Sayangnya hingga kini audit komunikasi masih kalah populer dengan audit keuangan. Bagi sebagian praktisi, audit ini juga seringkali menemukan hambatan saat akan diterapkan.
Ada sejumlah alasan yang menjadi penyebabnya, antara lain karena pertama, audit komunikasi sifatnya kompleks dan terdiri atas banyak tahapan yang membutuhkan waktu yang lama.
Kedua, audit komunikasi juga membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang mendalam di bidang-bidang non komunikasi seperti bisnis, dan manajemen.
Ketiga, adanya faktor-faktor politis yang tak dapat diabaikan oleh para pejabat komunikasi.
Tapi kendala dan tantangan ini dapat diatasi jika pihak-pihak yang berkepentingan memiliki itikad kuat untuk menerapkannya. Karena bagaimana pun juga audit ini amat krusial karena dapat memberikan gambaran yang jelas dan terukur tentang apa yang telah dilakukan Pemerintah Daerah, juga sebagai pedoman untuk memutuskan, perubahan apa yang harus dilakukan.
Pasca Pilkada serentak tahun ini, tawaran audit komunikasi sebenarnya bisa dijadikan starting point bagi upaya membangun kinerja serta akuntabilitas birokrasi di awal kepemimpinan kepala daerah.
Agar hasilnya maksimal, audit komunikasi juga harus ditindaklanjuti dengan komunikasi partisipatif melalui berbagai aktivitas komunikasi yang "menyentuh" langsung kalangan akar rumput. Ini merupakan instrumen yang ampuh untuk menghapus jarak psikologis antara pimpinan dengan rakyat.
Namun perlu disadari semua pihak bahwa berbagai janji kepala daerah saat masa kampanye sebenarnya amat membutuhkan kontrol dan pengawalan. Salah satu bentuk ikhtiar untuk mengawalnya adalah dengan memperluas jangkauan komunikasi serta mengefektifkan media yang ada, sehingga publik senantiasa mengetahui dan mengikuti dinamika pemerintahan dalam mewujudkan janji-janji tersebut.