Mohon tunggu...
Firmus Isalno Naur
Firmus Isalno Naur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Mahasiswa STFT Widya Sasana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Generasi Stroberi

1 Januari 2025   13:07 Diperbarui: 1 Januari 2025   13:07 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://pixabay.com/id/photos/stroberi-buah-makanan-vitamin-7224875/

Istilah "generasi stroberi" telah menjadi sorotan sebagai label untuk generasi muda yang dianggap rapuh, manja, dan kurang tahan banting. Fenomena ini memicu diskusi tentang akar penyebabnya, mulai dari pola asuh hingga pengaruh teknologi, serta dampaknya terhadap individu dan masyarakat.Dalam tulisan ini akan dibahas berbagai aspek yang melatarbelakangi fenomena tersebut, relevansi fenomena ini terhadap dinamika sosial masa kini, serta langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk membangun generasi muda yang lebih tangguh dan mandiri.Relevansi pembahasan ini sangat penting mengingat generasi muda merupakan pilar utama dalam pembangunan bangsa. 

Dalam era yang penuh ketidakpastian dan perubahan cepat, ketahanan mental dan emosional menjadi kunci agar mereka dapat bersaing di tingkat global. Oleh karena itu, sangat perlu memahami akar masalah dan solusi strategis sebagai kebutuhan mendesak.Salah satu faktor utama yang memengaruhi munculnya generasi stroberi adalah pola asuh yang terlalu protektif. Carol Dweck, psikolog dari Stanford University, menyoroti pentingnya memberikan ruang bagi anak-anak untuk belajar dari kegagalan. Ia menjelaskan bahwa anak yang dilindungi dari kesalahan dan kesulitan tidak akan mengembangkan ketangguhan emosional dan mental. Pola pikir bertumbuh (growth mindset) hanya dapat terbentuk jika anak-anak diajarkan menghadapi tantangan secara langsung.Senada dengan itu, Jean Twenge dalam bukunya iGen menyebut bahwa akses instan terhadap teknologi dan media sosial memicu kecemasan serta rasa tidak percaya diri akibat budaya perbandingan. Generasi ini menjadi lebih rentan terhadap tekanan karena sering kali bergantung pada validasi eksternal.

Peran teknologi dalam membentuk karakter generasi muda juga signifikan. Clifford Nass mengungkap bahwa kebiasaan multitasking digital membuat generasi ini kurang sabar dan mudah terdistraksi. Ketika dihadapkan pada tugas kompleks, mereka cenderung merasa kewalahan, yang berdampak negatif pada performa di lingkungan pendidikan dan pekerjaan.

Selain itu, paparan informasi instan sering kali melemahkan kemampuan mereka untuk fokus dan berpikir kritis.
Dari perspektif pendidikan, Sugata Mitra mengusulkan metode pembelajaran berbasis tantangan (problem-based learning) yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah nyata. Metode ini dinilai efektif dalam melatih kemandirian, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis.

Paul Tough, dalam How Children Succeed, juga menekankan pentingnya membangun karakter non-kognitif seperti ketekunan, rasa ingin tahu, dan kontrol diri sebagai fondasi keberhasilan jangka panjang.

Di Indonesia, kita mengenal Ratna Megawangi yang menggarisbawahi pentingnya pendidikan berbasis karakter untuk membangun tanggung jawab dan kemandirian sejak dini. Ia menekankan bahwa keluarga adalah fondasi utama dalam membentuk karakter anak melalui keteladanan dan pengajaran nilai-nilai seperti kerja keras dan ketangguhan.

Selain pola asuh, perubahan sosial yang cepat turut memengaruhi karakter generasi muda. Eko Supriyanto, sosiolog dari Universitas Indonesia, mencatat bahwa modernisasi dan urbanisasi telah menciptakan pola hidup serba instan yang mendorong orang tua menjadi permisif atau terlalu protektif.

Akibatnya, anak-anak kurang terlatih menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka sendiri, yang memperkuat stigma generasi stroberi.

Dalam konteks ini, pendidikan karakter melalui program sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler menjadi sangat penting untuk membantu generasi muda mengembangkan ketangguhan dan keterampilan sosial.
Dampak dari fenomena generasi stroberi cukup luas. Dalam lingkungan kerja, mereka sering dianggap kurang berkomitmen dan sulit beradaptasi dengan perubahan. Secara sosial, generasi ini cenderung lebih individualis dan kurang peduli terhadap kepentingan orang lain.
Namun, tidak adil jika hanya melihat sisi negatifnya. Generasi stroberi juga dikenal lebih kreatif, terbuka, dan memiliki kesadaran tinggi terhadap isu-isu sosial. Kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan teknologi baru merupakan aset penting dalam era digital. Dengan arahan yang tepat, generasi ini memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang signifikan.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Orang tua perlu mengadopsi pola asuh yang seimbang, memberikan dukungan sekaligus kesempatan bagi anak untuk belajar dari kesalahan.

Sekolah harus aktif dalam mengembangkan karakter siswa melalui metode pembelajaran inovatif dan program ekstrakurikuler. Pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dengan menyediakan fasilitas olahraga dan rekreasi yang mendorong gaya hidup aktif. Media massa dan industri hiburan juga memiliki tanggung jawab untuk menyajikan konten yang membangun karakter generasi muda.

Fenomena generasi stroberi mencerminkan tantangan kompleks yang memerlukan solusi lintas disiplin. Dengan memahami akar penyebabnya --- dari pola asuh hingga pengaruh teknologi --- dan mengambil langkah-langkah strategis, kita dapat membentuk generasi muda yang lebih tangguh, mandiri, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Meski sering distigmatisasi, generasi stroberi memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat global yang terus berkembang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun