1. Sejarah Dusunkarangtengah
Sebelum terjadi pemekaran, Dusun Karangtengah merupakan bagian dari Desa Glanggang. Pada waktu yang sama, Desa Glanggang juga termasuk dalam wilayah Desa Karang Pandan dan Desa Mergo Singo. Namun, Desa Glanggang akhirnya berdiri sebagai desa yang terpisah. Masyarakat dusun Karangtengah masih menganggap bahwa beberapa area, seperti tanah di selatan dekat Desa Mergo Singo tetap menjadi bagian dari Dusun Karangtengah.
Di Dusun Karangtengah terdapat beberapa kampung, di antaranya:
1. Kampung Bangilan: Nama ini berasal dari sejarah kedatangan banyak penduduk dari wilayah Bangil.
2. Kampung Makam: Disebut demikian karena sejak dahulu area pemakaman berada di kampung ini.
3. Kampung Prapatan: Berasal dari bahasa Jawa “prapatan,” yang berarti perempatan. Kampung ini dinamakan demikian karena terletak di perempatan jalan.
4. Kampung Kelurahan: Nama ini muncul karena dulu terdapat seorang warga yang menjabat sebagai kepala desa di kampung tersebut.
5. Kampung Kandangan: Nama ini berawal dari kebiasaan mayoritas penduduk yang memiliki dokar atau delman yang ditarik oleh lembu. Selain untuk menarik dokar, lembu-lembu ini juga digunakan untuk membajak sawah. Kata "kandangan" berasal dari "kandang," yang berarti tempat memelihara hewan.
Menurut kabar yang beredar yang babat alas atau membuka wilayah Dusun Karangtengah, bernama Mbah Karimo, beliau adalah orang yang sangat sakti. Usut punya usut Mbah karimo hidup sebelum kemerdekaan atau kemungkinan pada era kerajaan terakhir saat masa penjajahan.
Terdapat sebuah punden atau makam bernama Mboto Putih, yang memiliki arti batu bata berwarna putih, atau bisa juga merujuk pada nama seseorang di masa lalu yang berperan dalam membuka wilayah tersebut. Punden ini terletak di Dusun Darungan. Sementara itu, Dusun Karangtengah memiliki punden tersendiri bernama Ploso Kuning, yang merupakan petilasan atau makam Mbah Karimo.
2. Tokoh-tokoh penting
Terdapat beberapa nama kepala desa yang dikenal sebagai tokoh penting, meskipun kemungkinan hanya lima di antaranya yang tercatat di balai desa. Nama-nama kepala desa tersebut adalah:
1. Mbah Singo Rejo
2. Dari keluarga Pak Marjo
3. Mbah Sastro
4. Pak Sudiono
5. Pak Hermono
6. Pak Bagong
7. Pak Sutris
8. Pak Sugianto
Mbah Singo Rejo, sebelum menjadi kepala desa, terlebih dahulu menjabat sebagai carek. Setelah kepala desa di Glanggang meninggal dunia, Mbah Singo Rejo diangkat menjadi kepala desa untuk menggantikan posisi yang kosong. Setelah masa jabatan Mbah Singo Rejo, kepemimpinan desa dilanjutkan oleh Pak Sugiono, yang berasal dari Desa Glanggang.
3. Tradisi dan kebudayaan
Upacara adat Nyadran, yang juga dikenal sebagai sedekah bumi, dilaksanakan antara bulan ketiga hingga bulan kelima dalam kalender umum. Untuk menentukan tanggal pelaksanaannya, biasanya dicari tanggal baik berdasarkan perhitungan Jawa, dengan patokan hari Senin. Upacara Nyadran ini diadakan di punden atau makam para tokoh terdahulu yang membuka wilayah tersebut. Tujuan dari upacara nyadran adalah untuk menghormati tokoh-tokoh leluhur serta sebagai sarana berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar Dusun Karangtengah dijauhkan dari malapetaka.
Slametan yang diadakan di rumah kepala dusun merupakan bentuk penghormatan warga kepada pejabat tertinggi di Dusun Karangtengah. Sedangkan, acara bersih desa yang diakhiri dengan pergelaran wayang kulit bertujuan untuk membersihkan Dusun Karangtengah dari hal-hal negatif, serta untuk memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh warga dusun.
Selain Nyadran, slametan, dan bersih desa, masyarakat Dusun Karangtengah juga mengadakan upacara wiwitan. Upacara ini dilakukan ketika salah satu warga sedang panen, sebagai bentuk sedekah bumi. Kegiatan ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panen yang melimpah. Biasanya, dalam upacara wiwitan, mereka menyembelih ayam, menyediakan pisang, dan menyiapkan satu nampan tumpeng.
Selain upacara adat, sistem pemerintahan di Dusun Karangtengah dahulu menggunakan metode tunjuk untuk memilih kepala daerah yang dianggap layak menjadi pemimpin. Sistem tunjuk ini berdasarkan pada adat yang berlaku dan perjanjian masyarakat yang dibuat antara tahun 80-an dan 90-an.
Pada masa itu, ada kesepakatan bahwa jika kepala desa berasal dari Desa Glanggang, maka carek atau wakilnya harus dari Dusun Karangtengah, dan sebaliknya, jika kepala desa berasal dari Karangtengah, careknya harus dari Glanggang. Namun, sistem pemerintahan ini mulai berubah setelah tahun 90-an, kemungkinan akibat pengaruh demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H