Mohon tunggu...
fitho tri ananda fajri
fitho tri ananda fajri Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

MAHASISWA UIN SUNAN KALIJAGA NIM 22103070119

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Membantah Kata 'Pria Tidak Boleh Bercerita'

9 Juni 2023   16:56 Diperbarui: 9 Juni 2023   17:02 5233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: foto pribadi

Pernyataan bahwa pria tidak boleh bercerita adalah pandangan yang tidak benar dan tidak adil. Semua orang, termasuk pria, memiliki hak dan kebebasan untuk berbagi cerita mereka. Cerita adalah cara yang penting untuk berkomunikasi, menyampaikan pengalaman, dan saling memahami di antara manusia.

Berbicara mengenai emosi, pengalaman hidup, atau perjuangan pribadi bukanlah hak eksklusif dari satu jenis kelamin. Pria juga memiliki perasaan, pemikiran, dan pengalaman hidup yang berharga. Mereka juga menghadapi tantangan, kegembiraan, dan kesedihan yang dapat mereka sampaikan melalui cerita mereka.

Penting untuk menciptakan ruang yang aman dan mendukung bagi semua orang, termasuk pria, agar dapat berbagi cerita mereka tanpa takut dijauhi atau dihakimi. Menghargai perspektif dan pengalaman yang berbeda adalah langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil.

Membatasi atau membatasi pria untuk tidak bercerita dapat menyebabkan mereka merasa terisolasi, tidak dihargai, dan sulit untuk berbagi beban mereka. Ini juga dapat menghambat pertumbuhan pribadi, emosional, dan hubungan yang sehat antara individu.

Oleh karena itu, penting untuk menentang stereotip gender yang tidak sehat dan memberikan kesempatan kepada semua orang untuk bercerita dan didengarkan, tanpa memandang jenis kelamin mereka.

Ada beberapa alasan mengapa seorang pria mungkin tidak mau bercerita tentang masalah hidupnya. Setiap individu memiliki kepribadian dan preferensi yang berbeda, jadi alasan ini bisa bervariasi antara satu pria dengan pria lainnya. Beberapa kemungkinan penyebabnya meliputi:

1. Maskulinitas yang Stereotipikal: Beberapa pria mungkin merasa terbebani oleh stereotip gender yang mengharuskan mereka untuk tampak kuat dan mandiri secara emosional. Mereka mungkin merasa bahwa berbagi masalah atau emosi mereka dapat merusak citra maskulinitas mereka.

2. Rasa Malu atau Kelemahan: Pria sering kali didorong untuk menunjukkan kekuatan dan ketangguhan. Mereka mungkin merasa malu atau tidak nyaman mengungkapkan kerentanan atau kelemahan mereka karena takut dianggap kurang maskulin.

3. Ketidakpercayaan: Beberapa pria mungkin memiliki kekhawatiran tentang bagaimana orang lain akan bereaksi terhadap cerita mereka. Mereka mungkin meragukan apakah orang lain akan memahami atau menghargai pengalaman mereka, sehingga memilih untuk tetap diam.

4. Kurangnya Dukungan Sosial: Pria sering kali kurang didorong atau tidak diajari untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif. Jika mereka tidak memiliki lingkaran sosial yang mendukung atau tidak terbiasa dengan berbagi emosi, mereka mungkin tidak merasa nyaman untuk membuka diri.

5. Pengalaman Traumatis: Beberapa pria mungkin telah mengalami trauma atau kekerasan dalam hidup mereka. Mereka mungkin merasa takut atau cemas untuk membicarakan pengalaman tersebut karena menyakitkan atau karena takut dianggap lemah.

Jika seorang pria memendam beban pikirannya sendiri tanpa berbagi atau bercerita kepada orang lain, ini bisa memiliki beberapa konsekuensi negatif terhadap kesejahteraan emosional dan kesehatan mentalnya. Berikut adalah beberapa akibat yang mungkin terjadi:

1. Stres yang meningkat: Memendam pikiran dan perasaan yang sulit dapat menyebabkan peningkatan tingkat stres. Ketika seseorang tidak mengeluarkan emosi negatif, tekanan tersebut dapat menumpuk dan menyebabkan tingkat stres yang lebih tinggi secara keseluruhan.

2. Penurunan kualitas tidur: Memiliki pikiran yang terus-menerus mengganggu tanpa melepaskannya dapat memengaruhi kualitas tidur seseorang. Pikiran yang gelisah atau khawatir dapat mengganggu proses tidur dan menyebabkan insomnia atau tidur yang tidak nyenyak.

3. Depresi dan kecemasan: Memendam pikiran yang sulit dapat meningkatkan risiko mengembangkan depresi dan kecemasan. Tanpa outlet untuk mengekspresikan dan memproses emosi yang negatif, pikiran yang gelap dan perasaan yang terpendam dapat memperburuk kesejahteraan mental secara keseluruhan.

4. Penurunan kualitas hubungan: Ketika seseorang memendam pikirannya sendiri, ia mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan mengurangi komunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Ini dapat menyebabkan penurunan kualitas hubungan interpersonal, karena kurangnya komunikasi dan keintiman emosional.

5. Masalah fisik: Stres kronis yang disebabkan oleh memendam pikiran dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik. Beban pikiran yang berkepanjangan dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, sistem kardiovaskular, dan menyebabkan gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri otot, atau gangguan pencernaan.

Penting untuk dicatat bahwa setiap individu mungkin bereaksi secara berbeda terhadap memendam pikiran mereka sendiri. Namun, dalam banyak kasus, berbagi beban pikiran dengan orang lain atau mencari dukungan profesional, seperti psikolog atau konselor, dapat membantu mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul dari memendam pikiran.

Paddy Pimled seorang atlet UFC pernah berkata "saya lebih baik mendapati teman saya menangis dipundak saya daripada harus menghadiri pemakamannya di esok hari" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun