Mohon tunggu...
Fisio Yuliana
Fisio Yuliana Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi Fisioterapi

Perkuat literasi dengan membaca! Sebuah Halaman yang membagikan kualitas kesehatan mental, fisik, gerak tubuh, dan hubungan manusia. Bacalah 1 artikel setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Interaksi ChatGpt terhadap Kognitif Otak

14 Desember 2024   08:30 Diperbarui: 17 Desember 2024   11:35 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OpenAi meluncurkan ChatGpt yang merupakan salah satu bagian dari pengembangan generative artificial intelligent (GenAi) dengan beragam kemampuan kompleks seperti berbahasa, penyusunan teks, membuat gambar, menyajikan grafik, memberikan informasi, dan sebagai search engine. ChatGpt hanya bertugas atau berfungsi sebagai tools pendamping dalam proses efisiensi tugas individu. 

Dunia dengan GenAi ChatGpt

ChatGpt bekerja dengan memproses informasi perintah yang disebut prompt ke dalam algoritma probabilitas yang kemudian mengeluarkan output sesuai dengan tujuan prompt yang diminta pengguna.

ChatGpt dirancang mirip dengan neuron pada otak manusia. Proses informasi yang diberikan dikomunikasikan dalam reseptor kecerdasan buatan, informasi tersebut diolah dan dimunculkan dalam berbagai bentuk probabilitas beragam, dimana setiap informasi yang dimasukan akan memunculkan output yang berbeda-beda. 

Prompt yang sama dimasukan oleh individu yang berbeda akan menghasilkan output yang berbeda. Maka, disinilah uniknya perangkat kecerdasan buatan ini. ChatGpt dibuat dengan jutaan probabilitas yang berbeda pada outputnya. Seringkali, keistimewaan ini dianggap tidak ada celah kemiripan karya tulis, gambar, data, dan jurnal ilmiah pada masing-masing individu.

Rupanya anggapan ini sangat keliru, walau ChatGpt direkayasa dengan prompt closed ended yang kompleks dan spesifik untuk tujuan outputnya, tetap saja ada celah perangkat GenAi lain mengidentifikasi bahwa output tugas tersebut bukanlah hasil pemikiran manusia. Perangkat GenAi yang mampu mendeteksi pekerjaan Ai yaitu turnitinAi, grammarlyAi, dan perangkat pendeteksi pengenalan pekerjaan AI. 

ChatGpt mampu merangkai kalimat efektif dan dapat menyamar menjadi siapa saja yang memasukan prompt. Sebagai contoh, seorang pelajar SMA mencoba menyamar menjadi ahli nuklir, maka ia merekayasa prompt ke dalam spesifikasi terkait identifikasi peran/pekerjaan utama pengguna, apa saja prestasinya, keahliannya, pengalamannya, temperatur bahasa, dan tugas prompt baru yang diinginkan pelajar tersebut. Maka ChatGpt akan menghasilkan output sesuai peran prompt yang dimasukan. Pemanfaatan GenAi yang menyimpang dan tidak beretika berdampak pada masa depan manusia. 

Siapakah sebetulnya yang benar-benar ahli di bidang tersebut? Apa jangan-jangan program nuklir yang terbentuk ternyata ulah pelajar SMA. Maka, diperlukan regulasi pemerintah untuk mengatur penggunaan GenAi dengan menambahkan kurikulum terkait GenAi ke dalam pelajaran sekolah dan universitas. Pelajar, mahasiswa, akademisi, praktisi, dan masyarakat dapat memahami aturan regulasi pemanfaatan GenAi dengan positif dan bijak. 

Proses belajar manusia dirancang pada level terbawah hingga level puncak. Pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi merupakan wadah pembentukan kemampuan berpikir kritis, mengasah karakter, pengembangan diri, dan penguatan mental. Belajar dan menggeluti ilmu mendalam pada bidangnya ditujukan untuk mencerdaskan seseorang dan menjadi ahli di bidang tersebut. Proses pembelajaran yang ditempuh secara bertahap, progresif, dan jam terbang tinggi dengan sistem pengulangan penerapan teknik yang dipelajari, akan membuat individu pakar di bidang tersebut.

Informasi output yang dihasilkan oleh ChatGpt tidak sepenuhnya benar. Banyak informasi palsu yang dikarang oleh kecerdasan ChatGpt. ChatGpt sangat lihai dalam mengarang jawaban dari prompt yang dimasukan ke dalam sistem. Rekayasa informasi dapat terjadi, dimana seolah-olah rangkaian informasi tersebut tampak akurat disertai dengan referensi. Faktanya, referensi yang dimunculkan ChatGpt sebagian besar hanyalah buah pemikiran akal-akalannya untuk menyamarkan segala bentuk jawaban prompt yang diinginkan pengguna. 

Bila individu menerima mentah-mentah seluruh output yang disampaikan ChatGpt, maka individu tersebut terjebak dalam skema fiktif pemikiran mesin ChatGpt. Perlu diingat bahwa, ChatGpt hanyalah mesin buatan manusia. Mesin kecerdasan buatan yang menyerupai model otak manusia, tidak akan sempurna melebihi kemampuan berpikir kritis otak manusia. Di sinilah, peran kita sebagai manusia yang memiliki kecerdasan original, dimana otak kita didesain untuk berpikir rasional, kompleks, dan terstruktur. 

Fokus pada inteligensi otak manusia mampu mengalahkan segala bentuk keterbatasan. Banyak membaca artikel dan buku kritis, teori pengembangan bidang ilmu spesifik, meningkatkan kemampuan diri lewat kursus, dan mengasah otak dengan menjawab dan memecahkan soal-soal HOTS yang memerlukan penalaran tinggi merupakan cara untuk mengaktifkan komunikasi antar neuron dan meningkatkan kinerja seluruh bagian otak, baik itu otak besar dan otak kecil. Paparan pembelajaran tingkat tinggi mampu menyehatkan otak sehingga individu tersebut menjadi lebih rasional, kritis, bijak, dan berkarakter.

Kemampuan kognitif dapat berkembang jika individu tersebut mau mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi pengembangan cara berpikirnya. Proses berpikir yang sistematis dan mendalam pada dinamika tugas dan kerja memang dirancang untuk meningkatkan kemampuan kognitif manusia. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan menghadapi problema tugas dan kerja dapat diperbaiki dengan mengikuti pembelajaran spesifik terkait tugas/kerja tersebut. Tugas kita sebagai manusia  yaitu fokus pada kinerja otak untuk berpikir dalam memecahkan dan menemukan jawaban dari pertanyaan tugas/kerja yang spesifik. 

Seringkali dalam proses memecahkan problematika tugas/kerja menuntut waktu yang tidak sebentar. Proses tersebut membutuhkan referensi dari berbagai riset papper, informasi pakar, buku ilmu pengetahuan, program kursus/pelatihan, dan sebagainya. Menguraikan, memilah, dan mengerucutkan informasi dari berbagai referensi menjadi beban kognitif bagi otak. Biasanya kita akan merasa buntu, kusut, burn out, lelah, mengantuk, dan sulit berkonsentrasi. Bila ini sudah dirasakan, artinya otak kita mulai mengalami kelelahan kognitif. 

Beban kognitif lumrah dirasakan oleh kita sebagai manusia. Ketika kognitif mengalami pembebanan di luar kapasitasnya, maka diperlukan daya tampung otak yang lebih luas. Untuk memperluas daya tampung otak, kita memerlukan nutrisi yang seimbang bagi perkembangan otak. Makanan mengandung omega 3 dan protein seperti ikan, daging, kedelai, dan kacang-kacangan sangat baik untuk kesehatan otak.

Selain meningkatkan asupan nutrisi, diperlukan istirahat seperti tidur malam yang cukup yaitu 6 hingga 7 jam setiap hari, serta membiasakan membaca dan menulis. 

Aktivasi Otak

Sumber: https:/www.unsplash.com
Sumber: https:/www.unsplash.com

Saat kita belajar berbagai hal dengan membaca dan menulis, otomatis bagian otak besar yaitu pada lobus frontal dan parietal serta area brocha diaktivasi dan bekerja sama memproses informasi baru kemudian informasi tersebut disimpan pada lobus temporal (penyimpanan memori).

Saat mengerjakan tugas dan kerja dengan membaca, menulis, dan mendengarkan maka fungsi kecerdasan dan konsentrasi pada lobus frontal menjadi lebih aktif. Tugas yang telah kita pelajari di hari tersebut akan tersimpan dengan baik dan kita dapat mengingatnya pada keesokan harinya dan dalam jangka waktu tertentu pada lobus temporal dengan beristirahat yang teratur dan cukup setiap hari.  

Menurut artikel brainfacts, Saat mempelajari hal baru, neuron dari berbagai bagian otak saling berkomunikasi. Paparan pembelajaran yang intens membuat otak semakin kuat dan komunikasi antar neuron lebih efisien. 

Perlu pemahaman dasar bagaimana otak bekerja saat kita menerima informasi baru. Otak terdiri atas miliaran neuron. Neuron-neuron memiliki dendrit yang bertugas menerima informasi dan akson bertugas mengirimkan informasi. Neuron-neuron ini saling berkomunikasi melalui sinyal listrik dan kimia. Transmisi dalam neuron bersifat listrik yang disebut potensial aksi. Transmisi antar neuron bersifat kimia dan berlangsung pada celah kecil yang disebut sinaps. 

Setelah potensial aksi mencapai neuron presinaptik, neurotransmitter dilepas di sinaps dan diterima oleh neuron postsinaptik. Neuron-neuron otak kita saling berkomunikasi saat mempelajari sesuatu. Semakin sering dan mendalam kita mempelajari sesuatu, maka komunikasi antar neuron jauh lebih mudah, efisien, dan akurat. 

Pada saat awal kita mulai mempelajari sesuatu, tentu bagian otak besar dan otak kecil kita akan diaktivasi yaitu bagian korteks motorik, penglihatan, dan pendengaran. Awal mula mempelajari hal baru, terdapat kesulitan karena komunikasi antar neuron masih lemah. Pembelajaran yang baru dan asing akan memudahkan kita untuk melupakannya begitu saja.

Namun, bila paparan pembelajaran tersebut dilakukan secara bertahap dan semakin lama semakin dalam, maka komunikasi neuron-neuron pada otak semakin terbiasa, lancar, dan otomatis.

Sebagai contoh, saat kita mempelajari cara membuat pakaian, awalnya kita menghadapi tantangan yang sukar. Namun, setelah lancar membuat pakaian, pada beberapa bulan kita sibuk dan tidak membuat pakaian, kemudian saat kembali membuat pakaian, kita tentu ingat bagaimana cara melakukannya dengan baik, walau sudah lama kita tidak melakukannya.

Kemahiran tidak didapat secara instan. Kemampuan menulis, memainkan alat musik, menggambar, dan sebagainya, semuanya ini dipelajari dan direkam oleh otak. Saat kita menjadi mahir dalam bidang tertentu, disanalah kita tahu bahwa mana yang tepat dan mana yang tidak. Kita dapat menilai hal-hal yang telah kita pelajari dengan lebih baik. Kita juga dapat memilah dan memutuskan konteks informasi tertentu benar atau salah.

Hadirnya GenAi membawa kemudahan dalam hidup. Efisiensi tugas dan kerja meningkat. Manfaat positif yang dapat menunjang pembelajaran kita. Namun, kita dapat menilai batas-batas penggunaannya.

Tidak hanya ChatGpt saja yang menyasar pada kemudahan tugas, genAi lain seperti typeset, open knowledged maps, scienceAI, dan sebagainya, diciptakan untuk menunjang tugas-tugas kompleks dalam penulisan ilmiah. Kehadirannya tentu dapat mengurangi lamanya waktu eksplorasi dan kelelahan kognitif saat membaca begitu banyak jurnal ilmiah. GenAI tersebut dapat meringkas puluhan jurnal dalam waktu yang cepat.

Disinilah kita manfaatkan kemudahan tersebut, namun keputusan tetap di tangan kita. Apakah kita akan tergantung pada ChatGpt dalam merangkai kalimat untuk jurnal/karya tulis kita? Tentu, bila kita terus meminta ChatGpt melakukan tugas menulis, maka semakin lama kita tidak dapat lagi berpikir dengan baik, dan justifikasi kita pun jadi blunder.

Bayangkan saja, neuron-neuron di otak akan semakin lemah karena kemampuan menulis kita telah berpindah dengan otomatisasi ChatGpt. Semakin lama, kita akan mengalami kebuntuan pikiran. Menulis 1 halaman saja bahkan sudah sulit tidak seperti sebelumnya. 

Kognitif berkaitan dengan kemampuan kita dalam memahami, mengambil keputusan, dan memproses informasi yang terkait erat dengan cara berpikir dan kapasitas mental saat mengolah informasi yang diterima oleh sistem indera. Saat kita menyimak suatu pembelajaran baik menggunakan video edukasi, membaca buku, mendengarkan tutor/guru/mentor, disanalah proses komunikasi antar neuron di otak terjadi. 

Penutup 

Menyimak dengan konsentrasi dan melakukan pencatatan saat menyimak, membuat peran kognitif kita lebih baik. Kita dapat menerima, memahami, mengambil keputusan, dan memproses pembelajaran tersebut dengan indera penglihatan dan pendengaran. Dalam hal ini mental kita ikut andil dalam menilai tingkat kesukaran atau kemudahan pembelajaran tersebut. Bila pembelajaran semakin sukar, maka mental kita semakin tertekan. Biasanya tekanan mental saat mengerjakan tugas dan mengerjakan ujian sangat tinggi. Tekanan mental ini berkaitan juga dengan beban kognitif saat belajar. 

Hadirnya genAi memang banyak berpengaruh terhadap penurunan beban kognitif. Namun, perlu pemahaman etika dan regulasi denhan sikap yang bijak dalam pemanfaatannya. Kalau bisa, hindari interaksi terlalu intens dengan chatGpt saat mengerjakan tugas menulis, menggambar, dan membuat karya apapun. Gunakan cara berpikir otak secara mandiri. Hal ini juga akan membuat otak kita selalu sehat. Semakin sering kita menangkap informasi yang baik, berolahraga, bergerak, berjalan kaki, maka kita tidak akan cepat memjadi si pelupa dan mencegah penyakit memori otak seperti demensia dan alzheimer. 

Semoga bermanfaat

Referensi tulisan

Brainfacts.org

Tulisan ini tidak menggunakan genAi. 

Segala informasi mengenai chatGpt merupakan eksplorasi ringkasan dan risets dari pembelajaran chatgpt dari berbagai sumber baik itu buku, jurnal ilmiah, pelatihan chatgpt, dan video edukasi oleh penulis. 



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun