Mohon tunggu...
Safrida Fitri Nasution
Safrida Fitri Nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Seberapa banyak engkau menulis, pada akhirnya akan membaca

Anak desa, terlahir dari keluarga miskin, namun berkecukupan dengan rasa syukur.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Jejak di Lantai 13

10 Januari 2025   10:20 Diperbarui: 10 Januari 2025   10:15 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/USV6c68XBGyv6n297

Di sebuah gedung tua yang menjulang di tengah kota, terdapat sebuah lantai yang dikenal oleh para pekerja sebagai tempat terlarang. Lantai 13. Tidak ada tombol di lift yang mengarah ke lantai itu, dan sebagian besar penghuni gedung bahkan tidak tahu lantai itu ada. Namun, cerita-cerita misterius tentang suara langkah kaki dan bisikan-bisikan aneh yang terdengar dari atas membuat lantai tersebut menjadi legenda urban yang menakutkan.

Malam itu, Reza, seorang petugas keamanan baru, ditugaskan untuk berjaga malam. Gedung itu sepi, hanya diisi suara angin yang berdesir di antara celah-celah jendela. Ia menghabiskan malamnya dengan patroli biasa hingga pukul dua pagi, saat suara langkah kaki berat terdengar dari atas. Reza mengerutkan dahi. "Gedung ini seharusnya kosong" gumamnya dalam hati.

Ia memutuskan untuk naik ke lantai teratas, lantai 12. Namun, begitu keluar dari lift, langkah-langkah itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas, seperti berasal dari langit-langit. Jantung Reza berdetak kencang. "Lantai 13," gumamnya pelan.

Tanpa pikir panjang, ia mencari tangga darurat. Anehnya, tangga yang biasanya hanya berakhir di lantai 12 malam itu memiliki satu penerus lagi, pintu besi tua tanpa nomor. Pintu itu terlihat usang dan berkarat, seperti tidak pernah digunakan selama puluhan tahun. Dengan tangan gemetar, Reza mendorong pintu itu.

Udara dingin langsung menyerbu, menusuk hingga ke tulang. Ruangan di balik pintu itu gelap gulita, hanya diterangi oleh kilatan cahaya lampu kota yang masuk dari jendela yang retak. Lantai itu kosong, tetapi ada jejak-jejak kaki di lantai yang berdebu, memanjang ke tengah ruangan. Jejak itu kecil, seperti milik seorang anak.

"Halo?" panggil Reza dengan suara parau. Tidak ada jawaban. Ia mengikuti jejak itu hingga tiba di sebuah ruangan kecil di sudut. Pintu ruangan itu terbuka sedikit, mengeluarkan suara berderit. Saat Reza mendorongnya, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku.

Di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja kayu tua dengan lilin-lilin yang hampir habis terbakar. Di dinding tergantung cermin besar yang buram, tetapi di dalam cermin itu, ia melihat sesuatu yang tidak ada di ruangan tersebut, seorang anak kecil berambut panjang berdiri dengan punggung menghadapnya. Anak itu memegang boneka rusak dan perlahan menoleh ke arah Reza.

Namun, wajah anak itu… kosong. Tidak ada mata, tidak ada mulut. Hanya permukaan halus seperti boneka porselen yang rusak. Anak itu bergerak maju di dalam cermin, mendekati Reza, meskipun tubuhnya tetap diam di dunia nyata.

Reza melangkah mundur, tetapi kakinya tersandung sesuatu. Ia jatuh, dan saat itulah cermin di depannya pecah dengan suara memekakkan telinga. Saat pecahan kaca beterbangan, suara tawa anak kecil menggema di seluruh ruangan.

Ketika Reza tersadar, ia sudah berada di lantai dasar gedung, terbaring di depan meja satpam. Rekannya, Pak Darto, menepuk-nepuk wajahnya dengan panik. "Reza! Kamu kenapa?"

Reza mencoba berbicara, tetapi suaranya tidak keluar. Matanya melirik ke sekeliling. Di lantai, ia melihat jejak kaki kecil yang basah, mengarah keluar dari gedung.

Sejak malam itu, Reza tidak pernah kembali ke gedung tersebut. Namun, cerita tentang lantai 13 terus hidup, dan setiap malam, beberapa orang bersumpah mendengar suara langkah kaki kecil dan tawa dari atas—meskipun lantai itu tidak pernah ada dalam denah gedung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun