Mohon tunggu...
Lia Agustina
Lia Agustina Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan manusia sempurna....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri di Ujung Pelangi...

26 Juli 2010   12:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:35 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan begitu deras menghujam bumi. Bau tanah basah menyeruak dari kisi-kisi daun jendela. Desiran angin malam yang lembab meliuk-liukkan tirai bak selandang bidadari. Membuat atmosfer kamar Kirana terasa semakin membeku. Sweater merah muda yang membungkus tubuh rampingnya tak cukup menghalangi dingin yang menusuk pori-pori kulitnya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 2 lewat 15. Kirana menutup notebook kesayangannya. Percakapan dengan Michelle Muller via messenger, teman satu apartemennya di New York, ia sudahi barusan. Sebenarnya tubuh Kirana kian lelah. Seharian tadi ibu mengajaknya berkunjung sekaligus berpamitan ke rumah para saudara. Karena seusai subuh besok ia harus mengejar penerbangan pagi, kembali menuju Negeri Paman Sam. Cuti dari kantornya akan segera berakhir.

Ditemani i Pod-nya, Kirana berusaha menjemput kantuk. Bibirnya terus bersenandung kecil, melantunkan lagu legendaris ‘Somewhere Over The Rainbow’.

Somewhere over the rainbow Way up high There’s a land that I heard of Once in a lullaby Somewhere over the rainbow Skies are blue And the dreams that you dare to dream really do come true

Someday I’ll wish upon a star And wake up where the clouds are far behind me Where troubles melt lemon drops Away above the chimney tops That’s where you’ll find me Somewhere over the rainbow Where birds fly Birds fly over the rainbow Why then oh why cant I If happy little bluebirds fly Beyond the rainbow Why, oh, why cant I

[caption id="attachment_205118" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi : www.korananakindonesia.com"][/caption]

Entah mengapa ia masih begitu mencintai suara kanak-kanak nan bening milik Judy Garland di film hitam putih ‘Wizard of Oz’, meskipun setelahnya lagu itu berkali-kali dinyanyikan oleh penyanyi lainnya. Mungkin karena lagu itu mengingatkan tentang impian masa kecilnya. Di mana sang imajinasi mampu membawanya berkelana ke seluruh jagad raya. Mengambil bulan. Memetik bintang. Menelusuri lekuk bumi. Merebahkan diri di atas empuknya awan bak kembang kapas. Bahkan, berseluncur di lengkungan pelangi, hingga menemukan ujungnya – di sebuah negeri – yang konon semua impianmu bisa menjadi kenyataan ….

Akhirnya Kirana menyerah. Sepasang matanya belum mau jua dipaksa untuk terpejam. Sembari beringsut dari pembaringan, pandangan Kirana pun menyapu ruangan 4x4 itu. Sekilas senyum harunya terkembang. Ia baru menyadari, kalau formasi barang-barang di kamarnya tak banyak berubah sejak dulu. Ibu menatanya sama seperti jaman Kirana masih duduk di Taman Kanak-kanak. Beragam boneka, buku, majalah tersusun rapi di tempatnya. Sambil pikirannya menerawang, telunjuk Kirana menelusuri ratusan buku dan majalah yang masih tampak terawat dan tertata rapi di lemari kayu.

Mendadak telunjuk gadis itu terhenti di sebuah majalah. Dadanya berdesir. Donal Bebek. Majalah favoritnya. Entah edisi ke berapa. Sekilas memang tak ada yang istimewa. Namun majalah usang itu mengandung makna yang dalam baginya. Lalu Kirana pun segera melucutinya dari susunan majalah-majalah yang lain.

Sejurus kemudian ia terduduk di tepi kasur sambil menekuri lembaran majalah komik itu satu persatu. Kirana tersenyum geli melihat tingkah polah tokoh-tokoh kartun Walt Disney tersebut. Interaksi antara paman dan keponakan, seperti Donal dengan tiga bersaudara – Kwak, Kwik, Kwek – ataupun dengan Paman Gober, pasti akan memancing gelak tawanya. Namun, tiba-tiba saja dalam sekejap mata, selembar memori Kirana bagai terhempas ke sebuah lorong waktu karenanya. Ke sebuah masa, tujuh tahun yang lalu…

Seketika Kirana mendapati dirinya seperti sedang duduk berhadapan dengan seorang bocah perempuan di beranda Rumah Singgah ‘Asih’. Tangan mungil bocah bernama Dewi itu sedang memegang sebuah majalah komik Donal Bebek yang ia pinjamkan. Meski muka bocah itu kelihatan lusuh tersapu debu jalanan ibukota, namun mata cerdasnya begitu berbinar-binar.

“Kak Kirana, aku juga pengen kayak Paman Gober! Aku pengen bisa nemuin harta karun yang banyaaaaaaaak banget! Biar emak dan bapak gak perlu capek-capek mulung. Dan supaya sakit batuk bapak juga bisa diobatin dokter…!” celetuk Dewi seolah sedang memandang hamparan pundi-pundi emas di hadapannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun