Mohon tunggu...
Humaniora

“ Dali Guru Bura“

6 April 2016   08:25 Diperbarui: 6 April 2016   08:51 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="https://alanmalingi.wordpress.com/2014/07/17/syiar-dalam-syair"]        [kegiatan kelompok Ziki Guru Bura di desa Rai Oi kecamatan Sape]

 

Dali ini pertama kali di bawa dan di kenalkan oleh bapak Hj. Abdurahman yang sekaligus menjadi  guru untuk mempelajari dali tersebut. Seiring berjalan waktu dali ini di kenal dan di pelajari oleh banyak masyarakat Bima sampai sekarang, pada akhirnya beliau meninggal dunia dan dali ini di teruskan oleh murid-muridnya, dan setelah beliau meninggal orang mengenalnya dengan nama  “guru bura” dan akhirnya dali ini di namakan menjadi “ dali guru bura”. 

Dali ini di lakukan ataupun di laksanakan pada saat ruwah orang meninggal dunia  yang ke 3 hari, 7 hari dan 44 harinya orang meninggal. Sesuai dengan keinginan kondisi ekonomi keluarganya. Dali ini bertujuan untuk memberikan pencerahan, nasehat terhadap orang yang masih hidup untuk memperbanyak amal, beribadah kepada Allah dan bertaqwa kepadanya, mengingatkan akan adanya kematian yang menanti. 

Menceritakan bagaiman kehidupan akhirat yang sesuai dengan perbuatana kita di dunia, bila di dunia kita melakukan perbuatan baik maka di akhirat mendapatkan yang baik pula dan sebaliknya bila di dunia melakukan perbuatan yang di bencinya akan mendapatkan ganjaran di akhirat nanti sesuai dengan isi Al-Qur’an tetapi di terjemakan ke dalam bahasa mbojo dengan cara menggunakan irama-irama tertentu.

  Ntoko Dali merupakan Ntoko yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Patu berisi nasehat dan petuah untuk melaksanakan ibadah dan segala amal shaleh serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela. Nasehat itu berasal dari intisari dalil (dali), karena itu ntoko ini di berinama “dali”. Ntoko ini mulai populer pada zaman kesultanan , dijadikan sebagai media dakwah. Dari kegiatan ini masyarakat, bisa membangun kerjasama dan partisipasi antar sesama, gotong royong, simpati, tolong menolong dan rasa belasungkawan. 

Contoh patu dali :

Bismillah ditampu’u kai baca

Alhamdulillah ditampu’u kai roi

Ede dibae ade ita doho sa udu

Loaku mori sana ade ndai di ada

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun