"AAAAAAAAaaaaaaaa ...!!!!!" tolong! Tolong mengerti! Tolong menangislah. Keluarkan air matamu itu dan sesali kepergianku. Aku ..., aku kecewa .... sangat kecewa ..., bagaimana jika waktu tak bisa menyembuhkan rasa kecewaku?
Aku kecewa padamu. Dan pada diriku sendiri.
Aku yakin karya ini sebentar lagi akan berubah menjadi surat cinta.
Beberapa dinamika kala aku mencoba berpikir tentang keputusanku untuk pergi. Kata-kata ini selanjutnya akan menjadi untaian rindu kala kita yang tak bisa lagi saling menyapa.
Iya, ...
Di halaman ini aku berniat untuk pamit dari dirimu. Maaf karena aku tidak sebaik itu untuk menerima semuanya. Meski aku tahu, diri yang melakukan tentu menjadi samudra kecewanya. Dibandingkan dengan rasa kecewaku yang mungkin tak sampai setetes jika dibandingkan.
Kalimatku mulai berat. Namun entah kenapa aku sangat yakin kamu bisa mengerti.
Kepercayaanku runtuh. Ketakutan yang tak bisa dijelaskan ini membuatku tersiksa setengah mati.
Aku bergulat dengan diriku sendiri. aku bergulat dengan harapanku sendiri. Kepercayaan yang aku buat ....
Aku kehabisan kata-kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H