Namun, membesarkan anak pada usia lanjut tidaklah mudah, seorang ibu lansia memerlukan bantuan pengasuh untuk memandikan dan memberi makan bayi. Pasangan lanjut usia memiliki bayi di usia senjanya memerlukan dukungan keluarga dan orang lain untuk membesarkan anak mereka. Terlepas dari itu, hal ini sangat luar biasa.Â
Menurut jurnal penelitian Kaltas, dkk (2023) bahwa wanita di atas 35 tahun memiliki risiko infertiliti, masalah kehamilan, aborsi spontan, kelainan kandungan, dan masalah setelah melahirkan. Pada pria yang lebih tua memiliki masalah terhadap kualitas sperma dan kemampuan untuk menjadi ayah. Angka harapan hidup yang lebih tinggi, rata-rata upah yang lebih tinggi, usia pernikahan yang lebih tua, dan perubahan status sosial perempuan merupakan faktor penyebab pasangan menunda memiliki anak.Â
Pasangan yang menikah pada usia tua memiliki kemungkinan risiko terhadap anomali kandungan dan kematian janin dalam kandungan. Selain itu, pria yang lebih tua berisiko memiliki keturunan dengan morbiditas psikatrik dimana anak kemungkinan lahir dengan autisme, hiperaktif, psychosis, bipolar disorder, penggunaan obat terlarang, dan bunuh diri.Â
Selain itu, keturunannya dapat mengalami morbiditas akademik dimana sulit mencapai pendidikan tinggi dan nilai akademis yang buruk. Kemudian keturunannya dapat mengalami kelainan achondroplasia, klinefelter's syndrome, apert syndrome, dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh pria pada usia lebih tua mengalami penurunan kualitas sperma, yang mempengaruhi kualitas kandungan pada ibu dimana dapat memberikan risiko bayi lahir prematur, berat badan bayi yang rendah, kematian janin dalam kandungan, dan kematian bayi saat melahirkan. Â
Risiko memiliki anak pada usia paruh baya atau lanjut memang tidak dapat dipungkiri. Anak yang lahir dengan kondisi fisik dan mental yang sehat merupakan keinginan seluruh orang tua di dunia ini. Namun, anak yang lahir spesial dapat terjadi pada usia berapa pun pada seorang ibu.Â
Faktor genetik/ bawaan dari DNA ibu dapat mempengaruhi anak yang akan dilahirkanya. Selain itu, pola makan, stress, kurang olahraga, penggunaan obat terlarang, minum alkohol, dan merokok selama hidup juga dapat mempengaruhi kualitas sel telur pada wanita. Begitu pula pada pria. Bahkan, kondisi pria dan wanita yang sehat juga dapat menghasilkan keturunan yang spesial bila RNA dan DNA mereka tidak sesuai.Â
Maka dari itu, sebelum memutuskan untuk menikah dan terutama ingin memiliki anak, baik pasangan muda dan paruh  baya perlu melakukan pemeriksaan reproduksi. Dalam hal ini dapat diperiksa tingkat kesuburan sel telur dan sperma serta RNA dan DNA, kemudian dapat melihat silsilah keluarga apakah memiliki kecenderungan terhadap kelainan bawaan genetik. Biasanya, wanita cenderung memiliki kromosom kelainan bawaan yang diwariskan dari generasi keluarganya. Hal ini dapat menjadi kemungkinan anak yang dilahirkan memiliki keadaan spesial tertentu.Â
Penutup
Baik. Begitu banyak yang sudah kita bahas pada artikel ini. Bagaimana berbagai kemungkinan risiko pada pernikahan muda, pernikahan paruh baya, dan bahkan usia lanjut. Menghasilkan keturunan yang sehat adalah idaman semua keluarga. Membangun pernikahan dengan gerakan child free juga banyak diterapkan di berbagai belahan dunia dikarenakan berbagai hal yang menjadi alasan. Â
Keinginan untuk memiliki anak atau tidak ingin memiliki anak dalam sebuah pernikahan merupakan hak pilih bagi setiap pasangan yang menjalaninya. Semua orang bebas untuk menentukannya. Hal ini kembali lagi kepada diri sendiri. Apakah sudah siap menghadapi segala persoalan kehidupan dan menjalankannya bersama pasangan serta ditambah kehadiran anak.Â