Mohon tunggu...
Nina F. Razad
Nina F. Razad Mohon Tunggu... Editor/Jurnalis -

Lahir di Jakarta, besar di Bandung dan jatuh cinta pada Kota Daeng, Makassar. Jebolan ESP Unpad yang "nyasar" menjadi Jurnalis Investigasi & Hukrim untuk Harian Jakarta. Kini bertugas sebagai Editor Website P2KKP (d/h PNPM Mandiri Perkotaan). Tergabung dlm komunitas Rose Heart Writers (RHW), melahirkan buku Kumpulan Cerita Hukum (Cerkum) Good Lawyer (2009) dan Good Lawyer S.2 (2010).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Untuk Kita Biasa, untuk Orang Lain (Bisa Jadi) Luar Biasa!

21 April 2014   22:22 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di ujung telepon, terdengar kekasih saya tertawa renyah. "Iya, saran diterima," katanya. Hmm.. :)

Jadi, KawaNina, berhentilah menganggap diri biasa. Di sepanjang karier saya, yang baru sekira 10 tahun, di media ini, memang seringkali saya menemukan hal serupa: sesuatu yang dianggap biasa oleh satu orang ternyata luar biasa buat orang lain.

Contoh lainnya adalah ketika saya bertugas ke Kabupaten Manokwari, Papua Barat, akhir November 2013 lalu. Waktu itu saya mencermati, kenapa ada pengendara motor yang menggunakan helm kuning berpelat di bagian belakang helm-nya. Saya pikir pemotor seperti itu hanya ada di Distrik Manokwari Timur, atau daerah Pasar Sanggeng. Tapi begitu kami meluncur di Jalan Trikora sampai ke SP I, banyak juga pemotor berhelm kuning yang berpelat ini.

Tergelitik, saya bertanya kepada Tenaga Ahli (TA) Pelatihan OSP 9 PNPM Mandiri Perkotaan Provinsi Papua Barat Ari Paputungan waktu itu, "Pak, itu pemotor pakai helm kuning berpelat itu ojek kah?"

"Jeli juga Bu Nina," sahut Ari Paputungan, "Betul, Bu. Mereka itu ojek."

"Oh? Menarik banget! Jadi kalau ojek itu khusus ya, pakai helm kuning. Lalu pelatnya itu, tanda paguyuban kah?" tanya saya lagi.

"Betul. Itu tanda bahwa mereka bukan ojek liar. Mereka ojek teregister dan menjadi tanggung jawab paguyubannya. Makanya di sini ojek itu dilindungi, tidak boleh dipukul apalagi sampai kecurian motornya, bisa langsung diusut oleh paguyubannya ke pihak berwajib," jelas Ari.

"Interesting!" gumam saya, takjub dengan sejujur-jujurnya ketakjuban, "Pak Ari, coba ceritakan, bagaimana supaya bisa jadi pengojek di sini."

Setengah berkelakar, TA Sistem Informasi Manajemen (SIM) OSP 9 Papua Barat Adnan Wahyudi, "Ah betul Bu, Pak Ari ini di sini punya pekerjaan sampingan mengojek. Jadi dia tahu persis bagaimana syarat-syaratnya." Mendengar itu saya tertawa geli. Orang yang dimaksud hanya tersenyum lebar.

"Jadi begini, Bu Nina, kalau mau jadi pengojek di Manokwari ini, kita daftar dulu ke paguyuban ojek. Deposit sebesar Rp400.000, kalau tidak salah ya, kemudian baru nanti dapat pelatnya. Semua pelat ini terdata dengan baik, ada nama, alamat dan nomor kontak. Jadi kalau ada apa-apa sama pengojek bersangkutan, bisa langsung diurus ke keluarganya," kata Ari.

"Helmnya? Beli sendiri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun