Mohon tunggu...
Fitri Andriani
Fitri Andriani Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang suka banyak hal

Seseorang yang suka traveling untuk menambah wawasan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterkaitan Bermain (Play) dengan Aspek Perkembangan Anak Usia

24 Maret 2022   08:00 Diperbarui: 24 Maret 2022   08:04 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bermain merupakan salah satu hak dasar anak usia dini. Seperti yang diungkapkan oleh Brussoni et al., 2012; Ginsburg et al., (2007) bahwa Bermain merupakan salah satu kegiatan yang telah diakui secara global, termasuk oleh The United Nations High Commission for Human Rights. Bermain merupakan kegiatan mengekspresikan diri tanpa paksaan. Bermain adalah salah satu kegiatan yang yang digemari okeh anak-anak, remaja, maupun dewasa karena sifatnya bebas dan menyenangkan. Frost et al., (1908) menyatakan bahwa bermain merupakan suatu bentuk kegiatan yang sering dilakukan oleh anak dalam membentuk pemikiran mereka, dan bermain adalah kegiatan yang dipilih secara bebas. Aneka ragam bermain yang menyenangkan membuat anak merasa asyik sehingga mudah dalam menyerap berbagai pengetahuan sehingga merangsang perkembangannya (Putro, 2016). Terdapat beberapa teori bermain menurut para ahli, diantaranya adalah sebagaiberikut:

  • Erikson, memandang bermain sebagai salah satu tool untuk melepaskan emosi negatif yang dimiliki oleh anak. Selain itu bermain dianggap sebagai cara untuk mengembangkan rasa percaya dirinya karena telah berhasil dalam menguasai sesuatu seperti benda disekitar, skill sosial, bahkan tubuhnya sendiri (Pratiwi, 2017).
  • Sigmund Freud, memandang bermain dari sudutpandang psikoanalitis. Teori yang menggambarkan bermain untuk anak usia dini disebut dengan teori bermain psikoanalisis Sigmun Freud.
  • melihat bermain dari kaca mata psikoanalitis, teorinya disebut teori bermain psikoanalisis. Freud menyatakan bahwa bermain bisa menjadi katarsis, anak-anak menggunakan kegiatan bermain ini untuk mengurangi kecemasan dan memahami pengalaman traumatis yang dialaminya (Frost et al., 1908). Berdasarkan pernyataan tersebut Freud memandang bermain sebagai salah satu tool untuk menyalurkan perasaan trauma yang dirasa menyakitkan. Bermain dikatakan memiliki fungsi katarsis oleh Freud, maksudnya adalah bermain dapat memulihkan rasa trauma anak atau menjadi alternatif pengobatan untuk rasa trauma pada anak. Dengan begitu Ketika anak bermain dapat dikatakan bahwa anak sedang membutuhkan penyaluran emosi atau desakan energi negatif secara tepat (Musfiroh, 2008).
  • Froebel, teori Froebel ini identik dengan bermain bebas yang dilakukan oleh anak. Pendekatan yang disarankan oleh Froebel bahwa segala bentuk kegiatan berfokus atau berpusat pada anak. Froebel memiliki keyakinan bahwa anak-anak memerlukan experience yang nyata, eksplorasi secara bebad, dan aktif secara fisik. Frobel menyatakan bahwa melalui kegiatan bermain, anak-anak akan menemukan bentuk-bentuk alam secara alamiah, mengembangkan pengetahuan, dan menemukan keindahan (Frost et al., 1908). Selain itu yang identik dari pandangan Froebel bahwa cara anak untuk belajar adalah dengan bermain (Musfiroh, 2008).
  • Lev Vygotsky, bermain menurut pandangan Vygotsky sebagai proses kognitif. Bermain dalam hal ini menekankan pentingnya proses kognitif, tidak hanya aspek afektif yang diperhatikan tetapi juga fakta bahwa bermain adalah aktivitas anak yang secara sadar akan ada hubungannya dengan orang dewasa, dan bereaksi secara afektif (Vygotsky, 1967). Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa bermain merupakan suatu aktifitas yang tidak hanya mengembangkan kognitif saja, akan tetapi dapat mengembangkan kemampuan anak dalam interaksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain bermain ini merupakan suatu ruang untuk anak dalam mengembangkan pengetahuan nya melalui proses interaksi.

Selain beberapa teori diatas yang menyatakan tentang teori bermain menurut para ahli, terdapat juga pernyataan yang mengatakan bahwa aktivitas bermain memiliki keterkaitan erat dengan aspek perkembangan anak. Menurut Prasetyono bahwa bermain merupakan salah satu bagian dari pertumbuhan dan perkembangan anak yang sangat penting (Prasetyono, 2008). Dalam artikel yang ditulis oleh Frost, (1998) menunjukkan bahwa pentingnya bermain untuk pertumbuhan otak dan perkembangan anak. Bermain melibatkan pengembangan kepribadian dalam aktivitasnya, hal ini mendorong hubungan antar pribadi, merangsang kreativitas, menambah kegembiraan hidup, dan memajukan pembelajaran. Anak-anak perlu mendapatkan pengalaman langsung untuk membangun pengetahuan, mengembangkan pemikiran abstrak, dan menggeneralisasi pengetahuan mereka ke situasi baru (Burriss & Tsao, 2002). Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan bermain memiliki keterkaitan erat dengan aspek perkembangan anak. Lantas bagaimana kegiatan bermain saja dapat mengembangkan aspek perkembangan anak? simak terus pemaparan berikut ini.

Menurut Lai et al., (2018) terdapat beberapa manfaat dari kegiatan bermain yang berkaitan dengan perkembangan anak usia dini, manfaat tersebut terbagi kedalam 4 aspek diantaranya adalah aspek kognitif, afektif, psikomotor, dan komunikatif. Berikut pemaparannya:

  • Kognitif, dengan permainan dapat mengembangkan perolehan pengetahuan, keterampilan pemecahan masalah, kreativitas, dan keterampilan literasi. Untuk pengembangan keterampilan literasi, sebagian besar studi yang dikumpulkan cenderung menggunakan pendekatan permainan tradisional, yang memungkinkan komunikasi tatap muka dan latihan menulis tangan.
  • Afektif, hal ini berkaitan dengan perubahan perilaku. Kepribadian dan gaya hidup termasuk studi yang terkait dengan persepsi pribadi. Dengan permainan yang dilakukan oleh anak dapat memberikan kesadaran tentang berbagai hal. Misalnya Ketika anak bermain sosio drama yang menerapkan prilaku hidup sehat, sehingga dengan berbagai informasi yang masuk anak akan mengetahui pentingnya perilaku sehat, seperti apa pola makan yang baik serta bagaimana untuk meningkatkan aktivitas fisik yang baik karena hal tersebut dapat membantu membangun gaya hidup sehat dan mencegah penyakit kronis.
  • Psikomotor, permainan yang dilakukan pasti berhubungan dengan kegiatan menggunakan fisik. Kegiatan bermain ini dikatakan juga sebagai kegiatan olahraga yang dapat berkontribusi pada kebugaran fisik dan kinerja kognitif.
  • Komunikatif, berbagai aktivitas permainan dapat menjadi pendekatan pelengkap untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan komunikasi.

Sedangkan menurut Frost, (1998) terdapat beberapa manfaat bermain terhadap aspek perkembangan anak diantaranya adalah sebagai berikut;

