Perhatikan orang- orang di sekeliling kita, apakah Anda menemukan orang yang sangat kompeten, ulet, dan rajin, namun keadaan hidupnya sangat biasa saja. Ia menduduki posisi pekerjaan tanpa jenjang karir dan menjalankannya dengan sepenuh hati yang bahkan memakan masa mudanya, tanpa terasa ia sudah cukup tua untuk berpindah pekerjaan atau mencari karir yang memiliki jenjang jabatan.Â
Akhirnya, ia pun tetap berdedikasi penuh pada pekerjaannya tersebut sampai waktu yang tidak dapat dipastikan atau hingga ia pensiun.
Orang tersebut bekerja dengan giat, selalu datang paling pagi bahkan tidak pernah terlambat, semua pekerjaan diselesaikan dengan baik serta penuh tanggung jawab. Â
Namun, ada orang yang terbilang malas, kurang motivasi, dan selalu datang terlambat ke tempat kerja, tetapi memiliki kondisi keuangan yang sangat baik.
Ia menjadi anak emas kebanggaan perusahaan, mendapatkan gaji yang besar dengan beban kerja yang minim. Setiap kali terlambat, tidak pernah mendapatkan teguran.
Mengapa orang seperti ini lebih mendapatkan kemudahan hidup dalam pekerjaannya?
Ternyata, di balik kemudahan yang terlihat, seseorang yang tampak beruntung juga pernah melalui kesukaran hidup sebelum mencapai posisinya saat ini.
Sebelum menduduki posisi terbaik, seseorang akan berupaya semaksimal mungkin dengan berulang kali mencoba. Anda mungkin sering mendengar berbagai kisah orang sukses di dunia yang berhasil setelah melalui puluhan hingga ribuan kali kegagalan. Kita sebut saja JK Rowling dan  Kolonel Sanders,Â
kedua Tokoh ini pantang menyerah untuk mengembangkan buah karyanya agar dapat disebarkan kepada dunia. Setelah puluhan purnama, mereka mendapatkan keberuntungan dengan bertemu seseorang yang berjodoh dengan karya mereka. JK Rowling berhasil menjual jutaan copy buku Harry Potter dan Kolonel Sanders sukses dengan bisnis KFC (Ketucky Fried Chicken).Â
Jika seandainya kedua Tokoh ini tidak pernah menemukan seseorang yang menjadikannya sukses seperti saat ini, mungkin sekarang keduanya menjalani kehidupan yang berbeda. Keberuntungan akan muncul setelah mencoba terus-menerus.
Sama halnya dengan saat kita mencoba mempelajari sesuatu dan ingin menguasainya. Pada awalnya hal itu akan sangat sulit, namun bila kita tetap terus berusaha untuk dapat memahami hal tersebut maka suatu saat kita dapat menguasainya.
Sebagai contoh, saat kita ingin mempelajari cara membuat sebuah kursi kayu. Kita harus mempelajari berbagai teori mengenai kriteria kayu apa saja yang dapat menghasilkan kursi yang kuat dan tahan lama. Kemudian kita mempelajari desain kursi yang ideal, ukuran kursi yang disesuaikan dengan rata-rata lebar bokong, panjang paha, dan panjang punggung orang pada umumnya.Â
Setelah itu, kita mempelajari bagaimana cara memotong kayu, membentuk potongan kayu, mengikir, menghaluskan permukaan kayu, dan menyatukannya dengan paku dan lem, setelah menghasilkan kursi yang sesuai, kita menguji kekuatannya, jika sudah sesuai, kemudian dilakukan pengerjaan tahap akhir dengan memberikan pewarnaan dan menyemprot anti rayap.Â
Bila proses ini baru dipelajari teorinya, ditulis rancangannya, dan melihat bagaimana tahap pengerjaannya, proses pengerjaan secara nyata tentu harus melalui berbagai tantangan pembelajaran. Bagi kita yang belum pernah memotong kayu, mengikir, menghaluskan, dan memaku kayu dengan tepat pasti akan melalui berbagai kesulitan di awal. Tetapi dengan berupaya terus-menerus, maka kita dapat membuat ribuan kursi di masa depan.Â
Namun apabila kita berhenti mencoba melalui proses mengerjakan sebuah kursi dengan hanya satu atau beberapa kali percobaan, tetapi tetap belum menghasilkan kursi yang kokoh, kemudian kita berhenti, maka kita tidak akan mendapatkan keberuntungan di masa mendatang.Â
Sama halnya dengan mempelajari alat musik, berlatih vokal, public speaking, menjahit pakaian, dan sebagainya. Semua keterampilan di dunia ini bisa dipelajari dan bila memang kita tertarik untuk mempelajari salah satu bidang dan berupaya maksimal dengan bidang tersebut maka kita akan sukses pada bidang tersebut.
Begitu pula yang dapat kita lihat dari kisah orang sukses, mereka memang berupaya maksimal dengan segala kekuatannya untuk mencapai keberhasilannya, tetapi tanpa faktor keberuntungan, mereka tidak akan seperti apa yang terlihat pada saat ini.Â
Mungkin mereka masih terus berusaha karena belum berhasil. Sampai kapan mereka berusaha, bisa saja ratusan ribu kali. Kembali lagi dari kisah Koloner Sanders yang harus mencoba hingga ribuan kali sampai resep ayam gorengnya menarik 1 orang yang akhirnya menjadikannya gemilang sekarang.Â
Faktor keberuntungan sangat erat kaitannya dengan berusaha semaksimal mungkin. Bagaimana kita dapat menarik perhatian seorang investor bila kita sendiri tidak menguasai bidang yang kita tawarkan kepadanya? Namun bila kita sudah semaksimal mungkin menjelaskan ide atau karya kita kepada investor dan mereka tidak tertarik, artinya memang mereka sama sekali tidak berminat, kita dan investor tersebut tidak berjodoh.
Maka, kita terus cari investor yang berjodoh dengan kita. Maka di antara sekian banyak usaha, jodoh pasti bertemu. Di luar sana pasti ada keberuntungan yang memihak kita.
Sekuat dan segigih apapun kita berusaha, bila kita tidak beruntung, kita belum menjadi apa-apa. Sama seperti JK Rowling, dari sekian banyak penerbit, ada 1 penerbit dimana anaknya diminta untuk membaca karya JK Rowling, anak itu menyukai karya JK Rowling, maka si Ayah pun menerbitkan karya JK Rowling. Seandainya saja, si anak penerbit tidak menyukai karya JK Rowling, mungkin hingga saat ini kita belum mengenal JK Rowling, atau Ia masih mencoba peruntungannya di luar sana. Beruntungnya lagi, ia menemukan penerbit yang memiliki kharisma sangat kuat di industri penerbitan buku.Â
Kita kembali pada dua kisah di awal, dimana satu orang yang terlihat belum beruntung, walau ia sangat rajin, tekun, tidak pernah terlambat, dan bekerja keras, masih mengalami kehidupan yang biasa. Ini mungkin belum keberuntungannya, bisa saja ia masih dalam tahap berusaha, ia belum menemukan jodoh kesuksesannya saat ini.Â
Sedangkan orang satunya, ia terlihat begitu beruntung, menjadi orang kepercayaan, hanya saja sikapnya sudah tidak menggambarkan seseorang yang patut menjadi panutan. Ia semakin sering terlambat, bekerja tidak maksimal, tidak termotivasi, namun tidak pernah mendapat teguran dari atasan. Kenapa ia bersikap demikian?Â
Tahap kehidupan saat ini yang sudah ia idamkan sejak dahulu selagi ia masih berupaya keras sudah terwujud, maka ia pun sudah pada tahap bosan dan tidak bergairah. Itulah yang kita lihat pada dirinya saat ini. Mungkin saja apa yang didapatnya saat ini suatu hari nanti tidak  lagi menjadi keberuntungannya.Â
Selagi saat ini di antara kita masih dalam proses belajar, berusaha, dan berjuang, jangan pernah untuk menyerah pada keadaan dan kesulitan. Kesulitan itu hadir untuk memperkuat kita. Terus berusaha dan keberuntungan kita akan mendekat. Bila tidak berusaha, kita tidak akan pernah beruntung.Â
Bila kita sudah mencapai posisi kesuksesan saat ini, nikmati kebosanan tersebut, namun jangan pernah mengubah kualitas Anda. Tetaplah menjadi diri Anda yang selalu mau belajar, berinovasi, dan ajarkan ilmu yang Anda kuasai pada orang-orang di sekitar Anda. Maka, kebosanan dalam tahap kehidupan makmur yang Anda jalani saat ini, tidak menurunkan kualitas kepribadian Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H