Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi telah membuat daftar imunisasi yang diwajibkan (Imunisasi Program) dan imunisasi yang dianjurkan/ dapat diberikan sesuai kebutuhan (Imunisasi Pilihan). Imunisasi yang diwajibkan ini terdiri dari imunisasi untuk penyakit hepatitis B, poliomyelitis, tuberkulosis (BCG), difteri, pertusis, tetanus, Hib, dan campak. Anak yang telah diimunisasi untuk kedelapan penyakit ini disebut telah memiliki imunisasi dasar lengkap atau IDL. Melalui Permenkes ini, Pemerintah Pusat juga diwajibkan menyediakan dan mendistribusikan vaksin-vaksin di atas beserta logistik terkait hingga mencapai fasilitas kesehatan tingkat pertama dimana vaksin-vaksin tersebut diberikan secara gratis kepada seluruh anak Indonesia.
Ketika orangtua berkomitmen terhadap vaksinasi, semua menjadi lebih mudah. Akan tetapi, bagaimana dengan anak-anak yang orangtuanya masih gundah terhadap vaksinasi, atau lebih buruk lagi, orangtuanya adalah di antara pegiat gerakan antivaksin? Per tahun 2001, sudah terdapat sekitar 300 laman internet yang menyuarakan gerakan ini. Apakah kita harus membiarkan anak-anak ini bergantung pada belas kasih imunitas komunitas (herd immunity)? Namun bagaimana jika jumlah anak-anak ini terlalu banyak, sehingga tidak ada imunitas komunitas yang cukup efektif untuk melindungi mereka?
Per tahun 2015, sertifikat Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) menjadi persyaratan anak untuk masuk SD. Upaya yang luar biasa dari pihak pemerintah, mengingat mau tidak mau, orangtua jadi harus memastikan seluruh tilik imunisasi di buku KIA/KMS anak tercentang. Sayangnya, persyaratan ini baru berlaku untuk SD negeri, walaupun beberapa sekolah swasta mulai bergerak ke arah yang sama, dan peraturan tersebut baru berlaku di wilayah DKI Jakarta melalui instruksi kepala dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta no. 10 tahun 2015. Beberapa provinsi lain seperti Kepulauan Riau tampak mulai mengujicobakan kebijakan ini, namun sejauh pengetahuan penulis, belum ada laporan mengenai keberhasilannya ataupun penerapan kebijakan serupa.
Kewajiban vaksinasi sebelum memasukkan anak ke sekolah negeri bukan kebijakan yang baru. Seluruh negara bagian di Amerika Serikat, begitu pula tiga provinsi di Kanada telah mewajibkan anak-anak untuk divaksinasi sebelum memasuki sekolah. Di Amerika, kecuali negara bagian Mississippi dan Virginia Barat, alasan keagamaan dan filosofis yang mencegah orangtua memvaksinasi putra-putri mereka bahkan tidak diterima. Di Australia, vaksinasi tidak diwajibkan, namun orangtua menerima pembayaran bebas pajak (nontaxable payments) sebanyak A$129 atau sekitar 1,3 juta untuk setiap anak yang diimunisasi lengkap per umur 18-24 bulan. Serupa dengan Mississippi, Slovenia juga mewajibkan vaksinasi untuk sembilan penyakit kecuali anak tersebut memiliki kontraindikasi medis.
Secara individu, anak yang kebal terhadap suatu penyakit tidak akan menularkan penyakit tersebut ke anak lain dan membantu memutus rantai penularan penyakit. Putusnya rantai ini melindungi anak-anak lain di sekitarnya. Jika cukup banyak rantai yang putus, imunitas komunitas terbentuk, dan bahkan anak-anak yang tidak diimunisasi pun misalnya karena kondisi kesehatan mereka yang tidak memungkinkan akan terlindungi. Dengan terhindar dari penyakit, tumbuh kembang anak akan lebih optimal dan mereka dapat meraih produktivitas optimal.Vaksinasi adalah salah satu upaya pencegahan penyakit yang paling cost-effective dan menguntungkan populasi secara luas – tak tanggung-tanggung untuk setiap dollar yang diinvestasikan untuk vaksinasi anak, negara tersebut telah berhemat tiga belas dollar – tiga kali lipat nilai investasi. Secara rincinya, dapat diamati pada tabel berikut.
Tabel 1. Penghematan langsung dan tak langsung dari vaksinasi anak
Pada akhirnya, yang paling beruntung tentu anak-anak ini – terlindung dari bahaya penyakit infeksi yang padahal telah ditemukan pencegahannya oleh generasi sebelum mereka. Yang paling beruntung adalah anak-anak yang karena kondisinya tidak bisa divaksin, karena teman-teman mereka menyediakan imunitas komunitas yang cukup. Yang paling beruntung adalah orangtua, karena mereka dapat melihat anak-anak terbebas dari sebagian penyakit dan dapat berfokus pada aspek-aspek lain untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anaknya. Anak-anak yang belum bisa menyuarakan keinginan mereka sendiri, sehingga orangtua dan pemerintah-lah yang harus memastikan hak-hak mereka terpenuhi dengan baik. Dan pemerintah memiliki kemampuan yang sangat besar untuk memastikan keseluruhan anak-anak Indonesia terlindungi.
“The lives of millions of children have been saved, millions have the chance of a longer healthier life, a greater chance to learn, to play, to read and write, to move around freely without suffering. Immunization has been a great public health success story.” -Nelson Mandela
Daftar Pustaka:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Ismail SA, Amelia Y, Kusumawati S, Jamaluddin A, Zaki A, Ginanjar E (eds). Bunga Rampai Kedokteran Islam: Kontroversi Imunisasi. Jakarta: Pustaka Al Kautsar; 2014.
Remy V, Zollner Y, Heckmann U. Vaccination: the cornerstone of an efficient healthcare system. Journal of Market Access and Policy. 2015;3(1):27-41
Walkinshaw E. Mandatory vaccinations: The international landscape. Canadian Medical Association Journal. 2011;183(16):E1167-E1168.
Poland GA, Jacobson RM. Understanding those who do not understand: a brief review of the antivaccine movement. Vaccine. 2001;19(17):2440-5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H