Tears (kerobekan) mikroskopik pada otot membuat serabut otot robek dan miofibril (sel otot) memperbanyak diri disertai pelebaran pembuluh darah yang memicu spasme otot dan rasa nyeri. Otot yang dilatih pertama kali akan merobek serabut otot untuk mencapai kapasitas yang baru yang dikenal dengan hipertrofi. Bila kapasitas otot yang baru terbentuk, maka latihan yang sama dengan beban yang sama tidak akan menyakitkan tubuh seperti sebelumnya. Penambahan intensitas, beban, dan durasi latihan akan memperbesar serabut otot dan memperbanyak miofibril sehingga otot lebih kuat dan stamina fisik meningkat.Â
Efek DOMS biasanya berlangsung 3 hari. Inilah proses yang menggambarkan mengapa seseorang yang tidak pernah bergerak/berolahraga akan merasakan sakit pada sekujur tubuhnya setelah ia berolahraga. DOMS dapat mengakibatkan rasa nyeri hebat pada tubuh. Adapun pertolongan awal yang dapat dilakukan yaitu berendam pada air es selama 2 menit atau kompress es pada bagian tubuh yang nyeri selama 15 menit.Â
Pada awal berolahraga seperti berjalan kaki atau berjoging, orang yang tidak terbiasa akan cepat terengah-engah dan terbebani rasa capai berlebihan. Selain ototnya mengalami nyeri karena DOMS, kapasitas maksimal volume pernapasan paru-parunya masih rendah. Kemampuan otot pernapasan dalam  mengembang saat berjalan atau berlari belum mencapai kapasitas yang mumpuni.Â
Selain itu, otot jantung yang tidak terlatih juga menyumbang rasa lelah dan napas tersengal-sengal saat berjalan atau berlari. Berjalan menanjak dan berlari cepat jauh lebih melelahkan bagi individu yang jarang bergerak. Biasanya keesokan harinya setelah bangun dari tidur, mereka akan mendapati tubuhnya sakit dan tidak bisa bangun. Bila ini terjadi, tentu dia akan sulit bekerja atau beraktivitas. Solusi mudah yaitu beristirahat selama satu hari untuk mengembalikan kekuatan fisik. Selain itu, makan makanan berprotein tinggi dari hewani dan telur yang dapat membantu mempercepat proses recorvery.Â
Saat kita berolahraga, terjadi peningkatan panas otot dan sendi terlumasi. Kemudian volume pernasan dan disertai kerja otot jantung memompa darah sehingga terjadi peningkatan sirkulasi darah. Peningkatan panas tubuh memicu sistem homeostatis tubuh bekerja dengan menyeimbangkan panas tubuh dalam bentuk sekresi keringat dari pori-pori kulit. Sekresi keringat bermanfaat mengeluarkan sisa metabolisme dan detoksifikasi pada tubuh. Adapun kebutuhan energi yang diperlukan dari pembakaran karbohidrat dan gula selama olahraga berlangsung. Maka dari itu, kelebihan kalori dari konsumsi makanan akan mudah terbakar saat berolahraga.Â
Pada saat berolahraga, seluruh sistem pada tubuh saling berkoneksi dan bekerja. Olahraga meningkatkan kerja hormon endorphin, kapasitas jantung-paru, meningkatkan sirkulasi darah, menguatkan, memperbesar kapasitas, dan meningkatkan elastisitas otot, meningkatkan imunitas tubuh, dan menurunkan stress/ kecemasan. Bila melihat manfaatnya jauh lebih besar daripada rasa nyeri pada awal berolahraga, tentu kita akan memilih manfaatnya.Â
Namun mengapa masih sulit untuk berolahraga?
Kembali lagi pada comfort zone tubuh dan memori akan rasa sakit yang diakibatkan oleh olahraga membuat sebagian besar orang menghindarinya. Kebiasaan yang sulit dibangun tentu akan selamanya sulit mencapai keamanan fisik dan mental. Jarang bergerak berisiko pada penyakit kritis dan cardiometabolik. Bagaikan asuransi, tidak ada garansi baik yang diberikan pada tubuh bila terbiasa pada comfort zone. Namun, bila kita memacu diri untuk bergerak dan berolahraga, garansinya tubuh terhindar dari sejumlah faktor risiko penyakit kritis dan kardiometabolik.Â
Kemudian, apa yang masih membuat kita sulit berolahraga?
Jawaban yang mudah yaitu rasa malas. Sifat manusia yang sangat buruk yaitu rasa malas itu sendiri. Rasa malas lebih banyak merugikan daripada memberikan manfaat positif. Orang malas tentu tidak akan mencapai apapun pada hidupnya. Seperti malas bergerak dan berolahraga, pada suatu hari otot dan sendi tubuh akan mudah mengalami pengapuran sendi, penyempitan saraf, pengeroposan tulang, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kita sering melihat dan mendengar bahwa banyak orang paruh baya dan lansia mengalami penyakit sendi, otot, saraf, hingga penyakit kritis. Lansia yang mengalami nyeri sendi dan otot biasanya tidak pernah berolahraga saat mudanya. Namun, lansia yang mengalami penyakit kritis seperti kardiometabolik bisa saja sewaktu mudanya lebih menyukai makanan tinggi lemak, gula, dan garam. Mereka juga jarang berolahraga sehingga metabolisme tubuhnya tidak mencerna kalori makanan yang dimakan. Kalori berlebihan tersebut menumpuk menjadi perlemakan organ jantung dan hati serta menyempitkan saluran pembuluh darah dengan menempelnya plak-plak lemak dari makanan.Â