Mohon tunggu...
Fitin Agustin
Fitin Agustin Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Tukang Sintesis Kata-Kata menjadi berSenyawa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Proses Pendidikan Jarak Jauh Se-RT, Ketimpangan Itu Nyata

10 Agustus 2020   22:39 Diperbarui: 10 Agustus 2020   22:31 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini bentuk tanggungjawab serta hal-hal yang saya rasakan selama pembelajaran jarak jauh yang terjadi di sekitar Rumpun Tetangga(RT), tepatnya di Jakarta Selatan. Saya mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir. Kala pandemi ini, saya kembali ke rumah ibu di Jakarta. Sejak bulan Ramadhan, saya masih belum sesibuk sekarang.

Awalnya ada ibu-ibu tetangga saya jengkel karena anaknya seharian poollll bermain di luar rumah. Kekesalan itu berujung pada permohonan untuk saya mengajarkan mengaji anak-anak sekitar RT rumah saya. Pertemuan pertama hanya ada 6 orang. Lewat ajakan satu persatu, akhirnya terkumpul 11 orang seperti yang dapat anda lihat di foto.

Pembelajaran Al-Quran kepada anak sungguh tidak mudah. Mata mereka merekam semua kelakuan, khususnya saya yang dianggap sebagai guru sekaligus contoh. Perihal ini susah-susah gampang, saya bukan lulusan pesantren tapi di kampus pembelajaran agama ya bisa dibilang cukuplah.

Kondisinya ada 4 anak yang masih kecil, kelas TK-SD kelas 2 yang masih membutuhkan bimbingan tahsin. Khusus 4 anak ini, agenda mereka hanya menebalkan tulisan arab dan mewarnai. Karakternya sangat berbeda-beda. Saya cukup kewalahan kalau ada yang ribut dan ngambek, dalam hati hanya berteriak "AKUUU HARUS APA???". Okay keep calm. 

Meminta maaf dan memaafkan

Jujur, hehehe kayak lagi review aja. Jujur, selama ini mereka terbiasa meluapkan emosionalnya, kalau marah langsung nangis dan kabur. Proses perasaaannya belum selesai, jadi saya mencoba untuk mengajarkan apa itu MAAF. Setiap mereka nangis atau marah saya coba mendekat, menanyakan alasan mereka marah atau nangis. Lalu saya tanyakan ke si pelaku "Udah minta maaf blom? yuk maafan dulu". 

Begitu tangan itu mau dipegang, emosional si anak justru luluh dan mau memaafkan temennya. Tapi kondisi lain ketika si anak benar-benar marah. Saya akan bilang ke si pelaku.

Fitin: Rafa, tadi main ama vivia ya? katanya kena pukul tangannya?

Rafa: Iya mbak tin, tadi kena pukul. tapi aku udah minta maaf kok mba

Anak akan cenderung terbiasa pola bicara saya. Tipsnya adalah biarkan mereka menceritakan pendapatnya, lalu bantu untuk saling memaafkan. Lucunya adalah tanpa saya ada didekat mereka, sekarang mereka sudah terbiasa minta maaf dan memaafkan. Seneng banget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun