Mohon tunggu...
Fidelis R. Situmorang
Fidelis R. Situmorang Mohon Tunggu... -

Tuan Ringo

Selanjutnya

Tutup

Puisi

I Love You More

1 November 2009   16:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:28 1618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ganteng kali anakku ini, jas hitam yang dikenakannya sangat serasi dengan wajahnya yang putih bersih. Rambutnya yang hitam dan lebat tertata dengan sangat rapi. Pasti sudah banyak gadis yang terpikat kepadanya. Apalagi dia sangat sopan dan ramah kepada setiap orang, juga aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial dan rohani. Cukup lama aku merindukan kehadiran seorang anak. Sebelas tahun aku menantikannya. Istriku yang cantik berkali-kali mengalami keguguran dalam setiap kehamilannya. Dokter mengatakan bahwa kandungannya lemah, sehingga janin tidak dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu, dia harus menjalani kuretase, pembersihan dinding rahim dengan kuret. Kehidupan rumah tangga tanpa si buah hati yang cukup lama memang terasa sangat menjemukan. Kami berusaha mengisi kekosongan itu dengan berwisata ke berbagai tempat atau dengan mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan sosial. Namun tetap saja ada yang terasa kurang ketika kami kembali ke rumah. Situasi seperti itu sering menimbulkan pertengkaran diantara kami berdua. Beberapa kerabat bahkan ada yang memberikan saran negatif, supaya aku menceraikan istriku. " Buat apa mempertahankan perempuan yang tidak bisa memberimu keturunan" Kata mereka. Memang bagi kami Orang Batak, adalah sesuatu kekurangan yang sangat besar jika tidak memiliki anak laki-laki. Karena bagi kami anak laki-laki merupakan penyambung garis keturunan di keluarga. Tapi aku tidak mau menceraikan istriku. Aku sangat mencintainya. Perempuan yang selalu ada di sampingku dalam segala keadaan, bahkan di masa-masa yang sangat sulit dalam hidupku. Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, istriku hamil lagi. Kami sangat gembira karenanya, walaupun ada rasa takut di hati kami, seandainya terjadi masalah seperti kehamilan-kehamilannya sebelumnya. Dokter kandungan menyarankan agar istriku beristirahat total selama masa kehamilan. Syukur pada Tuhan, semuanya berjalan dengan baik. Saat proses persalinan aku menemani istriku. Ada rasa cemas, takut dan gugup ketika mendengar rintihan-rintihan dan erangan-erangannya selama proses melahirkan. Lalu ketika terdengar tangisan bayi kami, segera segala rintihan dan erangannya berubah menjadi tangis haru baginya, dan juga bagiku. Seperti harapan kami, kami di anugerahi bayi laki-laki. Sangat sehat. Dengan berat badan 3500 gram dan panjang 50 cm, ukuran yang cukup besar untuk bayi yang baru di lahirkan. Peristiwa luar biasa dalam hidupku. Proses kelahiran anakku yang juga merupakan proses kelahiranku menjadi seorang ayah. Kami memberi nama Yusuf pada anak kami. "Penantianku untuk memiliki anak, sama seperti penantian Rahel yang melahirkan Yusuf bagi Yakub." Begitu kata istriku. Yusuf Hasiholan, demikian nama lengkapnya. Harapan kami, semoga Yusuf menjadi anak yang baik dan cerdas, yang kelak bisa menjadi salah satu pemimpin yang bijaksana di negeri ini, layaknya cerita Yusuf dalam Alkitab. Aku sangat berbahagia karena telah menjadi seorang ayah yang memiliki anak yang rupawan seperti Yusuf. Aku mengajarinya bermain catur, badminton, memainkan gitar,berenang, bersepeda dan segala hal yang ku anggap perlu baginya. Aku teringat ketika ia mulai terampil mengendarai sepeda roda dua, kemana-mana ia selalu bersama sepedanya. sehingga ia sering lupa waktu untuk tidur siang, karena terlalu asyik bersepeda. Ia sangat bangga akan kemampuannya bersepeda. Pernah suatu sore, ia ingin memamerkan kemampuannya bersepeda padaku. " Papa, lihat Papa...!" Teriaknya. Ternyata ia sedang mengendarai sepedanya tanpa memegang stang kendali sepedanya. Tapi tak lama kemudian sepedanya oleng dan dia terjatuh dengan keras. Aku terkejut melihatnya. Tapi ia segera bangkit dari jatuhnya sambil tersenyum malu padaku untuk menyembunyikan rasa sakitnya, dan kembali melaju dengan sepedanya. Ha ha ha... Mantap, Anakku Yusuf Hasiholan. Calon pemimpin harus kuat dan tidak gampang menyerah. Sering ia menelepon ke kantorku untuk memberi tahu kalau ia mendapatkan nilai bagus di sekolahnya, atau menceritakan hal-hal yang dia rasa menarik untuk di ceritakan padaku. Di akhir pembicaraan biasanya dia akan menutup dengan ucapan " Sudah ya, Pa. I Love you, Papa..." Senang aku mendengarnya. Pasti di ajari mamanya. " I Love you, More..." Jawabku. Namun lambat laun, ketika ia bertambah besar ucapan "I love Papa," tidak lagi terdenar dari mulutnya. Ia hanya berkata, " Sudah dulu ya, Papa... Yusuf tutup teleponnya ya..." Aku mengerti. Mungkin sedang puber, jadi agak risih atau malu jika terdenga teman-temannya berkata I Love you, Papa. Setelah lulus SMA, Yusuf di terima di Sekolah Tinggi Calon Pemimpin Nasional. Betapa bangganya aku. Harapan kami sebagai orang tuanya agar ia kelak menjadi salah satu pemimpin di negeri ini akan segera menjadi kenyataan. Dan Yusuf akan tinggal di asrama kampusnya sampai studinya selesai. Sebagai ucapan rasa syukur pada Tuhan, Yusuf memberikan satu kesaksian pujian pada ibadah minggu di gereja. Dengan petikan gitarnya yang lembut ia menyanyikan pujian bagi Tuhan, Great is Thy faithfulness, o God, my Father There is no shadow of turning with Thee Thou changest not, Thy compassions they fail not As Thou hast been Thou forever wilt be Great is Thy faithfulness, great is Thy faithfulness Morning by morning new mercies I see All I have needed Thy hand hath provided Great is Thy faithfulness, Lord, unto me Summer and winter and spring time and harvest Sun, moon and stars in their courses above Join with all nature in manifold witness To Thy great faithfulness, mercy and love Pardon and sin and a peace that endureth Thy own dear presence to cheer and to guide Strength for today and bright hope for tomorrow Blessings all mine, with ten thousand beside Great is Thy faithfulness, great is Thy faithfulness Morning by morning new mercies I see All I have needed Thy hand hath provided Great is Thy faithfulness, Lord, unto me Sungguh suatu peristiwa yang sangat indah. Kami semua seakan diajak untuk menghitung kembali segala kebaikan Tuhan. Sampai akhirnya seluruh jemaat turut menaikkan pujian ini. Sungguh bangga aku memiliki anak seperti dia. Esok Harinya Ia berpamitan untuk berangkat ke kampusnya guna mengikuti masa orientasi perkuliahan. Ia memeluk dan mencium pipi mamanya, minta di doakan agar studinya berhasil. Kemudian ia memelukku dan berkata pelan " I love you, Papa..." Kata-kata yang sudah lama tidak aku dengar. Senang rasanya terdengar lagi. " Baik-baik kau ya, nak... Jangan lupa berdoa," Kataku. Ia mengangguk dan pergi meninggalkan kami berdua. Aku melihatnya sampai naik ke atas bus dan berkata dalam hati " I love you more, Yusuf Hasiholan..." Ganteng kali anakku, Yusuf Hasiholan. Dengan mengenakan jas hitam yang sangat serasi dengan kulit wajahnya yang putih bersih. Rambutnya yang hitam lebat tertata dengan rapi. Tadi pagi, aku yang memakaikan jas itu ke tubuhnya, dan menyisirkan rambutnya agar dia makin terlihat tampan. Teringat kembali ketika aku bersama mamanya memakaikan bajunya ketika masih kecil. Lalu ia berdiri di muka cermin dan berkata sambil tersenyum dengan jenaka " Papa... Yusuf Ganteng kan, Papa..." Ada kepedihan yang menyakitkan ketika pagi ini aku memakaikan jas yang kini dikenakannya. Mamanya tak henti-hentinya membelai kepala anakku Yusuf dan memanggil-manggil namanya " Yusuf bangun, Sayang... Ini mama, Sayang..." Aku tak pernah menyangka bahwa anakku yusuf akan pulang dalam keadaan seperti ini. Anakku yang ganteng ini meninggal pada saat menjalani orientasi perkuliahan di kampusnya. Diduga ia mengalami penyiksaan oleh para seniornya. Entah kenapa di sekolah para calon pemimpin itu ada ritual kekerasan yang mengakibatkan kematian bagi anakku. Inilah saat terakhir aku melihat wajah anakku Yusuf. Anak yang ku tunggu selama sebelas tahun, Anak penghiburan bagi kami, anak yang kami harapkan menjadi salah satu pemimpin di negeri ini, anak kebanggaan kami. Terbayang kembali tawa jenakanya. Lalu peti jenazah pun ditutup dan berkumandang lagu penghiburan, "Ndang mabiar ahu di si... Tuhan Jesus donganki... Sai ihutthononku Jesus, oloanku nama i..." Terngiang kembali ucapan Si Yusuf kecil, " I love you, Papa..." Selamat jalan Anakku, Yusuf Hasiholan... I Love you, More.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun