Mohon tunggu...
Fiska Puspa Arinda
Fiska Puspa Arinda Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

fiskapuspa@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Cara Ringkas agar Otak Anak Selaras

19 Juli 2021   13:45 Diperbarui: 19 Juli 2021   13:51 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Familiar dengan rengekan anak-anak yang terkadang tidak masuk akal bagi kita? Misalnya meminta memakai kursi makan adik yang sudah tidak muat lagi untuknya. Banyak dari orang tua langsung menanggapi situasi tersebut dengan menjelaskan bahwa kursi itu bisa saja rusak jika dipaksa untuk dipakai. Lalu, apakah anak akan langsung mengerti bahwa kursi tersebut tidak bisa dipakai lagi olehnya? Anda mungkin justru mendapati anak-anak semakin tidak terkendali.

Menghadapi kondisi anak-anak yang terkadang tidak terduga adalah tantangan bagi orang tua. Orang tua sejatinya adalah fasilitator terbaik bagi anak. Anak-anak membutuhkan orang tua untuk dapat merasakan, memahami dan mengenal apa yang terjadi pada dirinya sendiri, orang lain ataupun lingkungan sekitar. Namun, kurangnya pemahaman kita terhadap hal-hal esensial dalam perkembangan manusia (khususnya anak) terkadang menghambat proses pengasuhan. Hal ini kemudian menyebabkan frustasi dan pelampiasan emosi kepada anak.

Situasi yang tergambar di atas akan menjadi lingkaran setan yang terus membelenggu kita saat membersamai tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, orang tua perlu untuk memahami bagaimana perkembangan anak, salah satunya adalah perkembangan otak anak. Lalu, bagaimana kita membantu anak-anak untuk mengoptimalkan perkembangan otaknya agar dapat mencapai kondisi psikologis yang ideal?

Pengalaman Membentuk Struktur Otak

Anak yang pintar dalam matematika biasanya dikaitkan dengan dominannya otak kiri. Sedangkan anak yang menyukai bidang seni akan dikatakan bahwa otak kanannya lebih dominan. Kalimat seperti itu tidak asing terdengar pada masyarakat kita. Apakah pemberian cap seperti itu benar adanya?

Realitasnya, dominannya otak kanan dan kiri memang dapat terjadi pada sistem saraf manusia. Namun bukan berarti bahwa seseorang dapat dilabel dominan otak kiri atau kanan. Hal itu dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dialami. Sebagai contoh, anak yang mengatakan bahwa dia takut berpisah dengan orang tuanya saat sekolah menunjukkan bahwa pada saat itu penggunaan otak kanan anak lebih dominan. Sementara itu, anak yang lebih dewasa ketika bertengkar dengan temannya akan mengatakan "aku tidak peduli jika kami tidak pernah berbicara lagi, aku benar dan dia salah". Kondisi ini menunjukkan bahwa anak sedang dalam dominansi otak kiri karena adanya penyangkalan emosi yang ia rasakan. Inilah yang disebut disintegrasi, dimana peran antara otak kanan dan kiri yang tidak selaras.

Sebelum jauh membahas bagaimana menyelaraskan otak kanan dan kiri, kita perlu tahu bahwa otak kita bersifat "plastis". Richard Bergland, seorang ahli saraf melalui Hebbian Theory (1949) mengungkapkan bahwa plastisitas otak memungkinkan otak manusia mampu membentuk kembali dan menghubungkan dirinya sendiri. Ini berarti otak berubah secara fisik sepanjang perjalanan hidup kita, bukan hanya di masa kanak-kanak, seperti yang kita duga sebelumnya. Lalu apa yang dapat membentuk otak kita? Daniel J. Siegel dan Tina Bryson dalam bukunya The Whole-Brain Child mengungkapkan bahwa pengalaman hiduplah yang akan membentuk struktur otak kita.

Pengalaman yang kita alami dengan anak kita sehari-hari akan menentukan struktur otak mereka. Setiap hal yang terjadi akan mempengaruhi bagaimana otak berkembang. Hal ini menjadi kabar baik bahwa melalui peristiwa sehari-hari kita memiliki kesempatan untuk memfasilitasi otak anak kita bekerja secara selaras.

Menyelaraskan Otak Kanan dan Kiri

Banyak penelitian yang telah mengungkapkan fungsi otak kanan dan kiri. Otak kiri adalah bagian otak yang logis, lingustik, literal dan linier. Sementara itu, otak kanan adalah bagian otak yang holistik dan nonverbal (mengirimkan dan menerima sinyal berupa ekspresi wajah, kontak mata, nada suara, postur dan gestur). Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa kedua bagian otak ini perlu bekerja secara selaras agar anak-anak dapat memiliki kondisi psikologis yang ideal.

Kondisi pandemi ini memungkinkan anak-anak memiliki keluhan seperti, "Ibu aku bosan dirumah terus." Beberapa dari kita mungkin akan menjawab, "Kita memang harus di rumah dulu karena banyak virus berbahaya." Pada situasi ini, anak-anak sedang mengalami gelombang emosi yang dahsyat pada otak kanannya tanpa banyak keseimbangan logika pada otak kiri. Bagaimana membantu mereka untuk dapat menyelaraskannya kembali? Berikut tiga cara ringkas agar otak selaras:

  • Mempertajam indra untuk memahami anak

Ketajaman indra ini digunakan untuk melihat lebih dalam makna bahasa tubuh yang anak-anak tunjukkan, memahami emosi yang dia rasakan dan pada akhirnya kita mampu merespon sesuai dengan apa yang ia butuhkan saat itu. Psikolog Okina Fitriani dalam bukunya The Secret of Enlightening Parenting menjelaskan bahwa latihan mempertajam indra secara konsisten dapat membantu orang tua mendapatkan informasi lebih banyak dan membuat anak merasa dimengerti. Jadi, orang tua perlu berlatih mempertajam indranya untuk memahami anak sedang berada dalam dominansi otak kanan atau kiri.

  • Menghubungkan diri dengan anak 

Melalui ketajaman indra, orang tua akan mendapatkan informasi tentang dominansi otak anak pada saat itu. Setelah tahu anak-anak sedang dalam dominansi otak kiri atau kanan, orang tua dapat menghubungkan diri dengan anak sesuai dengan dominansi otaknya. Jadi, berdasarkan contoh kasus di atas, anak-anak sedang dalam dominansi otak kanan. Tugas orang tua pada saat ini adalah menghubungkan diri kita dengan otak kanan anak. Bahasa tubuh seperti mendekat kepada anak, menyejajarkan tubuh dengan anak, memeluk atau mengelus kepala dapat dijadikan alternatif respon pertama yang diberikan kepada anak.

Setelah itu, komunikasikan apa yang dirasakan anak sebenarnya. Misalnya, "Ibu, aku bosan dirumah terus", kita jawab "Iya, pasti bosan ya dirumah terus dan tidak bisa bermain dengan bebas di luar. Coba kalau bisa diberi angka antara 1 sampai 10, bosannya di angka berapa?" Menerima emosi anak dan mendengarkan dengan tulus apa yang dia ceritakan akan membantunya untuk mengenali dan meredam emosi negatif yang dia rasakan.

  • Mengarahkan kembali untuk menyelaraskan cara kerja otak

Setelah selesai menghubungkan pada emosi yang didominasi otak kanan, maka kita arahkan kembali untuk bisa berpikir secara logis yang merupakan tugas otak kiri. Beberapa kegiatan yang dapat mengajak anak untuk berpikir logis antara lain: memberikan kesempatan diskusi, menyusun alternatif solusi, dan membuat kesepakatan bersama.

"Bagaimana ya kira-kira agar kita tidak bosan meskipun harus dirumah terus? Apakah kita perlu membuat permainan yang seru? Permainan apa yang ingin kamu lakukan bersama ibu dan ayah? Ayo coba kita diskusikan!"

Seperti itulah contoh sederhana yang dapat kita praktikkan dalam menyelaraskan otak anak. Kemampuan menyelaraskan otak kanan dan kiri ini erat kaitannya dengan kemampuan pengelolaan emosi, empati, mengambil keputusan, dan lain-lain. Hal inilah yang dapat menjadi bekal menghadapi tantangan masa depan. Anak-anak tidak membutuhkan orang tua yang sempurna, namun orang tua yang dapat memahami mereka dengan baik.

Referensi

Bergland, C. (2019, August). Dipetik Juli 2021, dari Psychology Today: https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-athletes-way/201908/study-shows-left-brain-right-brain-reconfiguration-in-action

Siegel, D.J. & Bryson, T. P. (2011). The Whole-Brain Child. United States: Delacorte Press.

Fitriani, O. (2018). The Secret of Enlightening Parenting. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun