Mohon tunggu...
Fitka Sari
Fitka Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Perangkai Kata

Marriage isn't even on my list!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suami Penggoda

15 Juni 2023   11:51 Diperbarui: 15 Juni 2023   12:30 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | radarmadiun.jawapos.com

Sesiang ini, HP tak lepas dari tanganku. Beberapa pesan yang masuk ku cek dengan cepat. Aku sangat berharap salah satunya ajakan makan siang dari dia. Semalam aku sudah mentraktirnya BBQ, lewat perdebatan singkat, aku yang bayar, dengan harapan, dia kini gantian yang mengajakku.

Bukan karena pelit, itu hanya satu-satunya alasan yang aku punya agar aku bisa bertemu lagi dengannya. Dia wanita mandiri yang tak tergantung pada lelaki. Bahkan urusan bill, kami harus berdebat. Aku ingin dia merasa berhutang padaku dan gantian membayarnya lewat ajakan makan siang.

Rinduku tak tertahan untuk sekadar mendengar suara tawanya, melihatnya memainkan sedotan di gelas sebelum akhirnya bibirnya yang ranum menyeruput dengan anggun.

Sayangnya, aku lelaki beristri. Tak seharusnya aku menyukainya. Tapi perasaan ini serasa kutukan yang tak bisa kulawan.

"Kamu tidak bisa selalu menggunakan alasan makan untuk bertemu denganku."

Semalam, sesudah plate BBQ terakhir terpanggang, dia berkata sembari tersenyum.

Aku menatapnya takjub. Wanita ini kenapa harus kutemukan sesudah aku berada dalam pernikahan yang sah.

"Aku tahu kamu hanya bosan. Kembalilah setia kepada istrimu. Bosan adalah hal umum yang terjadi dalam pernikahan," sambungnya.

Kuteguk soda disampingku. Aku tak ingin berdebat. Aku takut kata-kata akan membuatku kehilangan fokus menatap wajahnya. Mengangumi wajahnya dari dekat sudah merupakan kebahagiaanku.

Tangannya masih asyik membolak-balik daging dengan sumpit. Asap mengepul dari pemanggangan. Dia sedikit terbatuk. Segera kusodorkan sodaku.

Dia menolaknya dengan menggeleng kecil.

"Aku tahu pernikahan akan semembosankan itu, makanya aku tidak ingin menikah."

Dia menaruh daging yang matang di piringku.

Mungkin alasanku tergila-gila padanya karena jalan pikirnya yang unik. Untuk menghindari kebosanan dia tidak ingin terikat. Dan memang kebosanan bukan yang mudah dijalani. Dia dekat denganku tapi akan dengan mudah membuangku. Menikahinya akan membuatnya selalu berada di dekatku. Itu yang selalu kupikirkan.

Dia sangat lihai mengaduk-aduk perasaanku.
 Kini, matahari sudah hampir tenggelam. aku sengaja tidak pesan makan di kantor. Aku menunggunya menghubungiku. lapar yang tak tertahan tak mengalahkan rinduku padanya yang tak juga berkabar.

Aku benar-benar merindukan hangat bibirnya yang semalam mengecupku saat berbisik, "Kagumi aku, tapi aku bukan barang yang bisa dimiliki orang." Aku merasa aku benar-benar gila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun