Mohon tunggu...
Fitri Endah Pratiwi
Fitri Endah Pratiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Mother and Freelancer

Freelancer dan Ibu rumah tangga yang ingin terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkemah, Alternatif Wisata Edukasi Keluarga Era Digital

21 Agustus 2019   09:17 Diperbarui: 21 Agustus 2019   15:25 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak saya yang pertama berusia 5 tahun sudah tiga kali merasakan camping.  Sedangkan anak saya yang kedua berusia 1.5 tahun sudah sekali merasakan glamping pada usia enam bulan dan sekali camping tenda. Waktu hamil anak kedua saya juga tetap camping.

Kenapa kami suka camping? Dengan camping melewatkan sore, malam dan pagi di alam terbuka saya dan anak bisa melihat bergantinya matahari terang menjadi senja dan malam gelap yang berhias bulan dan bintang, melihat pepohonan pinus cantik digunung dan suara suara hewan malam membuat kami bisa mengagumi ciptaan Sang Maha Pencipta dengan lebih khusyuk. 

Di sela-sela camping anak-anak biasanya akan bertanya ini suara binatang  apa? bentuk bintang disini mirip ini, bulanya bulat. Ini bisa jadi teachable moment yang bagus untuk belajar soal astronomi. 

Apalagi jika orang tua sudah persiapan "materi"  pengetahuan umum  untuk menjawab soal pertanyaan anak, berkemah bisa jadi momen belajar sekaligus momen kedekatan. 

Menu kedekatan ini bisa disesuaikan dengan usia dan kultur keluarga menurut saya. Tenda sebelah saya pada camping terakhir yang berputra remaja memilih menghabiskan waktu dengan bernyanyi dengan gitar, bermain board game (permainan papan seperti monopoli), dan bercerita antara orang tua dan anak. 

Bicara soal momen kedekatan belakangan juga penting  diperjuangkan ditengah kikisan konstan sosial media dan gadget dalam keluarga yang bisa membuat komunikasi antar anak-orang tua menjadi dangkal. 

Ketika camping  ukuran tenda hanya kecil sering mengharuskan berbagi tenda, tenda satu dan satunya berdekatan , jadi momen kedekatan semakin besar.  Apalagi jika semua sepakat untuk mematikan gadget hasilnya semakin fokus dengan orang-orang terdekat.

Camping juga bisa menjadi alternatif rehat gadget yang semakin lekat dengan kehidupan sekarang.  Camping digunung  sering susah signal dan lebih sulit mendapatkan listrik untuk mengisi batrai gadget sehingga lebih mudah untuk rehat gadget atau puasa sosmed. Momen langka kan saat ini?

Selanjutnya, jika  camping digunung maka kita akan merasakan perubahan suhu yang cukup drastis pada siang dan malam. Malam dini hari biasanya menjadi titik terdingin ketika camping digunung.  

Wah, gak asik dong kedinginan! Siapa bilang dingin itu juga asik... jarang-jarang kita kedinginan sejuk seperti digunung jika kita tinggal di dataran rendah. 

Terkadang  perlu juga melatih diri dan fisik dengan perubahan yang agak ekstrim untuk melatih fisik agar lebih kuat pun begitu pula dengan anak-anak. 

Tapi jangan lupa tetap safety perlu yaa.. tidak lupa siapkan matras tidur dan sleeping bag yang mumpuni untuk anak-anak dan orang tua tentu saja, biar camping tetap enjoy dan  tidak ada yang jatuh sakit.

Pagi hari saat camping bisa diisi jalan-jalan di daerah sekitar tempat camping. Ini juga bisa menjadi momen melatih fisik keluarga sekaligus melihat alam sekitar. 

Lokasi camping keluarga milik perhutani yang saya sering  kunjungi di Sekipan  Tawang Mangu kebetulan memiliki sungai kecil, banyak pohon pinus  dan pohon lain seperti apukat , serta  kebun stroberi milik warga. 

Anak pertama saya suka main di aliran sungai kecil yang airnya jernih itu, biar dingin tetap tidak gentar. Sewaktu bermain disungai kecil itu muncul pertanyaan dari anak saya kok tidak ada ikan di aliran sungai ini? 

Sewaktu kami naik ketas  area perkemahan  ke telaga kecil buatan kami juga tidak menemui ikan jadi sementara kesimpulan anak adalah tidak ada ikan di sungai gunung karena dingin (hehehe). 

Tentu saja ini perlu saya dan ana croschek lagi. Kesimpulanya jalan jalan disekitar area camping bisa jadi kesempatan bagus belajar biologi sekaligus refreshing dari alam langsung.  

Alasan terakhir adalah camping itu wisata yang relatif hemat dan ramah lingkungan. Camping regular bukan glamping ya relative hemat karena tidak semahal menginap di vila atau dihotel.  

Di sekipan satu orang dewasa hanya membayar 10 ribu rupiah saja. Kebetulan untuk peralatan camping kami sudah punya sendiri. 

Jika mau menyewa tenda juga pihak bumi perkemahan juga menyediakan. Untuk makan bisa bawa sendiri dan dimasak bersama bisa masak jangung bakar, mie rebus, makanan beku sesuai budget dan kebutuhan.

Camping ramah lingkungan? kok bisa? Begini,  sewaktu camping kita menggunakan lebih sedikit energi dengan tidak menyalakan lampu, tidak men-charge gadget, berpisah dengan tivi, kulkas dsb sehingga bisa dibilang lebih ramah lingkungan. 

Tentu saja, saat atau seusai camping kita tidak boleh nyampah sembarangan ya, simpan sampah  pisahkan organik, dan anorganik, lalu buang pada tempat semestinya. Serta jangan lupa pastikan api unggun kalian mati sempurna saat meninggalkan tempat berkemah. Jadi selamat mencoba yaa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun