Indonesia (katanya) negara yang menjung budaya ketimuran dan adab yang sangat tinggi. Juga menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan dan seksualitas. Tapi, dari kacamata saya, ada beberap yang sebenernya terlihat tidak perlu dan sangat berlebihan. Kita tentu tahu, sensor terhadap tayangan televisi sungguh sangat penting, karena kit negara yang berbudaya ketimuran.
Namun, apa jadinya jika sensor yang dilakukan oleh lembaga yang berhak memberikan sensor untuk tayangan Indonesia seakan salah sasaran? kenapa saya bilang salah sasaran ? Ya, memang nyatanya banyak salah sasaran. Semua pasti tahu film doraemon, salah satu film faborite anak-anak Indonesia, bahkan yang sudah dewasa masih saja hobby menonton film ini. Termasuk saya tentu :"D.
Pada hari minggu kemarin, seperti biasa, salah satu televisi swasta memutar film doraemon. Disitu saya melihat shizuka disensor pahanya karena mungkin menggunakan rok terlalu pendek, sedangkan disebelahnya kalau saya ingat ada suneo sedang bertelanjang dada tanpa disensor. Padahal, kalau dipikir-pikir ya lebih vulgar suneo. Kenapa shizuka disensor sedangkan suneo tidak? Saya rasa jika kita mengacu pada pandangan vulgar dan pornografi dan melirik dari sedikit kacamata agama, jelas udah suneo menunjukan yang lebih vulgar dari shizuka dengan bertelanjang dada dan menggunakan celana pendek nyaris seperti celana dalam. Dalam pandangan agama dan syariat Islam pun, aurat tidak hanya miik perempuan, tapi laki-laki, dan hal tersebut jelas dong memperlihatkan aurat ? Dalam menonton film itu saya tertawa antara miris, sambil berpikir, memang ada yang nafsu hanya dengan melihat rok mini dari shizuka ? Itu film kartun, loh -______-
Terlepas dari film doraemon, kita jelas sering sekali melihat sensor yang sebenernya bisa jadi bahan pembelajar nyatanya malah disensor. Seperti ketika ibu menyusui jadi korban sensor ala Indonesia. Padahal, nyatanya itu adalah edukasi. Disensor ala-ala Indonesia, menekin atau patung yang mirip manusia itu juga disensor jika masuk TV, hal-hal yang ,engacu ke romansa dan seksualitas juga ikut disensor, sampe acara kartun anak-anak seperti spongebob, tom and jerry dan lain-lain pernah berurusan soal penayangan di Indonesia.
Luar biasakah sudah negara kita? Lalu, ketika banyak film anak-anak banyak disensor dan tidak boleh dipertontonkan pada anak-anak Indonesia, kebayang apa yang harus mereka tonton. Apa mereka harus menonton sinteron, sinetron anak-anak yang sedang marak, atau acara yang sebenarnya belum layak untuk ditonton oleh mereka ?
Sekarang yang perlu dipertanyakan adalah, apa pernah kita melihat adagen perkelahian disensor di Indonesia, apa pernah kita melihat adegan seperti dendam, penyusunan rencana jahat disinetron Indonesia, adegan kekerasan di sensor seperti bagaimana adegan romansa dan berbagi cinta disensor di Indonesia. Dengan teramat jujur, saya jawab TIDAK.
Mari kita tilik, sebenarnya lebih menbahayakan mana, lebih tidak mendidik mana menonton adegan kekerasan, dibanding melihat adegan romansa. Seperti kat Sujiwo Tedjo yang mengatakan dengan begini intinya "Indonesia lebih suka melihat peperangan, dibanding melihat orang berbagi cinta tehadap sesama" Saya rasa itu benar, jika dilihat dari apa yang disensor di Indonesia.
Mari bayangkan, betapa kasihan ketika anak-anak kecil sekarang tumbuh dewasa lebih cepat karena melihat sinetron anak-anak yang SMP saja sudah berdandan menor, menyetir mobil sendiri, pacaran dengan melakukan adegan mesra yang sebenarnya belum pantas dilakukan seumuran mereka. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa nyatanya media pertelevisian salah satunya bersifat persuasif. Kenapa mereka tidak diizinkan menonton spongebob yang mengajarkan indahnya berbagi, bermain diluar dan indahnya persahabatan seperti persahabatan patrick dang spongebob ?
Ketika saya melihat berita ditelevisi, begitu miris ketia dinegara lain anak-anak sudah bisa menciptakan karya, sedangakan anak-anak Indonesia hanya hebat tawuran, sudah bisa berbuat jahat bahkan melakukan pembunuhan. Saya rasa, biarkan anak tumbuh sebagaimana harusnya mereka tumbuh mengikuti usianya, tidak perlu dipaksa cepat dewasa seperti disinetron-sinetro anak-anak dimana anak SMP sudah diperbolehkan membawa kendaraan sendiri. Itu jelas melanggar hukum kan?
Biarkan mereka menikmatin indahnya masa-masa bermain hujan, bermain tanah, tertawa berlarian dijalan kompek jika sore hari, dan berikan tonton yang benar mendidik bagi mereka. Karena benar jika masa depan negara ada ditangan generasi muda. Ini tugas semua kalangan, dan juga pendidikan karakter pertama dimulai dirumah, mari ajak mereka menikmati hidup, menikmati masa-masa bermain.
Untuk sensor masalah seksuaitas, menurut saya adalah bagaimana orang tua mengajarkan sex education sedari dini, karena seks bukanlah hal tabu. Mulai dari sedini mungkin, jelaskan sesuai realita dan fakta bukan hanya kebohongan seperti "Nak, kamu terbuat dari tepung dicampur telur lalu jadilah kamu" seperti yang selama ini banyak dilakukan para orangtua.
Ajarkan mereka bagaimana caranya menjaga diri, menghargai lawan jenis. Banyak yang melarang perempuan menggunakan baju-baju terbuka dengan alasan mengundang syahwat laki-laki. Namun, sepertinya yang perlu diajarkan dari rumah adalah bagaimana seorang laki-laki dapat menghargai perempuan, menghormati perempuan bahwa perempuan bukan hanya sekedar objek seks, ajarkan mereka bahwa otak mereka tak hanya selalu beisi soal seks. Bahwanya disini feminisme bekerja, biarkan feminsme bekerja tanpa melanggar kodrat perempuan
Harapan penulis, semoga kedepannya, tidak ada lagi salah-salah sensor ala-ala pertelevisian Indonesia. Ingat saja, bahwa media berperan penting sekali dalam menciptakan budaya baru dan menggese budaya lama. Yang kita perlukan bukan menutup diri dari informasi, namun menyaringnya sesuai apa yang tertanam di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H