Mohon tunggu...
Lia Agustina
Lia Agustina Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan manusia sempurna....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri di Ujung Pelangi...

26 Juli 2010   12:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:35 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Regine malah balik bertanya. Sejenak ia mengernyitkan dahi. Wajahnya tampak benar-benar dilanda kebingungan. Kirana semakin ragu kalau gadis tersebut berpura-pura tak mengenali dirinya.

“Saya merasa pernah bertemu anda sebelumnya. Sekitar tujuh tahun yang lalu. Di Jakarta, Indonesia. Anda mengingatkan saya pada seorang anak kecil bernama ‘Dewi’. Dia salah seorang adik pendampingan saya di Rumah Singgah ‘Asih’….Maaf kalau saya salah mengenali…”

“Oh, never mind, Kirana…..” Regine mengibaskan tangannya sambil tertawa renyah. Sekilas Kirana seperti kembali merasakan ‘dejavu’ ketika mendengar tawa Regine. Sekali lagi ia teringat tawa Dewi yang ceria. “Hmmm… Indonesia? Saya baru saja usai berlibur di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, bersama kedua orangtua saya. Itu mereka…”

Kirana menoleh ke arah objek yang ditunjuk Regine. Sepasang suami istri bule setengah baya tampak melambaikan tangan dari kejauhan, seperti mengajak Regine untuk segera berangkat. Regine membalas lambaian itu sambil mengangguk. Kemudian pandangan gadis itu kembali beralih pada Kirana yang masih terpaku. “I have to go now, Kirana…”

“Where?” tanya Kirana gugup. Ia sempat terperanjat melihat kedua orangtua Regine yang berbeda ras dengan gadis itu. Berjuta tanya semakin memberondong otak Kirana. Hingga terbentuklah sebuah keyakinan bahwa Regine adalah anak adopsi pasutri bule tersebut.

“Holland… Aku minta maaf karena gak bisa ngobrol lebih lama dengan anda. Oh, ya aku turut prihatin. Semoga saja anda bisa segera bertemu lagi dengan Dewi,” jawab Regine dengan mimik yang kelihatan sedikit menyesal. Paling tidak, Kirana menangkapnya seperti itu. Mungkin pertemuan singkat tersebut sedikit membekas buat Regine, duga Kirana yang berubah menjadi sebuah pengharapan.

Entah mengapa perasaan Kirana begitu sedih. Ia seolah enggan untuk berpisah dengan Regine. Apalagi ketika mengingat betapa kemiripan Dewi dengan Regine sulit diingkari. Namun, suka tidak suka, gadis itu memang harus pergi dari hadapannya saat itu juga. Tiba-tiba Kirana teringat sesuatu.

“Wait! Wait a minute, Regine…!” seru Kirana seraya bergegas mengeluarkan sebuah majalah usang dari dalam tas cangklongnya. Entah mengapa semalam hatinya tergerak untuk menyelipkan benda itu guna membunuh kebosanan di atas pesawat selain beberapa novel terbaru yang dibelinya kemarin lusa di toko buku. Cepat-cepat dituliskannya beberapa baris kalimat di halaman depan majalah itu. Lalu diserahkannya segera ke tangan Regine.

Sesaat sebelah alis Regine terangkat. “Donal Duck Comic?”

“Di situ kutuliskan alamat email-ku. Jika kamu mengingat sesuatu setelah membaca komik itu, emm… tentang Negeri di Ujung Pelangi, maksud saya… please…. hubungi saya…”

“Negeri di Ujung Pelangi?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun