Â
Â
Semenanjung Korea telah lama menjadi titik panas geopolitik dunia. Ketegangan yang muncul dari konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, terutama yang berkaitan dengan program nuklir Korea Utara, telah menjadi perhatian global selama beberapa dekade. Ancaman nuklir di Semenanjung Korea tidak hanya mempengaruhi keamanan regional Asia Timur, tetapi juga memiliki implikasi signifikan bagi perdamaian dan stabilitas dunia. Dalam konteks ini, Indonesia, sebagai negara non-blok dan pendukung kuat perdamaian dunia, memiliki posisi dan peran yang penting dalam menghadapi ancaman nuklir di Semenanjung Korea.
Semenanjung Korea telah menjadi kawasan yang penuh dengan ketegangan sejak berakhirnya Perang Dunia II dan terpecahnya Korea menjadi dua negara---Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) dan Korea Selatan (Republik Korea). Ketegangan semakin meningkat sejak Korea Utara memulai program nuklirnya pada tahun 1980-an dan secara resmi keluar dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) pada tahun 2003. Korea Utara telah melakukan serangkaian uji coba nuklir dan peluncuran misil balistik yang mengancam keamanan regional dan internasional.
Ancaman nuklir dari Korea Utara menimbulkan kekhawatiran global yang luas. Jika ketegangan di Semenanjung Korea meningkat menjadi konflik bersenjata, dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh Korea Utara dan Korea Selatan, tetapi juga oleh negara-negara tetangga seperti Jepang, Cina, dan Rusia, serta negara-negara yang memiliki kepentingan di kawasan tersebut, termasuk Amerika Serikat. Ketidakstabilan di Semenanjung Korea juga dapat menyebabkan gangguan ekonomi global, mengingat pentingnya Asia Timur dalam perdagangan dan ekonomi dunia. Selain itu, ancaman penggunaan senjata nuklir oleh Korea Utara dapat memicu perlombaan senjata di kawasan ini, yang akan semakin mengancam perdamaian dunia.
Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan anggota aktif di berbagai forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gerakan Non-Blok, dan ASEAN, Indonesia memiliki kepentingan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia dan dunia. Indonesia memiliki prinsip politik luar negeri "bebas dan aktif" yang berarti tidak berpihak pada blok kekuatan manapun dan berupaya aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Dalam hal ancaman nuklir di Semenanjung Korea, Indonesia menekankan pentingnya denuklirisasi dan penyelesaian konflik melalui dialog dan diplomasi.
Indonesia mendukung penuh resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam program nuklir Korea Utara dan menuntut denuklirisasi penuh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah di Semenanjung Korea. Selain itu, Indonesia juga mendukung pelaksanaan penuh Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan Perjanjian Larangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (CTBT) sebagai langkah penting menuju dunia bebas senjata nuklir.
Indonesia memiliki peran penting dalam memediasi dialog antara Korea Utara dan komunitas internasional. Sebagai negara dengan hubungan diplomatik dengan Korea Utara dan Korea Selatan, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk menjadi penengah dalam isu-isu yang berkaitan dengan denuklirisasi. Indonesia dapat mendorong dialog antara pihak-pihak yang terlibat dan memfasilitasi pertemuan-pertemuan bilateral atau multilateral untuk menemukan solusi damai yang dapat diterima semua pihak.
Selama bertahun-tahun, Indonesia telah melakukan berbagai upaya diplomasi untuk mendukung perdamaian di Semenanjung Korea. Misalnya, pada tahun 2018, Indonesia mengundang pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk menghadiri Asian Games di Jakarta sebagai upaya untuk mendorong dialog antar-Korea. Selain itu, Indonesia juga telah menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan antara Korea Utara dan Amerika Serikat untuk membahas denuklirisasi.
Sebagai anggota aktif ASEAN, Indonesia berkolaborasi dengan negara-negara anggota lainnya untuk mengatasi tantangan keamanan di Asia Timur, termasuk ancaman nuklir di Semenanjung Korea. ASEAN telah mengadopsi pendekatan "zone of peace, freedom, and neutrality" (ZOPFAN) yang bertujuan untuk mempromosikan stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. Dalam konteks ancaman nuklir di Semenanjung Korea, ASEAN, dengan dukungan aktif dari Indonesia, telah menyerukan pentingnya denuklirisasi dan dialog diplomatik.
Indonesia juga mendukung ASEAN Regional Forum (ARF) sebagai platform penting untuk memfasilitasi dialog dan kerja sama dalam menangani isu-isu keamanan regional, termasuk ancaman nuklir. Melalui ARF, Indonesia dapat mendorong keterlibatan Korea Utara dalam diskusi dan konsultasi yang lebih konstruktif mengenai masalah nuklir dan keamanan.