Mohon tunggu...
Fiter Antung
Fiter Antung Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lebih senang disebut sebagai pemerhati Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

RT BERSIH, Manifestasi Budaya Luhur Bangsa Indonesia (Program Unggulan Kab. Malinau – Gerdema Jilid Dua)

15 Juli 2016   11:08 Diperbarui: 15 Juli 2016   11:42 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saya berargumen, bahwa budaya merupakan asimilasi berbagai unsur kehidupan yang berlandaskan pada kekuatan adat dan bersendikan pada tatanan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang, maka cukup bijak kalau kemudian sayapun berasumsi bahwa menggali kembali salah satu warisan genetis nenek moyang masyarakat Indonesia, yaitu gotong royong, adalah upaya cerdas melestarikan budaya bangsa. Sudah sejak lama gotong royong menjadi common identity bangsa ini

. Keunikan Indonesia, salah satunya dikenal oleh dunia karena gotong-royong. Malinau, Kabupaten disebelah utara pulau Kalimantan, mengusung budaya gotong-royong dalam bentuk program unggulan, yang dimanifestasikan pada jargon RT BERSIH, dengan dua tujuan kualitatif, yaitu mewujudkan lingkungan masyarakat yang Rapi – Tertib – Bersih – Indah – Harmonis, serta melegitimasi lembaga RT (Rukun Tetangga)  sebagai ‘the extension’ dari Pemerintah Daerah, agar setiap individu masyarakat benar-benar memiliki andil serta merasakan hasil dalam setiap gerak pembangunan.

Desain budaya gotong royong yang terkonstruksi dalam program bulan bhakti RT BERSIH, menjadi gagasan humanis untuk menghidupkan kembali dasar filosofis bangsa Indonesia. Semangat kebersamaan telah sejak lama hadir di tengah-tengah masyarakat. Gotong royong tidak mengenal rasisme. 

Batasan pada sistem agama, suku, maupun golongan, menjadi baur dalam lintasan budaya. Untuk menjebatasi relasi dalam kemajemukan, saya meyakini bahwa budaya gotong royong menjadi perekat sosial paling efektif. Artifisial term RT BERSIH, oleh Pemerintah Kabupaten Malinau, tentu memiliki makna yang jauh lebih mendalam. Tidak hanya berkisar dalam lingkup kelembagaan, namun merasuk pada sisi psikologis masyarakat Malinau, untuk mengangkat Budaya Gotong Royong sebagai kearifan lokal serta budaya yang mengakar di Bumi Intimung.

Pada sudut humanisme, peran RT (Rukun Tetangga) sebagai lembaga kemasyarakatan adalah host penggerak masyarakat untuk aktif berperan mencermati, bertindak dan acuh terhadap lingkungan sekitar. RT adalah agen pembaharu yang (harus) memiliki kapabilitas unggul hingga mampu bertindak, setidaknya, berdedikasi dan selaras dengan jalur pembangunan Pemerintah Daerah. 

RT Menjadi ujung tombak gerakan membangun pemerintahan desa. Dan tentulah tidak berlebihan, saya mengangkat dua jempol keatas untuk kegiatan pemilihan RT Serentak yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Malinau, sebagai refresentasi atas  ‘legitimasi’ warga untuk memilih Ketua RT, yang dipandang mampu menyandang tugas sebagai agen pembangunan pada lingkup komunitas masyarakat setempat.

Saya meyakini, bahwa arah Pemerintah Kabupaten Malinau untuk menyelenggarakan pemilihan RT Serentak bukan sekedar berujung pada predikat awarded oleh Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI), tetapi jauh melampaui asa dan keinginan masyarakat Malinau untuk bersanding bersama daerah lain mewujudkan masyarakat yang berbudaya serta beradab. 

Ganjaran MURI kepada Kepala Daerah Malinau, Dr. Yansen TP, bukan hanya sekedar berhenti pada prosesi awarding ceremony belaka, sejatinya, menjadi ‘cemeti’ untuk merangsang bergulirnya roda pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan pada komunitas RT. Penghargaan oleh MURI kepada Bupati adalah lambang kesuksesan masyarakat Malinau agar bereaksi positif untuk totally bersemangat dan bekerjasama membangun Bumi Malinau yang INTIMUNG.

Di sisi religius, program RT BERSIH dapat menjadi ‘dogma’ spiritualitas warga Malinau. Lembaga agama memiliki kekuatan  merangkul warga untuk ‘bekerja’ ataupun ‘melayani’ atas nama Tuhan. Peran para pemimpin umat sangat stategis dan sentral untuk mengkondisikan masyarakat Malinau membangun budaya gotong royong menjadi ‘kebutuhan spiritualis’. Entitas dogma tersebut tentu mendekripsikan lingkungan yang rapi tertib bersih indah serta harmonis. Sedangkan esensi yang muncul akhirnya mewujudkan Malinau yang sehat dan asri.

Di Indonesia dikenal beberapa istilah yang menggambarkan budaya gotong-royong masyarakat setempat. Di Bangkalan-Madura, Jawa Timur, ada istilah Song-Oshong Lambung, merupakan istilah kerja sama yang ada di lingkungan masyarakat Madura, termasuk pekerjaan bertani garam. Umumnya petani di Madura bekerjasama pada saat mengumpulkan garam yang nantinya akan membentuk bukit-bukit garam berwarna putih di seluruh areal pembuatan. 

Ada juga istilah Mapalus dari daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Mapalus merupakan bentuk kerjasama masyarakat yang saling menolong secara aktif dalam mencapai tujuan bersama, misalnya bekerjasama membantu tetangga pindah rumah dengan mengangkat rumah tersebut ke daerah yang baru. Hampir di setiap wilayah di Indonesia, terdapat istilah-istilah yang membumi untuk menaikan ‘adrenalin’ keperdulian terhadap lingkungan sekitar. Istilah tersebut cukup efektif dan justru ikonik untuk daerah mereka masing-masing. Apalagi, pernah ada ‘Kabinet Gotong Royong’ bentukan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarno Putri, yang seakan mentasbihkan bahwa benar adanya, gotong royong adalah budaya luhur bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun