Selamat pagi, siang, sore, ataupun malam.
Pada artikel kali ini, penulis akan memberikan analisis terkait destinasi wisata TWA Angke Kapuk, analisis yang akan penulis lakukan yakni berupa Analisis S.W.O.T, Analisis 3A, serta Analisis Perkembangan. Analisis yang diberikan ini berdasarkan pada opini pribadi penulis yang pernah berkunjung langsung ke TWA Angke Kapuk.Â
Tujuan dari artikel ini adalah untuk dapat dijadikan bahan acuan pembaca dalam memahami aspek perkembangan destinasi yang ada pada kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk, sekaligus menjadi bahan informasi update bagi para pengunjung yang akan datang.
Sebelum masuk kedalam analisisnya, disini penulis akan memberikan sedikit informasi terkait TWA Angke Kapuk yang penulis dapatkan dari web resmi www.jakartamangrove.id. Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk telah ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan Hutan Angke Kapuk sesuai dengan SK Gub Hindia Belanda No.24 Tahun 1939.Â
Memiliki luas 99,82 Ha menjadikan kawasan ini sebagai ekosistem mangrove yang menjadi habitat berbagai satwa di alam sekitar. Lokasi kawasan ini berada di Kamal Muara, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Analisis S.W.O.T
- Strength
Kekuatan destinasi TWA Angke Kapuk ini adalah terkait objek utama mereka yakni mangrove, dengan konsep wisata berbasis konservasi lingkungan menciptakan daya tarik wisata tersendiri terkait adanya campaign sustainable tourism.
- Weakness
Kelemahan yang paling menonjol dari destinasi wisata ini adalah prasarana yang sekitar 70% dari kayu dan bambu membuat kualitas kelayakannya cepat berkurang jika jarang dilakukan peremajaan.
- Opportunity
Peluang yang dimiliki destinasi wisata ini adalah adanya kenaikan minat wisata terkait situasi new normal pandemi dimana wisatawan lebih memilih objek wisata ecotourism sebagai tempat tujuan mereka.
- Threats
Ancaman terbesar dari destinasi ini ialah musim penghujan, dimana ketika kondisi air laut pasang, maka kegiatan wisata sulit untuk dilakukan karena melihat adanya resiko yang tinggi terhadap keselamatan pengunjung.
Analisis 3A
- AksebilitasÂ
Untuk mencapai lokasi TWA Angke Kapuk ini tergolong cukup mudah, seperti adanya transportasi umum seperti Bus Transjakarta yang jaraknya kurang lebih 500m dari pintu masuk. bagi para pengunjung yang membawa kendaraan pribadi juga cukup mudah, karena melewati akses jalan perkotaan.
- Atraksi
Daya tarik utama yang disajikan kepada pengunjung tentu saja mangrove, tetapi ada atraksi lain yang menarik seperti bermain kano, naik perahu sampan, memberi makan ikan dan rusa, mengamati burung-burung asli sekitar, serta dapat partisipasi menanam bibit tanaman bakau bagi para pengunjung yang ingin merasakan pengalaman konservasi alam.
- Akomodasi
TWA Angke Kapuk bekerja sama dengan pihak RedDoors bagi para pengunjung yang ingin bermalam atau menginap di hutan mangrove ini. Dengan adanya kerja sama tersebut tentu saja memberi kemudahan bagi para pengunjung dalam melakukan pemesanan kamar melalui online maupun offline.
Analisis Perkembangan
- Fase Eksplorasi
Keadaan awal dimana lokasi ini dijadikan tambak ikan yang digarap oleh penambak liar membuat rusaknya keadaan ekosistem sekitar, terciptanya ide untuk mengeksplorasi daerah tersebut sebagai konservasi alam yang bisa dijadikan daerah wisata.
- Fase Keterlibatan
Masyarakat sekitar yang secara liar membuat tambak ikan tadi coba dirangkul oleh pemerintah untuk sama-sama peduli akan keutuhan ekosistem, serta mengedukasi proyek konservasi yang akan dilaksanakan.
- Fase Pembangunan
Tahun 1998 mulai dilakukan restorasi pembangunan, membersihkan kawasan dari tambak illegal serta kembali menanam pepohonan mangrove yang hilang. Tahun 2010 TWA Angke Kapuk resmi dibuka sebagai daerah wisata konservasi alam.
- Fase Pembaharuan
Dengan berkembangnya suatu keadaan, membuat minat serta kebutuhan wisata-pun ikut berkembang. Salah satu pembaharuan yang terjadi adalah penambahan rambu imbauan protokol kesehatan terkait masa pandemi, serta fitur E-Mapping yang bisa pengunjung dapatkan di web resmi TWA Angke Kapuk.
- Fase Penurunan
Dengan prasarana yang banyak menggunakan kayu dan bambu membuat beberapa lokasi terjadi penurunan kualitas. Seperti jalanan bambu yang melintasi area hutan bakau yang sudah mulai patah, tempat duduk yang berada di pinggir area hutan bakau yang juga sudah mulai rapuh.
*Materi diperoleh dari Poster Akademik oleh  Kelompok 1, kelas S1 KC 2021 (STP Trisakti), mata kuliah Geografi Pariwisata.
Mungkin cukup sekian artikel terkait analisis TWA Angke Kapuk ini, semoga dapat dijadikan referensi informasi serta edukasi bagi kalian semua, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan.
Salam sehat dan Sampai jumpa!!.
Penulis: Davi Firzani (Mahasiswa program KIP-Kuliah di STP Trisakti).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H