Pernah suatu ketika saya dan teman-teman mengadakan seminar di kampus, layaknya acara yang lain, kami membagikan snack dan air mineral kepada peserta. Namun, dikarenakan budget yang tipis, kala itu kami memilih air mineral merk lokal yang harganya murah. Setelah acara selesai, kami mendapat kritik dari seorang peserta yang rupanya teliti membaca label, bahwa ternyata pada kemasan air mineral tersebut tidak terdapat label halal. Ya, ternyata kami memang abai terhadap label halal pada kemasan air mineral, yang terpikirkan hanya harga yang murah dan produk ini hanya sekedar air, tidak ada penambahan zat lain.
Mungkin sekarang diantara kita pun masih banyak yang berpikir mengapa harus ada label halal pada air mineral padahal isinya hanya air, bahkan pada kemasannya pun tidak tercantum komposisi layaknya kemasan produk lain karena memang isinya hanya air, kita semua tahu itu. Tapi tahukah Anda bahwa untuk mendapatkan air mineral layak minum yang sesuai SNI, air ini harus melewati proses penyaringan? proses inilah titik kritis yang menentukan halal haramnya produk air mineral.
Proses penyaringan air mineral menggunakan arang aktif, dimana bahan penyusunnya bisa dari limbah tumbuhan dan hewan. Jika menggunakan bahan-bahan dari tumbuhan, seperti tempurung kelapa, serbuk gergaji, kayu-kayuan atau batu bara, bisa dipastikan halal. Lain halnya jika menggunakan limbah tulang hewan, harus dipastikan jika tulang hewan yang digunakan bukan tulang hewan yang diharamkan, seperti babi karena produk air minum bisa menjadi haram.Â
Kalaupun menggunakan hewan yang halal dikonsumsi, harus dipastikan juga cara penyembelihan hewan tersebut sesuai dengan syariat, yakni dengan menyebut nama Allah SWT. Proses penyaringan dengan karbon aktif ini yang akan menggolongkan produk air mineral tersebut halal atau haram. Oleh karena itu penting bagi kita untuk memastikan bahwa ada label halal pada kemasan produk, meskipun itu hanya sekedar produk air mineral yang isinya hanya air. Dengan adanya label halal ini paling tidak kita terjaga dari produk haram yang seharusnya tidak boleh kita konsumsi.Â
Pentingnya Sertifikasi Halal
Saya pribadi sebagai umat islam memandang label halal sebagai label yang harus ada pada produk yang saya konsumsi dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi halal disini tak hanya sekedar label yang bisa dicantumkan sendiri oleh produsen sebagai penarik minat masyarakat, melainkan produk yang memang mempunyai sertifikat halal dari lembaga berwenang (saat ini masih LPPOM MUI). Untuk mengetahui apakah suatu produk telah tersertifikasi halal atau telah terdaftar dalam LPPOM MUI kita bisa mengecek melalui website MUI yaitu www.halalmui.org.Â
Halal dan haram ini merupakan terminologi agama sehingga penilaiannya melalui agama, yang di dalam Islam didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadits. Tapi diantara halal dan haram ada area abu-abu atau samar, disitulah dibutuhkan fatwa dari LPPOM MUI terkait kehalalan produk. Urusan halal dan haram sebenarnya sederhana tapi yang menjadikan kompleks dan butuh lembaga khusus yang menjamin kehalalan adalah perkembangan teknologi yang ada saat ini seperti jenis bahan baku utama dan bahan baku tambahan serta proses produksi yang digunakan. Halal juga tidak hanya sebatas zatnya, tapi juga dalam proses mendapatkannya.
Siap-siap, Tahun 2019 Semua Produk Harus Berlabel Halal
Dahulu kala, pengurusan sertifikat dan pencantuman label halal pada suatu produk merupakan bentuk keikhlasan dari produsen untuk memberikan perlindungan keamanan kepada umat islam serta mungkin untuk menarik minat konsumen karena kita ketahui bersama bahwa mayoritas penduduk Indonesia merupakan muslim sehingga jumlah ini tidak bisa diabaikan begitu saja oleh produsen.Â
Namun, setelah disahkannya Undang-undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan pada hari ini juga telah diresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga pemberi sertifikat  halal resmi di Indonesia di bawah Kementerian Agama, maka sertifikat halal hukumnya wajib untuk seluruh produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, mulai berlaku lima tahun sejak UU JPH diberlakukan, atau efektif pada tahun 2019. Jadi nanti setelah tahun 2019, jika suatu  produk tidak berlabel halal, maka bisa dipastikan produk tersebut haram.Â
Sementara saat ini, jika tidak ada label halal, produk tersebut belum bisa dipastikan haram. Tapi sebagai umat islam sebaiknya kita berhati-hati dalam memilih produk. Pastikan bahwa ada label halal yang tertera pada kemasan dan label tersebut tidak abal-abal alias telah tersertifikasi. Â
Tidak Hanya Halal, tapi juga Thayyib
Di dalam agama islam seorang muslim tidak diperkenankan mengkonsumsi pangan kecuali yang halal. Halal, atau lengkapnya dalam Bahasa Arab adalah "halalan thayyiban", jadi bukan hanya halal tetapi juga thayyib (baik). Dalam hal makanan misalnya, makanan halal dapat diartikan juga sebagai makanan yang bergizi dan aman dikonsumsi sehingga baik bagi kesehatan. Konsep halal yang berasal dari agama Islam, tentu saja dapat diterapkan oleh kalangan nonmuslim juga. Bahkan produk halal mulai diminati sebagai pilihan untuk menjalani hidup sehat oleh masyarakat dari berbagai negara di dunia dan halal pun mulai menjadi gaya hidup.Â
Adapun kriteria produk halal yang dimaksud UU JPH adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai syariat Islam. Meliputi barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan masyarakat.Â
Masih berdasar UU JPH, bahan yang dipergunakan di dalam produk halal meliputi bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong, yang berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, atau bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik. Sementara bahan dari hewan yang diharamkan adalah bangkai, darah, babi, atau hewan yang disembelih tidak sesuai syariat Islam, juga bahan dari tumbuhan yang memabukkan atau membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H