Mohon tunggu...
Fiter YopiValendra
Fiter YopiValendra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fiter Yopi Mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang

Mahasiswa universitas Kanjuruhan Malang

Selanjutnya

Tutup

Book

Novel ini Tidaklah Seram Seperti Covernya

3 April 2024   02:28 Diperbarui: 3 April 2024   02:34 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Karya Raisa Saraswati/dokpri 

"Peter van Gils, seorang keturunan Belanda tulen yang hidup di Jawa Barat. Usianya 6 tahun, tak tahu banyak tentang kehidupan yang sedang dijalani oleh keluarganya. Bandoengsche atau Bandoeng merupakan kota kelahirannya, saat ini dikenal dengan sebutan kota Bandung. Namun, ayahnya ditugaskan ke tempat lain tak jauh dari Bandoeng sesaat setelah Peter lahir, memboyong keluarganya ke kota itu."

   Dari penggalan paragraf tersebut, Risa Saraswati menggambarkan masa penjajahan Belanda di Indonesia. Nama Bandoeng sebutan dalam bahasa Belanda untuk kota yang sekarang dikenal sebagai Bandung di Jawa Barat, Indonesia. Asal usul nama ini dapat ditelusuri ke zaman kolonial Belanda di Indonesia. Kota Bandung awalnya adalah sebuah desa kecil yang bernama Kampung Bandung. Pada abad ke-17, Belanda mulai mengembangkan daerah tersebut sebagai pusat perdagangan rempah-rempah.

   Pada tahun 1786, pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah pos perdagangan di kawasan tersebut yang dikenal sebagai "Bandoeng". Nama ini kemungkinan berasal dari kata dalam bahasa Sunda "bendung" yang mengacu pada bendungan atau saluran air yang digunakan untuk mengairi sawah. 

Pada tahun 1810, Bandoeng resmi diakui sebagai kota kecil. Selama masa kolonial, kota ini menjadi salah satu pusat penting bagi pemerintahan Hindia Belanda di Jawa Barat. Setelah kemerdekaan Indonesia, penulisan ulang dalam ejaan Indonesia menyebabkan nama kota tersebut berubah menjadi "Bandung". Namun, jejak sejarah dan warisan budaya kolonial masih dapat ditemukan di kota ini hingga saat ini.

   Peter van Gils, tokoh utama yang diceritakan oleh Raisa Saraswati di novel berjudul "Peter", terbit pada tahun 2017 cetakan ke 7, jumlah halaman 176 halaman. Raisa terkenal sebagai penyanyi dan penulis lagu, ia seorang indigo yang mempunyai teman hantu, salah satunya adalah Peter. Raisa tertarik untuk menulis novel dari kisah teman-teman hantunya, dimulai dari Peter.  

Peter si anak yang pemalas dan begitu manja pada ibunya. Beatrice sesosok ibu yang sangat menyayangi anak semata wayangnya itu, bahkan selalu membela anak nya. Berbeda dengan Albert, sesosok ayah yang kata Peter sangat menakutkan, Albert mendidik Peter sangat keras, hal ini dilakukan agar kelak anaknya menjadi seperti dirinya. Namun fisik dan kepribadian Peter menjadi konflik di keluaga tersebut, ayahnya merasa fisik Peter yang tubuhnya kecil, pendek, dan tidak pintar adalah aib yang memalukan.

   Cover buku ini memang menimbulkan asumsi tentang kisah seram yang melibatkan hantu-hantu atau mahluk astral. Namun, dalam kenyataannya, sebagian dari asumsi tersebut terbukti benar, sementara sebagian lainnya tidak. Meskipun kisahnya melibatkan elemen-elemen supernatural seperti hantu atau mahluk astral, buku ini tidak terlalu menekankan unsur seram. Sebaliknya, menurut saya, buku ini lebih menginspirasi daripada menakut-nakuti.

   Novel ini memang tidak tebal, namun sangat cocok untuk para pembaca yang tidak terlalu suka novel yang tebal, juga sangat cocok untuk melatih membiasakan membaca. Saya menghabiskan membaca novel ini hanya dua hari saja. Dengan novel ini kita juga belajar dari nilai moral yang diusung novel ini, ketika Peter belajar bersama mamanya di taman, ketika itu Peter memetik bunga, mamanya berpesan agar perbuatannya tidak diulangi, memetik bunga sama saja melukai hati mamanya. Ini mengajarkan kita untuk selalu menyayangi dan merawat lingkungan sekitar.

   Walaupun Peter digambarkan menjadi anak yang banyak kekurangannya, saya mengaguminya. Karena sedikit mirip dengan saya, sebagai anak semata wayang hal yang wajar jika menjadi manja, sebab kasih sayang hanya diberikan oleh satu anak. Seharusnya orang tua tidak terlalu keras mendidik anak, yang terpenting mendidik agar mandiri. 

Saat memasukki jalannya cerita, saya merasa melihat cerminan saya sendiri. Pada saat Peter pertama masuk sekolah, ia ditemani oleh mamanya, didalam kelas Peter menjadi bahan lelucon teman-temannya karena tak pandai berbahasa Belanda ketika ditanya gurunya. Ini mengingatkan saya waktu SD menjadi bahan guyonan dikelas dan dianggap tak mampu mengerjakan soal yang dianggap mudah, saya pun mengadu ke ibu saya dan akhirnya teman-teman saya dimarahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun