Mohon tunggu...
Fitrah Hayati
Fitrah Hayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang mahasiswi STIKOM Bandung dan penulis amatir di beberapa platform online.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terbelenggu Kejamnya Trauma

1 Maret 2024   16:59 Diperbarui: 1 Maret 2024   17:05 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semuanya berhenti ketika aku beranjak dewasa, selalu mengurung diri di dalam kamar dan selalu tenggelam dalam "dunia" ideal yang aku ciptakan dalam imajinasi ku sendiri membuatku benar-benar menutup diri dari dunia.

Kini aku tengah terduduk di salah satu bilik sebuah kantor yang menjadi tempat kerjaku. Yah setelah kehidupan yang menyakitkan aku memutuskan untuk keluar dari rumah dan mencari estetika hidupku sendiri. Beruntungnya aku yang memiiki keahlian dalam bidang akutansi membuatku mendapatkan kesempatan kerja dalam bidang yang aku kuasai.

Suatu hari, di tengah kusutnya hari dan isi kepalaku aku bertemu seorang lelaki tua yang terduduk di depanku di sebuah caffee yang tidak jauh dari tempat kerjaku. Dia menatap kepada diriku dengan khidmat sebelum membuka mulut dan mengatakan "Tubuhmu menderita nak, bukankah itu menyakitkan? Pada musim hujan pasti membuatnya terasa dua kali lebih sakit..".

Aku termenung, mata sang lelaki tua tak lepas dari lenganku yang berada di balik balutan kain kemeja biru tua. Perkataannya membuatku bingung, pasalnya walau pun ukiran ukiran yang aku buat selama sisa hidupku itu meninggalkan bekas, hal itu tidak akan terlihat di balik kemeja biru tuaku. Apakah beliau seperti supermen yang memiliki mata tembus pandang ajaib?. Belum sempat aku menjawab, sang lelaki tua melanjutkan perkataannya.

"Nak lepaskan dendammu, hatimu telah begitu lama menahan beban yang memilukan. Kebahagiaan mu jauh namun kamu juga tidak pantas mengalami semua hal yang terjadi. Ikhlaskanlah nak, seluruh tubuh bahkan jiwamu berteriak di dalam sana. Keadilan yang kau kejar dalam sunyi tidak akan terdengar apalagi terlihat, dirimu yang sebenarnya meringkuk dengan pilu di balik dinding kamu bangun nak..."

Tanpa sadar air mataku mengalir, aku terdiam dengan banyak kata yang merasuk kedalam inderaku, ramai sangat ramai. Apakah yang tadi itu ilusi? Kemana perginya sang lelaki tua itu? Apakah delusi ku terjadi bahkan di dunia nyata?. Hari itu aku pulang dengan banyak kebisingan di kepalaku.

Pada malam hari nya aku terduduk di atas kasurku, menekuk kedua lututku dan memeluknya dengan erat. Berisik sangat berisik, lepaskan, lepaskan, LEPASKAN!!!!!

Aku menarik rambutku dengan kuat. Dalam keheningan malam aku tersiksa seorang diri, apa yang harus aku lepaskan? Apa yang harus aku relakan? Apa yang harus aku ikhlaskan?. Aku tidak mengerti.

Rasanya duniaku berputar, aku bangkit dan berjalan dengan tertatih. Langkah ku terseret sangat berat, kamarku berada di lantai 3 sebuah kostan dengan lingkungan pekerja sepertiku. Aku berjalan menuju jendela, samar ku lihat cahaya indah bersinar seakan membentuk jalan menuju kedamaian tak berujung. 

Di sana, di ujung cahaya aku melihat sesuatu mendekat. Apakah itu malaikat? Atau mungkin setan? Ah itu sang lelaki tua dengan senyum teduh di siang hari. Dia melayang mengikuti jalur cahaya indah itu, yah dia melayang! Lihatlah tangannya yang terulur seakan mengajakku untuk terbang bersamanya menuju dunia dengan kedamaian mutlak.

Aku menggenggam tangannya, senyumnya mengingatkanku kepada kakekku yang telah lama meninggal, apakah dia memang kakekku? Entahlah, aku sulit mengingat wajah seseorang tanpa sebuah foto. Perlahan tapi pasti, tubuhku mulai melayang, ketika aku berada di atas udara suara dalam kepalaku berhenti, ketenangan seketika menyelimuti seluruh inci tubuhku. Ketika aku melirik kearah bawah, aku sadar... kedamaian ini... akan berlangsung selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun