Mohon tunggu...
Aldy Fitifaldy
Aldy Fitifaldy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

" better a friend care on you than a thousand tails on you "

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kenapa Takut dengan Perubahan?

28 Desember 2010   16:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:17 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_82267" align="alignleft" width="304" caption="Gambar : themillionairesecrets.net"][/caption] Seorang diktator pernah berkata, “untuk menciptakan sebuah generasi yang baru, harus berani mengorbankan generasi yang lama”. Mungkin kata-kata itu terkesan keras, namun kenyataannya memang demikian.Terkadang untuk menciptakan sebuah tananan baru, mau tidak mau harus mengorbankan tatanan lama.

Secara positif hal itu dapat juga ditafsirkan, ketika ingin merubah sebuah keadaan yang lebih baik, maka harus berani mengubah pandangan kita yang negatif, jelek bahkan “kolot” dari keadaan yang terdahulu. Atau dapat pula diartikan, untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, kita harus mau merubah kebiasaan yang buruk.

Sebagai contoh nyata perubahan politik di negara kita yang dulu orde baru sekarang menjadi reformasi, dan untuk mencapainya begitu banyak hal yang harus dikorbankan.

Dalam buku yang ditulis oleh V Nilakant berjudul Management Change, disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) strategi dalam perubahan, yaitu ; strategi politikal, strategi informasional, strategi fasilitatif, dan strategi attitudinal.

Perubahan juga akan dianggap membawa pada suatu tingkat ketidakpastian. Keberanian atau kerelaan menghadapi ketidakpastian ini berbeda. Sebab itu gagasan perubahan seringkali mendapat perlawanan (resistance). Ada beberapa alasan yang mendasari adanya perlawanan terhadap perubahan ini, antara lain; merasa terancam oleh perubahan, tidak mengerti konteks dari perubahan, merasa tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi keadaan baru, terbuai pada “kenikmatan kedudukan”, dan kebiasaan-kebiasaan lama.

[caption id="attachment_82268" align="aligncenter" width="474" caption="Aspek Perubahan"]

129355338588971309
129355338588971309
[/caption]

Terkadang sadar atau tidak, keadaan yang sudah terlalu lama dijalankan dan berkesan “kolot”, dianggap sudah merasa cukup baik dan ketika dilakukan perubahan, naluri akan berkata “tidak”. Dan itu salah satu faktor yang membuat keadaan sulit untuk maju dan berkembang. Ketika ada “suara” pembaharuan yang dilontarkan, yang dipikirkan oleh generasi lama adalah ketakutan, takut akan mengeser perannya.

Padahal dalam kehidupan ini sesuatu akan berjalan dinamis dan akan selalu diperbaharui. Harus pula mau mendengar dan melihat dinamika dan pandangan orang lain diluar pendapat kita, karena itu akan menjadi kontrol atas keputusan dan pilihan yang dilakukan oleh suatu generasi.

Namun apa yang ditakutkan, jika sebuah perubahan itu bertujuan untuk kemajuan yang lebih baik untuk menghasilkan tujuan yang lebih besar dan memajukan generasinya?

Sebuah perubahan harus dimulai dari satu individu, karena untuk merubah dunia agar menjadi lebih baik, haruslah dimulai dari bagaimana individu itu sendiri untuk merubah mindset-nya terlebih dahulu untuk mau maju dan mau menerima perubahan yang positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun