Berkat jasa para clicking monkeys dan kongkalikong media online abal-abal dan non abal-abal, itikad baik MUI untuk BPJS Kesehatan memanen berbagai respon negatif, mulai dari yang satir hingga yang caci maki. Sebagian mengaitkan kredibilitas MUI dengan perilaku oknum “ulama” korup. Bahkan sebuah tulisan di Mojok.Co menyebut “MUI kayak minta jatah preman”.
Daru Priyambodo, Pemimpin Redaksi Tempo.Co menyebut clicking monkeys sebagai orang yang dengan riang gembira mengklik telepon selulernya untuk mem-broadcasthoax ke sana-kemari, me-retweet, atau mem-posting ulang di media sosial. Mereka seperti kumpulan monyet riuh saling melempar buah busuk di hutan. Agar tidak ketahuan lugu, biasanya mereka menambahkan kata seperti: “Apa iya benar info ini?” atau “Saya hanya retweet lhoo.”
Kita ini hidup di zaman transborder data flows. Sekali meluncur, selesai sudah. Terima kasih untuk para clicking monkeys. Stigma terhadap MUI yang “ngasal fatwa” sudah terlanjur melekat. Padahal, MUI berisi para alim ulama dan guru-guru yang menurut ajaran orangtua “menghina atap rumahnya pun sudah berdosa”. MUI bukannya tak berusaha meluruskan. Ketua MUI, Din Syamsuddin, bahkan berkali-kali menjelaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H