Siklus PDCA tersebut berputar secara berkesinambungan, segera setelah suatu perbaikan dicapai, keadaan tersebut dapat memberikan inspirasi untuk perbaikan selanjutnya. Oleh karenanya, manajemen harus secara terus-menerus merumuskan sasaran terus-menerus merumuskan sasaran dan target-target perbaikan baru (Gaspersz, 2012) .
JENDELA JOHARI
Joseph Luft dan Harrington Ingham (lihat Higgins. 1982), mengembangkan konsep Johari Window sebagai perwujudan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain yang digambarkan sebagai sebuah jendela. 'Jendela' tersebut terdiri dari matrik 4 sel, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah pubIik. daerah buta, daerah tersembunyi, dan daerah yang tidak disadari.
Yang dimaksud dengan daerah pubIik adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh dirinya dan orang lain. Daerah buta adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh orang lain tetapi tidak diketahui oleh dirinya. Dalam berhubungan interpersonal, orang ini lebih memahami orang lain tetapi tidak mampu memahami ten tang diri, sehingga orang ini seringkali menyinggung perasaan orang lain dengan tidak sengaja. Daerah tersembunyi adalah daerah yang memuat hal-hal yang diketahui oleh diri sendiri tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Dalam daerah ini, orang menyembunyikan menutup dirinya. Informasi temang dirinya disimpan Tapat-rapat. Daerah yang tidak disadari membuat bagian kepribadian yang direpres dalam ketidaksadaran. yang tidak diketahui baik oleh diri sendiri maupun orang lain, Namun demikian. ketidaksadaran ini kemungkinan bisa muncul./
TRANSFER PRICING
Awalnya transfer pricing dikenal dalam akuntansi manajemen sebagai kebijakan harga yang diterapkan atas penyerahan barang atau jasa antar divisi/departemen di dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk mengukur kinerja dari masing-masing divisi/departemen tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, perusahaan multinasional yang biasanya menerapkan desentralisasi operasi dengan cara membagi perusahaannya atas pusat-pusat pertanggungjawaban baik itu pusat biaya maupun pusat penghasilan, telah memanfaatkan transfer pricing sebagai alat untuk menghindari atau menggelapkan pajak dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Melalui praktik transfer pricing, upaya meminimalkan beban pajak dilakukan dengan cara mengalihkan penghasilan serta biaya suatu perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa dari suatu negara kepada perusahaan di negara lain yang tarif pajaknya berbeda.
Transfer pricing adalah sebuah istilah untuk mekanisme penetapan harga yang tidak wajar atas transaksi penyediaan barang atau penyerahan jasa oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (related parties). Transfer pricing biasanya dilakukan perusahaan-perusahaan multinasional. Dengan praktik yang tidak sehat tersebut, mengakibatkan hilangnya potensi pajak yang seharusnya diterima negara Inilah sebabnya, kegiatan yang bersifat manipulatif ini sering dikaitkan dengan kerugian negara. Jika menengok ke belakang, kasus transfer pricing sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi. Sudah sejak lama kasus ini menghantui, bahkan tidak hanya di ranah perpajakan tanah air, tapi juga negara-negara lain di dunia. Berdasarkan data Organization for Economic and Development (OECD), 60% dari total perdagangan di dunia terindikasi melakukan praktik transfer pricing
Sebagai ketentuan pelaksanaan, PP Nomor 80 Tahun 2007 mendelegasikan pengaturannya kepada Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (3). Namun demikian, sepengetahuan penulis, belum terbit Peraturan Menteri Keuangan tentang hal ini. Namun demikian, ketentuan teknis tentang hal ini telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Analisis Kesebandingan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa wajib didokumentasikan oleh Wajib Pajak (Pasal 18). Dokumentasi ini meliputi langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan Data Pembanding Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Wajib Pajak juga wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian atas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesebandingan dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam menentukan metode penentuan transfer pricing, Wajib Pajak juga harus mendokumentasikan setiap kajian dan langkah-langkahnya. Adapun bentuk dan jenis dokumen tidak diatur khusus oleh ketentuan perpajakan.Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen di atas yang harus diselenggarakan, disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan metode penentuan harga wajar atau laba wajar yang dipilih.Â
MANAJEMEN MODAL DENGAN SILKUS PDCA DAN JOHARI DIKAITKAN DENGAN TRANSFER PRICING
Berdasarkan penjelasan diatas, Tidak bisa dipungkiri transaksi transfer pricing sulit dilacak. Direktorat Jenderal Pajak kadang kesulitan memeriksa perusahaan internasional yang beroperasi di Indonesia, terbanyak perusahaan otomotif dan rawan praktik transfer pricing.Kendala utama adalah masih sulitnya Indonesia mendapatkan pertukaran informasi.Kalaupun sudah ada pertukaran informasi dengan Negara terkait, misalnya Jepang, harga yang terdata bisa tidak akurat. Data ini sering kali berbeda dibandingkan data transfer pricing yang didapat pemerintah.
Di samping itu, pemeriksaan kasus transfer pricing membutuhkan proses yang sangat panjang. Direktorat Jenderal Pajak harus memiliki surat keputusan pemeriksaan terlebih dahulu. Padahal untuk mendapatkan surat keputusan ini, Direktorat Jenderal Pajak harus memeriksa harga di negara asal barang. Kirim surat dulu ke kantor pajak Indonesia di luar negeri, setelah itu diperiksa. Intinya prosesnya sangat panjang. Terkait kasus-kasus transfer pricing yang terjadi di daerah, Direktorat Jenderal Pajak di pusat tidak bisa memeriksa langsung kasus-kasus yang terjadi. Kecuali jika kantor pajak di daerah meminta bantuan ke pusat, baru Direktorat Jenderal Pajak pusat turun tangan dan membantu.Â