Mohon tunggu...
Firyal Nabilah Ufairah
Firyal Nabilah Ufairah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di Universitas Airlangga

TI UA

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tantangan Konsumsi dan Produksi yang Terjadi di Indonesia

4 September 2024   19:20 Diperbarui: 4 September 2024   19:24 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berada di peringkat empat dunia berdasarkan jumlah penduduk menjadikan Indonesia sebagai negara berkembang. Hal ini menjadi tantangan Indonesia dalam menghadapi permasalahan konsumsi dan produksi, terutama pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan. Peningkatan polusi, perubahan iklim dan industrialisasi merupakan tiga krisis yang menimbulkan ancaman terhadap lingkungan dan masyarakat sehingga Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) mengesahkan Agenda Tujuan membangun Keberlanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan menangani masalah sosial, lingkungan dan ekonomi. SDGs memiliki 17 tujuan  dan 169 target yang harus dicapai. Salah satunya yaitu SDG 12 yang bertujuan  membangun pola konsumsi dan produksi berkelanjutan menerapkan prinsip ramah lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa Indonesia mempunyai target mengurangi sampah sebesar 30% dan menangani sampah 70% pada tahun 2025. Dimana target pecapaian ini berupa penurunan jumlah limbah dari masyarakat dan peningkatan penangganan limbah sehingga merealisasikan Indonesia tanpa limbah atau zero waste. Hal tersebut menjadi dampak positif jika terlaksana dengan efektif dan efisien karena mengurangi dampak negatif limbah serta dapat merevitilisasi sumber daya.

Selain itu, terjadi ketidakseimbangan antar konsumsi dan produksi, dimana kebutuhan konsumsi masyarakat tidak sesuai dengan kemampuan produksi sehingga kerap sekali terjadinya kerugian-kerugian yang tidak diinginkan.

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, namun pada beberapa tahun terakhir terjadi perubahan signifikan terkait perilaku konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan peningkatan pendapatan perkapita telah mengubah dari konsumrisme subsisten ke gaya hidup yang lebih berorientasi pada konsumsi. Fenomena ini terlihat jelas pada meningkatnya permintaan terhadap barang-barang konsumsi, mulai dari produk elektronik hingga makanan cepat saji. Sayangnya, hal itu juga tidak dapat diimbangi dengan kesadaran akan dampak lingkungan dan sosial mendatang.

Salah satu perilaku tersebut banyak terjadi di industri fesyen. Terdapat julukan  fast fashion, dimana suatu bisnis pakaian memproduksi dan memasarkan dengan cepat dan murah seiring dengan tren fesyen terbaru. 

Indonesia hanya  mempunyai dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim kemarau. Meskipun demikian,  fast fashion mempunyai dampak negatif yangg signifikan terhadap lingkungan dan sosial. Fast fashion telah menyatu dengan gaya hidup modern di Indonesia, membuatnya sulit dihilangkan dari keseharian masyarakat. Konsumsi yang berlebihan dan cepat dapat meningkatkan perilaku konsumtif yang tidak rasional, menyebabkan masyarakat mengalami hasrat berkonsumsi yang tidak ada habisnya (Riana Octaviana, 2020). 

Tidak hanya itu, Menurut Wang, Li, dan Lin (2022), industri fesyen merupakan industri kedua yang paling mencemari lingkungan dengan menyumbang 8% dari semua emisi karbon dan 20% dari semua air limbah global lalu peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 50% yang diperkirakan terjadi pada tahun 2030. Dimana fast fashion sering menggunakan bahan sintetis seperti poliester dan nylon yang dapat menyebabkan pencemaran laut dengan melepaskan microplastic. Selain itu, terjadi banyak kasus eksploitasi terhadap sumber daya manusia yang ada, dimana sumber daya manusia tersebut tidak diberikan upah yang sesuai dengan jam kerja mereka bahkan industri fesyen juga mengeksploitasi anak-anak dibawah umur sebagai salah satu cara agar bisa menghasilkan banyak keuntungan.

Maka demikian, perlunya kesadaran diri dari masing-masing individu dalam menyikapi hal tersebut. Setiap individu sebaiknya membatasi diri atau menahan diri dengan tidak membeli pakaian secara berlebihan lalu membeli pakaian yang memiliki kualitas terbaik dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Tidak hanya itu, pemerintah perlu menghimbau masyarakat mengenai dampak negatif dari fast fashion serta menerapkan regulasi yang ketat terkait dengan pasal ketenagakerjaan guna mencegah terjadinya pelanggaran dari suatu industri.

Lalu membahas mengenai ketidakseimbangan konsumsi dan produksi di Indonesia. Ketidakseimbangan dapat terjadi ketika jumlah konsumsi masyarakat tidak sebanding dengan jumlah produksi yang tersedia. Salah satu contoh ketidakseimbangan yaitu pada penyediaan pangan berupa beras, konsumsi beras per kapita menurun, konsumsi gandum tetap stabil, dengan hampir 100 ons gandum mentah diimpor. Hal ini mencerminkan peralihan dari pangan lokal ke pangan impor, yang dapat membebani devisa negara dan menyebabkan ketidakstabilan  ketahanan pangan

Selain itu, data  Badan Ketahanan Pangan menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah berhasil mencapai swasembada  beberapa komoditas seperti beras dan gula, masih terdapat tantangan dalam memenuhi seluruh kebutuhan pangan. 

Ketimpangan dalam konsumsi energi juga terlihat jelas, karena beberapa provinsi di Indonesia mempunyai konsumsi energi yang sangat rendah, di bawah standar  yang sesuai, yang menunjukkan adanya permasalahan dalam distribusi dan akses terhadap sumber daya. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan tindakan pemutusan mata rantai distribusi guna produk lebih cepat  dan efesien sampai ke konsumen dan menjaga kualitas dipasarkan dengan harga normal. Dengan pendekatan baik, maka baik produksi maupun konsumsi dapat diminimalisir ketidakseimbangannya.

Kesimpulan yang didapat adalah fenomena fast fashion  yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan di Indonesia telah menyebabkan perubahan perilaku konsumen yang berlebihan dan tidak rasional. Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam, dampak negatif fast fashion terhadap lingkungan dan masyarakat, seperti polusi dan eksploitasi tenaga kerja, sangatlah besar. 

Oleh karena itu, diperlukan kesadaran individu untuk mengurangi konsumsi berlebihan dan memilih pakaian yang berkualitas dan tahan lama. Selain itu, pemerintah perlu menghimbau masyarakat tentang dampak fast fashion dan menerapkan peraturan ketenagakerjaan yang ketat  untuk mencegah pelanggaran

Ketidakseimbangan antara konsumsi dan produksi juga menimbulkan tantangan, salah satunya yaitu dalam pasokan pangan dan energi dan diperlukan metode distribusi yang lebih efisien untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan dan energi  Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun