Teori Waktu
oleh: Firqah Annajiyah Mansyuroh
.
Waktu
.
Detik
.
Menit
.
Jam
Bagi ku waktu hanyalah ilusi tanpa batas yang menyesatkan manusia. Terus bergerak, kata mereka. Tapi aku tidak ingin. Aku ingin berhenti. Bagiku berhenti adalah cara terbaik. Kemarilah. Biar aku ceritakan rahasia dari sang waktu. Biar kau tau bagaimana cara agar tidak terpedaya oleh bunyi detik detik yang melenakan kita.
Waktu adalah sesuatu yang relatif. Cepat atau lambat hanyalah sebuah kata. Detik atau menit hanyalah sebuah angka. Arloji dan jam dinding tidak dapat dipercaya. Otak dan hati tidak lagi berkuasa. Tua dan muda hanya sementara. Karena sang waktu akan terus berkelana.
Pernah suatu hari, saat hati ku masih seputih kapas dan raut wajah ku semanis madu. Aku bertanya pada Ayah ku kapan kami bisa bertemu. Â Laut jawa masih terlalu luas bagiku yang sedang menuntut ilmu. Ayah, teriak ku, aku rindu. Tau kah kau apa yang dikatakan Ayah ku? Bersabarlah, bisiknya. Tiga tahun yang singkat tidak akan terasa untuk mu.
Pernah suatu hari, saat senyum ku sudah berwarna merah dan tatapan ku mulai berubah. Aku berkata pada Ayah ku. Tiga puluh hari lagi akan kuarungi langit biru. Tau kah kau apa yang dikatakan Ayah ku? Tenanglah, bisiknya. Satu bulan masih terlalu lama untuk mempersiapkan bekal mu.
Lihat? Waktu hanyalah bayangan dari tongkat tongkat yang berputar. Tidak ada yang pernah tau pasti bilangan dari waktu. Cepat atau lambat hanyalah semu. Tidak aku tidak menggerutu. Aku hanya ingin menyadarkan mu.
.
Hari
.
Bulan
.
Tahun
Bagiku waktu adalah sihir terkuat di alam raya. Bagaimana tidak? Semua orang tunduk kepada waktu. Semua orang mengejar sebuah waktu. Tapi aku ingin berhenti. Berhenti adalah cara terbaik. Kemarilah. Akan ku buktikan salah satu sihir waktu.
Pernah suatu hari, saat hati ku terpengkap dan raga ku terasa genap. Aku bertanya kepada dia yang tercinta. Wahai kakanda berapa lama sudah kita lagu kan rasa, menari diatas hangatnya jiwa, merasuk meledakan gairah asmara? Dia menyebutkan angka yang mustahil. Aku merasa tertipu. Aku tidak ingin berpisah. Waktu, kau terlalu cepat. Aku berteriak.
Pernah suatu hari, saat kaki melangkah jauh dan air mata terasa penuh. Aku bertanya kepada dia yang terkasih. Berapa lama kita tidak pernah bersua, gelisah menyesaki dada di malam gelap gulita? Lagi-lagi dia menyebutkan angka yang mustahil. Aku merasa tertipu. Aku sungguh ingin bertemu. Waktu, kau terlalu lambat. Aku berteriak.
Lihat? Waktu menyihirmu. Mengacaukan otak mu. Menyiksa batin mu. Bagaimana mungkin waktu terasa berbeda saat dia yang tercinta terkasih ada atau tidak ada? Kita harus belajar sihir waktu. Agar kita tidak meragu.
.
Tik
.
Tok
.
Tik
Bagiku waktu bagai salah satu alat sandiwara. Kau tua maka kau berkuasa. Kau muda maka kau tak boleh berbicara. Berlarilah kata mereka. Agar kau sempat mencicipi manis dunia. Tapi aku tidak ingin. Aku ingin berhenti. Kemarilah. Biar kau tau kekuatan sang waktu.
Pernah suatu hari, aku lihat sepasang kakek dan nenek bergandengan tangan. Menikmati jalanan dingin menyejukkan. Aku pun bertanya. Berapa pagi yang telah kalian habis kan bersama? Entahlah ungkap mereka, masih terlalu sedikit sepertinya.
Pernah suatu hari, aku melihat sepasang pemuda pemudi saling berkacak pinggang. Mata merah seperti kesetanan. Aku pun bertanya. Kenapa mereka mengakhirinya? Sudah bosan cetus si pemuda. Benar, pemudi menimpali, kami sudah terlalu lama bersama.
Lihat? Waktu bagai penjahat. Mengubah manusia dalam sekejap. Terkadang datang bagai obat. Terkadang pergi melepaskan harap.
.
Tok
.
Tik
.
Tok
Waktu adalah bagian dari penyelesaian. Itulah yang selalu digumamkan Ayah ku. Waktu juga bagian dari obat. Sering Ayah berkata begitu. Aku mengangguk setuju. Tapi itu bukan jawaban dari kegundahan ku. Aku ingin menaklukkan waktu.
Ku baca habis teori tentang detik menit dan jam. Ku lahap bagai orang kelaparan. Berharap menemukan berbagai pencerahan. Aku ingin menyerah. Tapi aku benci melihat waktu tersenyum menang. Sampai akhirnya ku temukan. Orang gila yang tidak percaya pada waktu. Sama seperti aku.
Einstein. Si jenius gila. Bila kecepatan kau bergerak mendekati kecepatan cahaya, maka waktu disekitar mu akan melambat ujarnya. Aku tertegun. Einstein benar. Si jenius gila benar. Hahaha. Aku tertawa. Aku mengerti jawabannya.
Kita tidak perlu berlari mengejar waktu. Yang harus kita lakukan adalah berdiam. Ya, berdiam. Bergerak seperti biasa. Hidup tanpa tergesa. Karena satu satunya cara melawan waktu hanyalah, membiarkan waktu berjalan melewatimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H