Majegan, Kec. Tulung, Kab. Klaten - Permasalahan sampah, terutama sampah plastik, menjadi salah satu tantangan lingkungan terbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023, per 24 Juli 2024 hasil input dari 290 kab/kota se Indonesia menyebutkan jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 31,9 juta ton. Dari total produksi sampah nasional tersebut 63,3% atau 20,5 juta ton dapat terkelola, sedangkan sisanya 35,67% atau 11,3 juta ton sampah tidak terkelola.Â
Meningkatnya produksi sampah setiap hari, ditambah dengan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang baik, mendorong munculnya praktik tidak ramah lingkungan seperti pembakaran sampah. Menurut survei Kementerian Kesehatan, pada 2023 sekitar 57% rumah tangga Indonesia mengelola sampah dengan cara dibakar. Pembakaran sampah, meskipun dianggap sebagai cara cepat untuk mengurangi tumpukan sampah, justru menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan.
 Di desa Majegan, mayoritas masyarakat lebih memilih untuk membakar sampah daripada membuang atau mengolah menjadi barang yang bermanfaat. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat desa Majegan masih belum memiliki kesadaran mengenai bahaya pembakaran sampah. Tingginya angka pembakaran sampah dan kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya pembakaran sampah menjadi alasan utama program 'Sosialisasi Bahaya Pembakaran Sampah: Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah Plastik Secara Berkelanjutan' dilaksanakan.Â
Dalam program ini, mahasiswa UNNES GIAT memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak negatif yang disebabkan oleh polutan yang terkandung dalam asap pembakaran sampah seperti karbon monoksida (CO), dioksin, furan, dan partikel halus (PM2.5) yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Beberapa dampak buruk akibat pembakaran sampah terhadap kesehatan, yaitu gangguan pernafasan, risiko penyakit kardiovaskular, efek karsinogenik dan gangguan imun dan saraf. Sementara itu, di bidang lingkungan, asap pembakaran sampah dapat mengakibatkan pencemaran udara, perubahan iklim, pencemaran tanah dan air dan juga kerusakan ekosistem.
Sebagai wujud tindakan untuk mengurangi pembakaran sampah, mahasiswa UNNES GIAT mengajak masyarakat desa Majegan untuk mengumpulkan sampah plastik dan botol plastik untuk dimanfaatkan menjadi ecobrick. Ecobrick sendiri merupakan batu bata buatan yang dibuat dari botol plastik bekas yang diisi padat dengan sampah plastik non-organik, seperti kantong plastik, kemasan makanan, dan bungkus lainnya. Ecobrick yang sudah dibuat akan dibentuk menjadi pot tanaman yang bermanfaat. Bertepatan dengan program pemerintah, pada tahun 2025 desa Majegan mendapatkan program desa binaan. Dukuh yang akan menjadi lokasi program desa binaan adalah dukuh Klegokan dan Margorejo. Nantinya, pot tanaman yang sudah jadi akan dipasang di sepanjang jalan desa binaan sebagai bentuk karya keberlanjutan dari UNNES GIAT.
Sesuai dengan tagline UNNES GIAT 'Bersama UNNES GIAT, membangun Indonesia dari desa', harapannya program yang telah dilaksanakan ini dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat desa Majegan untuk bisa lebih menjaga kebersihan lingkungan. Lingkungan yang bersih, dan kesehatan masyarakat yang terjaga bisa memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat seperti bonus demografi yang dapat meningkatkan pembangunan desa Majegan ke arah masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H