Mohon tunggu...
fitrah amalia
fitrah amalia Mohon Tunggu... Diplomat - student

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjanjian Hudaibiyah, Bukti Diplomasi Rasulullah

22 Oktober 2019   20:05 Diperbarui: 22 Oktober 2019   20:17 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjanjian itu disepakati di Hudaibiyah, satu desa kecil di bagian utara Mekkah yang bisa dicapai dalam waktu yang singkat, pada Februari 628 M. Sekitar seribu empat ratus orang telah berkemah di tempat itu di bawah pimpinan Rasulullah, Nabi kaum Muslimin, yang enam tahun sebelumnya telah diusir secara paksa oleh orang-orang Quraisy dari kota Mekkah. 

Ada satu tradisi yang sangat dihormati di kalangan Arab untuk memasuki Ka'bah, yaitu larangan membawa senjata untuk berperang di bulan-bulan haram, termasuk di antaranya adalah bulan Dzul Qa'dah. 

Dan pada bulan inilah Rasulullah mengadakan perjalanan dari Madinah bersama rombongannya yang berjumlah seribu empat ratus orang untuk menunaikan ibadah Umrah, jadi tujuan kedatangan Rasulullah dan para sahabatnya ke Mekkah adalah untuk ibadah, dan bukan untuk merusak hukum atau aturan yang berlaku. Dan orang-orang Madinah merasa berhak untuk berziarah ke Ka'bah, Baitullah dengan leluasa sebagimana dinikmati oleh seluruh orang Arab.

Namun, hal yang tidak diinginkan pun terjadi, yaitu para Kaum Quraisy menolak kaum muslikin bisa masuk ke Makkah unuk melaksanakan ibadah umroh. Hal ini oun diketahui dari seorang yang bernama Budail yang mengatakan niat jahat kaum Quraisy kepada Rasulullah. Maka, rasulullah meminta bantuannya untuk menyampaikan kepada kaum Quraisy bahwa kedatangan mereka adalah semata-mata untuk melaksanakan umroh dan bukan untuk berperang.  

Dikarenakan setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, jumlah orang --orang Makkah semakin berkurang, maka beliau pun menawarkan kesepakatankepada Kaum Quraisy. Dimana jika kesepakatan itu gagal, maka beliau mengatakan akan "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya akan bertempur selama kepala masih bertengger di atas leher."

Inilah misi yang mengandung pesan damai dan penuh dengan penghargaan, namun sayang, orang-orang Arab Mekkah telah mengambil satu keputusan yang mereka anggap tidak mungkin untuk dibatalkan. 

Mereka tidak mau mendengarkan pesan damai yang ditawarkan Rasulullah dan telah bertekad untuk tidak melakukan persuasi dengannya, hingga `Urwah, seorang tua dan sekaligus pimpinan Quraisy yang sangat dihormati ikut campur atas nama wakil orang tua. `Urwah berhasil mendinginkan kepala orang-orang Quraisy Mekkah, yang kemudian memberinya mandat penuh untuk melakukan negosiasi dengan Rasulullah, pembawa misi yang penuh dengan tawaran damai.

Rasulullah kemudian mengutus Utsman kepada kaum Quraisy yang bertujuan untuk melanjutkan penawaran kepada kaum Quraisy dan negosiasi damai seperti sebelumnya. namun, setelah beberapa lama, Utsman belum juga kembali dan terdengar kabar bahwa beliau telah dibunuh. Rasulullah pun mengumpulkan pengikutnya untuk melakukan sumpah setia. Melihat kekuatan kaum muslimin, akhirnya kaum Quraisy memutuskan untuk melakukan negosiasi dengan kaum muslimin.

Dalam perumusan pernjanian antara kaum Quraisy dengan kaum muslim terus terjadi penolakan dari kaum Quraisy. Maka Rasulullah pun berusaha untuk tetap melakukan cara-cara kompromi yang demikian agar tercapaianya tujuan damai. Dengan melakukan kompromi seperti itu, Rasulullah tidak keluar dari prinsip dasar yang sangat vital dalam integritas islam.

Nasib perundingan ini pada saat itu tampaknya terasa menggantung. Disanalah terdapat sebuah tantangan dan sebuah problema yang membutuhkan sebuah kualitas confidence (keyakinan) yang sangat tinggi, kejernuhan berfikir dan kebijaksanaan yang mempuni. Disitu terjadi perkembangan yang menghajatkan sebuah tindakan yang data mengena yang tidak merugikan kedua belah pihak, tidak bertabrakan dan tidak mengorbankan kepentingan islam serta selalu mengedepankan nilai-nilai damai.

Dalam perjanjian hudaibiyah telah ditetapkan bahwa kaum muslimin saat itu harus kembali ke Madinah dan tidak diperkenankan untuk melakukan ibadah umrah.mereka diperbolehkan datang tahun depan dengan ketentuan hanya 3 hari di Makkah. Mereka juga tidak boleh membawa senjata selain pedang. 

Dan jika seorang laki-laki dari Makkah datang ke Madinah tanpa izin dari tuannya, dia harus dikembalikan ke Makkah. Sebaliknya jika ada orang dari Madinah yang datng ke Makkah, maka tidak akan dikembalikan ke Madinah. Perjanjian ini berlaku selama 10 tahun. Dan setiap orang ataupun suku tertentu dijamin kemerdekaannya untuk mengadakan aliansi dengan pihak manapun.

Walaupun isi perjanjian ini dianggap merugikan kaum muslimin, tapi pada akhirnya perjanjian iniah yang membawakaum muslimin menuju kemenangan yang telah dijanjiakan Allah. Di perjanjian inilah kita mendapatkan Rasulullah menampakkan dirinya sebagai diplomat, seorang ahli negosiasi denagn visi dan misi yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun