Selain sebagai Negara maritim, dulu Indonesia juga sebagai Negara agraris yang artinya sebagian besar penduduknya adalah petani. Berdasarkan data Kadin, luas lahan pertanian di Indonesia hanya mencapai 7,75 juta hektar dengan populasi 240 juta orang. Dan ternyata angka tersebut hanya 1/4 dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta hektar dengan populasi 61 juta orang.
Tentu sangat memalukan ketika kita impor beras dari Vietnam, yang di tahun 1989-1990 pernah meminjam beras sebanyak 100.000 ton kepada Indonesia. Namun produksi beras mereka saat ini bisa surplus 5-6 juta ton/tahun. Kok bisa? Ternyata salah satu kuncinya adalah mereka mengikuti sistem pertanian di Indonesia. Sistem pertanian yang ditiru Vietnam dari Indonesia adalah sistem/program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian. Dari ketiga cara itu, Vietnam lebih memfokuskan untuk terus mencetak sawah baru di negaranya.
Program pemerintah memang sudah ada untuk mencetak sawah baru, tetapi pembangunan dan pembukaan lahan baru sangat lamban dan sulit diwujudkan. Tahun 2012 saja Kementrian Pertanian diberi anggaran hampir Rp 2 triliun untuk pembukaan lahan baru, namun kenyataannya sampai akhir tahun dana tersebut tidak mampu dimaksimalkan.
Dahlan Iskan membangkitkan lagi semangat membangun kembali “Negara Agraris”. Dahlan menugaskan Bulog menjaga stok beras nasional, dengan pasukan semutnya (Pasukan khusus Bulog yang ditugaskan dor to dor membeli hasil panen) Perum Bulog melakukan pengadaan beras secara besar-besaran. Seharusnya Indonesia sudah berhasil tidak impor beras lagi. Ini karena pengadaan beras oleh Bulog mencapai angka tertinggi dalam sejarah Bulog. Sampai akhir tahun 2013 Bulog berhasil membeli beras petani sebanyak 3,5 juta ton. Namun selalu ada oknum-oknum yang mengimport beras dengan cara simsalabim.
Melalui BUMN-BUMN yang ditugaskan oleh Sang Menteri. BUMN mengerjakan proyek yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia di Ketapang Kalimantan Barat, yaitu mencetak sawah baru seluas 100.000 hektar! Ungkapan “Who man behind the gun” sangat nyata dipraktekkan oleh Dahlan Iskan. Bagaimana pembagian tugas yang di arahkan sang Menteri, BUMN mampu bersinergi. BUMN pangan sebagai Penanggung jawab proyek, kemudian pencetakan sawah dilakukan BUMN Karya, sedangkan pendanaan di sandang oleh BANK BUMN. Semua bergerak seirama, hasilnya perhari dicetak 15 Ha sawah baru. Dengan kemampuan sinergi itulah Nama besar Indonesia sebagai Negara Agraris di Asean dapat direbut kembali, dan kita tidak perlu import beras lagi.
Dan Koruptor Impor beras akan pensiun dini!
Borneo untuk Nusantara
http://kickdahlan.wordpress.com/2013/04/08/lintasan-mh72-cetak-sawah-di-ketapang-tidak-impor-beras/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H