Fitratul Muthahharah
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Pernahkah kalian merasa takut atau cemas dengan cerita pengalaman orang lain yang bahkan kalian sendiri tidak mengalaminya? tapi rasa takut dan cemas yang dirasakan sangatlah kuat seakan-akan hal itu dapat menimbulkan trauma terhadap diri sendiri.
Saat ini, saya mengalami hal itu. Merasa bahwa diri mudah terpengaruh dengan apa yang dilihat dan apa yang didengar di lingkungan sekitar apalagi jika berhubungan dengan hal yang dapat menyakiti fisik dan psikis seperti kecelakaan. Pada saat mendengar ada salah satu tetangga mengalami kecelakan motor dan berakibat meninggal dunia, pada saat itu tidak lagi berani mengendarai motor karena selalu terngiang-ngian kejadian tersebut hingga membuat telapak tangan menjadi basah akibat kegugupan jika ingin mengendarai motor, bahkan sulit berkonsentrasi karena pikiran masih dipenuhi oleh kejadian kelam yang terjadi pada orang lain saat mengalami kecelakaan. Dan juga mulai muncul rasa takut dan cemas karena kecelakaan dapat terjadi pada semua orang terutama diri sendiri.
Pada kasus lainnya, datang dari informasi atau berita-berita dalam kehidupan sehari-hari, dari sahabat yang selalu bercerita tentang bagaimana dia dalam menjalin relationship dengan pacarnya dan kebanyakan cerita tersebut hanya menyakitkan hati. Ditambah lagi akhir-akhir ini media sosial selalu menyajikan berita mengenai keretakan rumah tangga yang berakhir perceraian, nah hal itulah yang memunculkan rasa takut dan penuh rasa kecemasan untuk membangun relationship dengan orang lain karena alasan takut kejadian yang dialami oleh orang lain itu juga yang akan terjadi pada diri sendiri.
Kejadian diatas merupakan sebuah kecemasan mengenai masa depan, dimana ada rasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi pada hari esok. Rasa cemas terhadap masa depan merupakan hal yang normal tapi jika rasa cemas itu mulai berdampak di kehidupan dari sisi fisik maupun psikis itu merupakan hal yang tidak wajar lagi dan itu sudah termasuk sebuah kecemasan yang berlebihan yang disebut dengan kecemasan antisipatori. Kecemasan antisipatori adalah sebuah kecemasan karena terlalu memikirkan hal yang akan terjadi di masa depan dan terlalu fokus pada hasil negatif dari masa depan sehingga menimbulkan rasa putus asa dan frustasi. Jika kecemasan ini bertahan hingga waktu yang lama dan tidak diantisipasi secara tepat dan cepat maka akan menimbulkan beberapa gangguan, diantaranya: (1) kecemasan sosial, (2) fobia, (3) gangguan panik, (4) gangguan stress pasca-trauma (PTSD).
Selain rasa cemas terhadap apa yang akan terjadi pada masa depan, peristiwa yang terjadi di lingkungan juga dapat mengakibatkan rasa takut. Rasa takut itu tidak hanya dijelaskan sebagai sebuah emosi tapi juga dijelaskan secara biologi tentang bagaimana rasa takut muncul sebagai respon.
Abigail Marsh dari Georgetown University berpendapat bahwa rasa takut merupakan sebuah ekspektasi dan juga merupakan sebuah antisipasi dari bahaya yang memungkinkan terjadi. Munculnya rasa takut itu melalui proses stimulus sampai ke otak yang dapat diuraikan sebagai berikut; ketika kita mendengar suatu peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan ketakutan "saraf di telinga akan mengirimkan pesan pertama ke bagian otak yang bernama thalamus dan kemudian mengirimkan informasi ke bagian amygdala, amigdala akan melepaskan glutamate yang merupakan senyawa neurotransmitter, senyawa inilah yang merupakan proses reaksi dari rasa takut yang sering terjadi. Jika stimulus dari rasa takut itu sudah sampai ke otak, maka akan memunculkan sebuah respons yang datang dari bagian otak. Responnya itu akan diatur oleh Periaqueductal gray, Periaqueductal gray merupakan salah satu bagian otak yang berfungsi untuk mengatur reaksi dari rasa takut dengan dua bentuk yaitu melompat dan merinding. Dan ada juga bagian otak yang bertugas untuk mengatur reaksi perlawanan dari rasa takut yang kemudian dapat meningkatkan detak jantung yaitu thalamus.
Secara umum, hampir semua manusia di dunia ini memilki rasa takut serta rasa cemas, dan memahami rasa takut dengan sebuah perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh persepsi mengenai sesuatu yang dapat mengancam diri. Kemudian dalam pandangan Islam telah dijelaskan dalam Al-Qur'an bahwa rasa takut sebenarnya ditujukan kepada Allah SWT. takut dalam hal ini diartikan sebagai takut secara lahir dan batin dengan merasa bahwa Allah selalu mengawasi kita dimanapun kita berada. Sebagaimana firman_Nya dalam QS. Â Ali-Imran: 175
Tafsir QS Ali-Imran:175
Ketahuilah, wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya mereka hanyalah setan yang hanya akan menakut-nakuti kalian dan dengan teman-temannya yang akan menumbuhkan rasa takut di dalam hati orang-orang mukmin, karena itu janganlah kamu takut akan ancaman mereka dan jangan pula mudah terpengaruh oleh ucapan dan ancaman mereka (setan), tetapi takutlah kepada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, yang memiliki kekuatan yang tak terkalahkan oleh siapapun, Dan jika kamu adalah termasuk orang-orang beriman maka yakinlah akan pertolongan_Ku.
Rasa cemas dan takut itu selalu muncul di mana pun kita berada, untuk mencegah dalam pandangan Islam adalah mentadabburi hikmah yang terkandung dalam Al-Quran yang hadir memberikan solusi atau terapi psikologis terhadap kecemasan, yaitu dengan terapi terhadap ketakutan dengan cara selalu berusaha menata masa depan dengan penuh rasa tawakkal dan berbaik sangka terhadap takdir Allah. Dan untuk mengatasi kegelisahan kita dianjurkan untuk tidak su'udzon atas takdir Allah dimasa depan dan selalu beriman, bertakwa serta beramal soleh.
Â
Karena sejatinya, takdir dan ajal setiap manusia berbeda-beda. Oleh karena itu, rasa takut dan cemas terhadap rencana hidup dan proses kehidupan sebaiknya dihilangkan karena jalan hidup kita sudah jauh berabad-abad tahun yang lalu telah ditetapkan oleh sang penulis skenario terbaik sealam semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H