Bagaimana kebijakan/ fenomena/ kasus tersebut berawal
Kasus ini berawal dari masalah penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya yang bernama Mario Dandy Satriyo terhadap seorang remaja berinisial D, 17 tahun. Kasus itu kemudian bergulir ke Rafael setelah sejumlah warganet 'menguliti' harta kekayaan Rafael di media sosial.Dan Kasus ini bermula dari terungkapnya harta kekayaan tak wajar Rafael. Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Rafael tahun 2021, kekayaannya mencapai Rp 56 miliar.
Bagaimana kebijakan/ fenomena/ kasus terjadi terjadi
lembaga antirasuah melakukan klarifikasi harta kekayaan fantastis Rafael. Hasilnya, diyakini bahwa bekas pejabat eselon III tersebut menerima gratifikasi bernilai puluhan miliar rupiah.Berikut fakta-fakta dugaan gratifikasi yang menyeret Rafael alun trisambodo.
Modus:Kpk menduga,Rafael menerima gratifikasi selama 12 tahun melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME).Tak main-main,nilai gratifikasi itu mencapai 90.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar RP.1,3 Miliar jika dikonversi dengan kurs rupiah saat ini.Â
Uang hingga tas mewah : KPK pun telah mengamankan uang senilai Rp 32,2 miliar dalam safe deposit box (SDB) milik Rafael yang sebelumnya telah diblokir oleh PPATK. Uang puluhan miliar rupiah tersebut berbentuk pecahan dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, dan Euro.Â
Ditahan : Dalam perkara ini, Rafael disangka melanggar Pasal l 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini dapat  terjadi karena Rafael alun menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksan perpajakan.Gratifikasi itu merupakan pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Tentunya gratifikasi dilarang karena dapat mendorong pegawai negeri atau penyelenggara negara bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak professional. Sehingga pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Analisa dengan menggunakan tinjauan teori yang sesuai terkait kebijakan/ fenomena/ kasus tersebut.
a) Teori Penegakan Hukum: Teori ini berkaitan dengan upaya dan mekanisme penegakan hukum dalam mengatasi korupsi. Faktor-faktor seperti keberadaan institusi penegak hukum yang kuat, transparansi, akuntabilitas, serta efektivitas sanksi dapat mempengaruhi tingkat korupsi dalam suatu negara atau kasus individu.
b) Teori Keuangan Publik: Teori ini menyoroti pentingnya manajemen keuangan yang baik dan transparansi dalam mengelola dana publik. Kelemahan dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas dapat menciptakan celah untuk praktik korupsi. Teori ini juga mempertimbangkan masalah insentif dan kesempatan dalam mendorong perilaku korupsi.
c) Teori Institusi: Teori ini menekankan peran institusi dalam mendorong atau menghambat korupsi. Faktor-faktor seperti kekuasaan yang terpusat, kurangnya kontrol dan keterbukaan, serta budaya korupsi dalam institusi dapat mempengaruhi tingkat korupsi dalam suatu kasus.
Namun, perlu diingat bahwa analisis yang lebih mendalam dan akurat tentang kasus korupsi Rafael Alun akan membutuhkan penelitian terperinci tentang informasi spesifik terkait kasus tersebut, termasuk laporan berita, pernyataan resmi, dan perkembangan hukum terkait. Disarankan untuk mengacu pada sumber-sumber terpercaya yang berfokus pada kasus tersebut untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.
Bagaimana dampak yang dihasilkan
Dampak dari kasus Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo banyak menimbulkan ketidakpercayaan warga kepada lembaga tersebut.Bisa jadi mereka enggan untuk membayar pajak.Hal ini bisa menggagu upaya dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperluas basis pajak, khususnya untuk PPH orang pribadi. Hal tersebut karena masyarakat bisa menjadi acuh untuk melaporkan hartanya, dengan tujuan basis pajaknya tidak diperluas.Â
Berdasarkan dampak dari  kasus tersebut maka Kemenkeu sebagai kementerian yang memiliki remunerasi pegawai yang tinggi. Tapi tingginya remunerasi ternyata tidak menjamin minimalisir risiko korupsi. Dengan begitu, Kemenkeu harus memperkuat sistem pencegahan korupsi secara internal. Kemenkeu, menurut Almas belum optimal menindak risiko korupsi pada internal lembaganya. Padahal, terdapat laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai pemecatan Rafael dan oknum pejabat Kemenkeu tidak cukup untuk membenahi internal lembaga tersebut. Karenanya, Kemenkeu perlu melakukan reformasi birokrasi atau pembenahan secara menyeluruh agar tidak terjadi kasus serupa ke depannya. Padahal, Kemenkeu merupakan kementerian yang sering mendapatkan apresiasi dan menjadi barometer sebagai lembaga yang memiliki birokrasi efektif.
Kesimpulan dan saran anda.
Kesimpulan : Dapat disimpulkan Maka itu, mengimbau agar lebih bijak lagi dalam menyampaikan hal-hal yang sangat sensitif pada publik. Karena dapat membuat kegaduhan di tengah masyarakat dengan berbagai spekulasinya dan juga berpotensi merugikan nama baik orang yang belum tentu bersalah.
Saran : Di sisi lain, ia melanjutkan, Kementerian Keuangan sendiri seharusnya tidak berperilaku defensif saat terjadi kasus seperti ini, melainkan cepat kolaborasi dengan para pihak, seperti aparat penegak hukum. Karena penindakan itu di luar kapasitas dari para pegawai Kemenkeu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H