"Tapi kita pulang dulu, yuk. Abinya gak bawa uang."
Ayas nampak kecewa. Menatapku dengan tatapan, 'Ngapain ngajak aku ke sini, tapi gak bawa uang, Abi?"
Tapi itulah, sebenarnya aku ingin mengajarkan sesuatu padanya. Di tengah perjalanan pulang aku berucap pada si sulung yang berdiri di bagian pijakan depan motor matic,
"Nak, Abi belum gajian. Kalau Ayas mau beli mobil-mobilan yang itu, berarti Ayas harus bantuin Abi."
Dia jawab, "Bantu apa, Abi?"
"Bantuin doa. Abi abis ini mau jualan buku. Kalau ada yang beli, uangnya boleh buat Ayas beli mobil-mobilan. Ayas minta sama Allah. Bilang, Ya Allah Ayas mau dibeliin mobil hotwil."
"Iya, Abi." Dia tersenyum.
Sesampai rumah, aku segera mengambil handphone dan menulis promosi. Ayas duduk di samping, menatapku mengetik kalimat per kalimat.
"Ini Abi lagi jualan, Nak. Ayas doa supaya ada yang beli."
"Iya, Abi."
Aku teringat sebuah buku yang pernah kubaca, tentang kesuksesan orang-orang Tionghoa dalam berdagang. Mengapa mereka bisa menguasai dunia? Karena mereka menguasai perekonomian. Lihat saja, tak ada satu pun rumah yang di dalamnya tak ada produk bertuliskan 'Made in China'. Sebegitu kuat mereka dalam penguasaan perputaran roda ekonomi. Mengapa bisa seperti itu?