  • Perkembangan kognitif, suatu permainan dapat melatih keterampilan anak yang akan mereka butuhkan di kemudian hari. Dalam melakukan permainan, anak-anak belajar fleksibilitas, daya cipta, melatih keterampilan motorik, bahasa, dan negosiasi.
  • Perkembangan Bahasa, hal ini sangat erat kaitannya dengan cara orang tua berbicara dengan bayinya. Melalui pembicaraan timbal balik orang tua memperkuat jalur saraf yang penting untuk perkembangan Bahasa. Dalam hal ini artinya orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam proses perkembangan Bahasa salah satu caranya yaitu dengan mengajak anak bermain sehingga terjalin komunkasi yang menyenangkan anatara orang tua dan anak.
  • Perkembangan sosial, interaksi atau sosialisasi dengan orang lain sangat penting untuk Kesehatan perkembangan anak. Indokator terbaik untuk akan Ketika dewasa bukan dari nilai sekolah (IQ), melainkan tentang bagaimana anak tercukupi keburuthan bergaul dengan teman-teman sebayanya. Anak-anak belajar keterampilan sosial melalui sosialisasi. Melalui negosiasi saat bermain dapat mengembangkan penguasaan mental dan emosional, belajar kerjasama dan skill kepemimpinan pada anak. Permainan imajinatif atau khayalan anak-anak meupakan salah satu media yang kuat untuk mengembangkan sosialisasi anak, memungkinkan mereka untuk menyederhanakan dunia yang rumit dan membuat peristiwa yang kompleks dan menakutkan dapat dikelola dan dimengerti. Permainan tersebut juga membantu pengembangan kerjasama, berbagi, bernegosiasi, dan memecahkan masalah.
  • Perkembangan emosional, bermain adalah bahasa anak-anak, ketika orang dewasa mengungkapkan ketakutan terhadap pengalaman traumatis mereka, sedangkan anak-anak hanya memainkan dalam bentuk ekspresi.  Anak-anak mungkin kekurangan kata-kata atau kemampuan kognitif untuk memahami apa yang telah terjadi pada orang dewasa, akan tetapi bermain memiliki kualitas terapeutik yang memungkinkan anak-anak untuk bermain dalam menyelesaikan problem atau konflik mereka.
  • Perkembangan Fisik, berhubungan dengan keterampilan motorik halus dan kasar yang berkembang tidak bisa secara mandiri tetapi keduanya membutuhkan pembentukan dan system syaraf yang baik. Sirkuit saraf yang menghubungkan korteks motorik otak dan otot diperkuat dengan pengulangan aktivitas motorik, salah satunya adalah dengan bermain.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain memiliki keterkaitan dengan aspek perkembangan. Bermain sangat penting untuk perkembangan anak yang optimal. Hubungan antara ilmu saraf dan perkembangan tidak ditetapkan dengan jelas tetapi ada bukti substansial tentang bagaimana otak berkembang dan hubungan dengan bahasa, emosi, gerakan, sosialisasi, dan kognisi menjadi lebih jelas. Bermain juga merupakan kegiatan yang menyenangkan sehingga hal ini akan mempermudah anak untuk menyerap berbagai pengetahuan. Dengan bermain anak dapat banyak belajar tentang sesuatu.

Referensi:

Brussoni, M., Olsen, L. L., Pike, I., & Sleet, D. A. (2012). Risky play and children's safety: Balancing priorities for optimal child development. In International Journal of Environmental Research and Public Health (Vol. 9, Issue 9, pp. 3134--3148). MDPI. https://doi.org/10.3390/ijerph9093134

Burriss, K. G., & Tsao, L. L. (2002). Review of Research: How Much Do We Know about the Importance of Play in Child Development? Childhood Education, 78(4), 230--233. https://doi.org/10.1080/00094056.2002.10522188

Frost, J. L. (1998). Neuroscience, Play, and Child Development. Urbana: ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education and the National Parent Information Network, 1(1), 1--18.

Frost, J. L., Wortham, S. C., Reifel, S., Cape, A., London, T. D., Milan, M., Paris, M., Toronto, M., Mexico, D., So, C., Sydney, P., Kong, H., Singapore, S., & Tokyo, T. (1908). Play and Child Development FOURTH EDITION Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. In From American Playgrounds Courtesy of Redeemer Lutheran School Courtesy of Dr. Rick Worch David J. Phillip/AP Wide World Photos Image Source (Vol. 11, Issue 423). http://docshare03.docshare.tips/files/27020/270200789.pdf

Ginsburg, K. R., Shifrin, D. L., Broughton, D. D., Dreyer, B. P., Milteer, R. M., Mulligan, D. A., Nelson, K. G., Altmann, T. R., Brody, M., Shuffett, M. L., Wilcox, B., Kolbaba, C., Noland, V. L., Tharp, M., Coleman, W. L., Earls, M. F., Goldson, E., Hausman, C. L., Siegel, B. S., ... Smith, K. (2007). The importance of play in promoting healthy child development and maintaining strong parent-child bonds. Pediatrics, 119(1), 182--191. https://doi.org/10.1542/peds.2006-2697

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun