya menjaga hutan dan satwa liar. Di sisi lain, penegakan hukum seringkali lemah. Contoh nyata adalah kasus perdagangan satwa liar di wilayah Sumatera pada 2022, di mana BKSDA menemukan 45 kasus tetapi hanya sebagian kecil pelaku yang dijatuhi hukuman berat.