Dari layar kaca saya menyaksikan penerbangan perdana Pesawat N250 GatotKaca besutan Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie. Saya lalu membayangkan berada di kerumunan orang banyak kala itu. Rasanya menakjubkan, deru laju pesawat saat lepas landas lalu mengangkasa kemudian di sambut tepuk tangan dan decak kagum para penonton. Dari ruang kemudi sesekali bapak BJ Habibie menerangkan berbagai komponen kendali pesawat.
Hari itu tepat tanggal 10 Agustus 1995. Sekian tahun lamanya akhirnya Indonesia mampu membuat pesawat terbang komersil untuk dalam negeri. Â Hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Namun, belum memasuki fase produksi secara massal, proyek pesawat N250 di hentikan tahun 1998. Kini, dua pesawat jenis yang dibuat tersebut telah terparkir menjadi besi tua di Apron PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Sementara pesawat buatan Eropa jenis ATR, justru merajalela dan dipakai oleh berbagai maskapai dalam negeri untuk melayani penerbangan hingga ke pelosok-pelosok Indonesia.
Penerbangan perdana pesawat N250 pada tanggal 10 Agustus di Bandung kala itu, menjadi tonggak kebangkitan teknologi nasional Indonesia. Peristiwa tersebut menjadi bukti bahwa negara ini punya "inovasi dan kreatifitas". Hasil karya anak bangsa itu terekam dalam arsip Republik ini dan telah berhasil menjadi pemupuk semangat jiwa untuk terus berpacu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang membanggakan hingga ranah Internasional. Dari peristiwa bersejarah tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 71 tahun 1995, momen 10 Agustus setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).
Setelah menyaksikan detik-detik penerbangan Pesawat N250 dari layar kaca, muncul berbagai pertanyaan yang berkecamuk dipikiran saya, "Masih adakah semangat jiwa pengembangan teknologi di kalangan kawula muda saat ini?" "Benarkah teknologi membantu umat manusia ataukah hanya sekedar gagasan imaji belaka?" dan pertanyaan-pertanyaan itu sangat mengganggu. Apalagi jika saya melihat kondisi disekitar yang masih sering mengajukan keraguannya terhadap sains. Ibarat sungai, sains sebagai hulu dan teknologi sebagai hilirnya. Di sinilah saya melihat ada satu kesatuan  yang tak dapat pisahkan.
Di tahun 2016 perayaan Hakteknas dilangsungkan di kota Solo dan tahun ini diadakan di Makassar. Tepatnya di seputaran kawasan Center of Point Indonesia atau biasa disebut CPI. Banyak rangkaian acara yang disajikan seperti Car Free Day, Bakti teknologi, Anugrah Iptek hingga Pameran Inovasi Teknologi. Salah satu kegiatan yang cukup menarik perhatian saya adalah pameran inovasi teknologi (Ritech Expo).
Hari itu saya menjajali berbagai stand pameran. Sekedar menengok-nengok apa saja teknologi yang ada. Ternyata ada banyak stand dari berbagai instansi pemerintah dan perguruan tinggi Nasional. Semua stand menampilkan hasi riset (berupa produk) teknologi terbaru. Di salah satu stand perguruan tinggi asal Surabaya, ada sebuah produk inovasi motor listrik yang sedang ramai di bicarakan berbagai media. Terakhir motor listrik tersebut sudah melakukan uji coba sejauh 1200 km Jakarta-Bali. Jika tak ada aral melintang 2018 sudah dapat dipasarkan.
Menarik bila di tahun-tahun kedepan Jalan raya di Indonesia dihiasi motor listrik. Apalagi kondisi perkembangan automotif di Indonesia tidak begitu meyakinkan, sekarang Indonesia masuk dalam 3 besar negara dengan penjualan motor terbanyak. Sayangnya, negara ini belum mempunyai produk lokal asal Indonesia bahkan cenderung didominasi produk Ke-Jepang-Jepangan.
Pada akhirnya sebuah karya mesti di balas dengan karya. Jika Jepang punya karya kenapa tidak balas dengan karya juga. Pun efeknya akan kembali ke Indonesia. Setidaknya kita punya produk untuk mengembangkan "inovasi dan berdaya saing" bukan pula semata-mata untuk "saling mengalahkan" namun ada ruang nafas "perkembangan teknologi" yang kita bangun bersama.
***
Sains dan Muda-mudi Kita