Mohon tunggu...
Fitra Firdaus Aden
Fitra Firdaus Aden Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel 'Awan-Abrit' dan 'Nona Imut, Siapa Namamu?'

Penulis Novel 'Awan-Abrit' dan 'Nona Imut, Siapa Namamu?'

Selanjutnya

Tutup

Politik

Misi Damai Indonesia untuk Semenanjung Korea: Saatnya Negara Middle Power Bicara

15 September 2024   18:44 Diperbarui: 15 September 2024   18:46 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pidato kenegaraan pada Senin (9/9/2024), Kim Jong-un, Pemimpin Tertinggi Korea Utara, menyebutkan pihaknya bakal "membuat angkatan bersenjata, termasuk kekuatan nuklir, sepenuhnya siap berperang"[1]. Kim mengindikasikan terjadi "ekspansi sembrono" blok militer regional pimpinan Amerika Serikat (AS) yang sekarang berkembang menjadi blok berbasis nuklir.

Ucapan Kim Jong-un ini hanya berselang kurang dari 2 bulan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat yang melibatkan Donald Trump (Partai Republik) dan Kamala Harris (Partai Demokrat).

Pada masa lalu, meski hubungan Kim Jong-un dengan Donald Trump terkesan istimewa, mereka gagal meraih kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Hanoi 2019. Dilaporkan Reuters[2], pada hari kedua KTT tersebut, Trump menyerahkan catatan kepada Kim yang isinya meminta Korea Utara menyerahkan semua senjata nuklirnya. Usai momen tersebut, jamuan makan siang dibatalkan secara tiba-tiba. KTT pun berakhir tanpa kesepakatan.

 

Lima tahun berlalu sejak KTT Hanoi, hubungan Korea Utara dengan AS tak terdengar lagi. Sebaliknya, Korut tengah mesra dengan Rusia yang dipimpin Vladimir Putin. Hubungan yang sudah terjalin lama, semakin mengikat seiring dengan perang Ukraina. Kim diklaim memasok senjata untuk Putin, dengan balasan teknologi kapal selam nuklir, peralatan satelit militer, dan teknologi rudal balistik antarbenua (ICBM)[3].

 

Di sisi lain, AS era Joe Biden terus menggaungkan narasi lama soal denuklirisasi Korea Utara. Negeri Paman Sam juga terus menjalin kerjasama militer dengan Korea Selatan, termasuk latihan tahunan yang digelar pada Agustus 2024 lalu. Hal ini disebut Korut sebagai tindakan provokatif[4].

 

Dengan latar belakang demikian, ketegangan Korut dan Korsel yang mendapatkan beking Rusia dan AS, berpotensi meningkat dan memberikan ancaman serius bagi dunia, termasuk ASEAN yang merupakan kawasan terdekat. Namun, Indonesia, dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, bisa memiliki peran sentral untuk merangkul kedua negara ini.

 

Krisis Nuklir Korea: Saatnya Global Middle Power Berbicara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun