Mohon tunggu...
Firmus Isalno Naur
Firmus Isalno Naur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Mahasiswa STFT Widya Sasana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sila Kedua untuk Papua dalam Pemikiran Immanuel Kant

5 Desember 2024   17:27 Diperbarui: 5 Desember 2024   17:52 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis kemanusiaan yang terjadi di Papua, yang melibatkan serangkaian kekerasan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) sangat relevan dengan Sila Kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Dalam tulisan ini, saya menggunakan pemikiran filsafat moral Immanuel Kant yang menekankan penghormatan terhadap martabat manusia dan prinsip keadilan universal sebagai pisau bedah membaca persoalan di Papua. Penerapan prinsip-prinsip ini dalam konteks Papua dapat memberikan wawasan penting dalam upaya menyelesaikan konflik secara damai dan adil.

Sila Kedua Pancasila: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua Pancasila, "Kemanusiaan yang adil dan beradab," menekankan pentingnya penghormatan terhadap martabat setiap individu, dengan menjunjung tinggi kesetaraan, keadilan, dan toleransi di antara sesama manusia. Dalam konteks kekerasan yang terjadi di Papua, Pancasila menuntut agar setiap pihak menghormati hak-hak asasi manusia dan mengutamakan penyelesaian konflik dengan cara-cara yang beradab. Baik dari pihak pemerintah Indonesia yang diwakili TNI dan Polri serta dari pihak KKB.
Namun, kekerasan yang dilakukan oleh KKB, yang tidak hanya mengancam kehidupan warga sipil tetapi juga merusak infrastruktur penting seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan, menciptakan ketidakadilan dan kerusakan sosial yang mempengaruhi kehidupan banyak orang. Penghormatan terhadap martabat manusia seharusnya berarti bahwa kekerasan tidak pernah bisa dibenarkan sebagai solusi untuk mencapai tujuan politik atau ideologis, karena hal itu bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang dijunjung oleh Pancasila.
Tetapi pada sisi lain, Salwia dalam tulisannya "Keinginan Papua untuk Memisahkan Diri dari Indonesia Kaitannya dengan Kemanusiaan", menyebutkan bahwa sebagian penduduk Papua merasa kurang puas karena secara fakta mereka masih marginal dan miskin. Ketidakpuasan secara ekonomis itu menjadi faktor kemunculannya semangat Papua untuk memerdekan diri. Pemerintah Pusat dinilai gagal dalam membangun kesejahteraan di Papua, dan di adakannya Operasi Militer oleh Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk mengatasi pemberontakan separatisme di Papua malah mengakibatkan banyak timbulnya pelanggaran HAM. Lalu, tindakan rasisme dan diskriminasi yang dirasakan oleh masyarakat Papua.

Immanuel Kant: Kemanusiaan dan Keadilan Universal
Pemikiran Immanuel Kant sangat relevan dalam konteks ini, khususnya dengan imperatif kategoris yang diajukan Kant. Prinsip utama dari imperatif kategoris adalah memperlakukan setiap individu sebagai tujuan itu sendiri, bukan sebagai alat untuk tujuan lain. Dalam hal ini, tindakan kekerasan yang mengorbankan kehidupan manusia dan menghancurkan hak-hak dasar seperti kehidupan, keselamatan, pendidikan, dan kesehatan harus dilihat sebagai pelanggaran terhadap martabat manusia.
Kant juga menyarankan agar setiap orang bertindak seolah-olah tindakan itu bisa menjadi hukum universal yang diterima oleh semua orang. Jika prinsip ini diterapkan pada konflik Papua, maka tindakan KKB yang menggunakan kekerasan terhadap warga sipil dan aparat, serta menghancurkan fasilitas publik, tidak dapat dibenarkan. Setiap individu di Papua, terlepas dari latar belakangnya, harus diperlakukan dengan adil dan dihormati martabatnya, sesuai dengan nilai yang terkandung dalam Sila Kedua Pancasila dan prinsip Kant tentang keadilan universal.
Selain itu, berbagai hak-hak dasar manusia juga harus dipenuhi bagi masyarakat Pupua. Dedi dalam Viva.co.id menuliskan empat alasan orang Papua untuk merdeka yaitu kesamaan ras dengan negara tetangga, kekayaan alam yang tidak terolah bagi kesejahteraan mereka, kurangnya upaya pemerataan pembangunan dari pemerintahan pusat, dan banyaknya imigran yang datang. Berbagai tuntutan ini perlu menjadi pertimbangan pemangku kebijakan untuk bernegoisasi dengan KKB.

Implikasi bagi Masyarakat Papua dan Negara
Sila Kedua Pancasila mengharuskan negara untuk memastikan bahwa hak-hak dasar masyarakat Papua dilindungi dan dihormati. Namun, konflik yang berkepanjangan dan kekerasan yang terjadi telah memperburuk kondisi masyarakat, terutama di daerah pedalaman. Penutupan akses ke fasilitas publik dan pengungsian warga karena takut akan serangan menambah kesulitan dalam mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Ini bertentangan dengan semangat keadilan dan kemanusiaan yang diinginkan oleh Pancasila.
Di sisi lain, Kantian ethics menekankan bahwa keadilan harus diterapkan secara universal, yang berarti negara harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi martabat setiap individu. Untuk itu, solusi yang mungkin lebih efektif adalah dengan mengutamakan dialog dan negosiasi sebagai alternatif kekerasan, serta menghentikan segala bentuk teror yang merugikan masyarakat sipil. Tindakan kekerasan hanya akan memperburuk keadaan dan melanggengkan siklus konflik yang tidak ada habisnya.

Menghormati Hak-hak Masyarakat Setempat
Penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah inti dari pemikiran Kant dan Sila Kedua Pancasila. Dalam konteks ini, penting untuk melihat bahwa kekerasan yang dilakukan oleh KKB tidak hanya mengancam keselamatan fisik, tetapi juga merusak hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat Papua. Penghentian kekerasan akan memberikan ruang bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui akses yang lebih baik ke pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur.
Pemerintah Indonesia, sesuai dengan prinsip Pancasila dan teori Kant, perlu memperhatikan hak-hak masyarakat Papua dalam mengambil keputusan. Proses pembangunan dan distribusi sumber daya juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan keadilan bagi semua pihak, bukan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.

Solusi Damai: Dialog dan Penghentian Kekerasan
Mengutip Kompas.id, peneliti isu Papua dari Jaringan Damai Papua (JDP), Adriana Elisabeth, berpandangan bahwa upaya untuk mengatasi kekerasan di Papua perlu mengedepankan dialog atau negosiasi, tanpa kekerasan. Agar dialog berjalan, dibutuhkan prasyarat situasi kondisi, yakni aparat keamanan ataupun KKB harus berhenti terlibat dalam konflik bersenjata.
Dialog damai harus menjadi prioritas. Seperti yang disarankan oleh pemikir dan tokoh gereja, untuk mencapai perdamaian, kedua belah pihak harus menghentikan kekerasan.
Ini sejalan dengan prinsip Kant bahwa kita harus berhenti melakukan tindakan yang merugikan martabat manusia. Selain itu, Pancasila juga menggarisbawahi pentingnya kerja sama dan harmoni antar berbagai kelompok dalam masyarakat.
Dialog yang terbuka dan konstruktif, yang melibatkan berbagai pihak termasuk pemerintah, tokoh masyarakat, dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting untuk menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan. Dalam hal ini, negara harus memainkan peran utama dalam memastikan bahwa hak-hak dasar masyarakat Papua dihormati dan dipenuhi, sementara kelompok-kelompok yang terlibat dalam kekerasan diajak untuk berpartisipasi dalam proses perdamaian.


Dengan demikian, sila kedua Pancasila dan pemikiran Kant memberikan landasan moral yang kuat untuk menyelesaikan konflik di Papua dengan mengedepankan keadilan, martabat manusia, dan dialog damai.


Penyelesaian konflik harus melibatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia, pengakuan atas keberagaman dan kebutuhan masyarakat Papua, serta penegakan prinsip keadilan sosial yang adil dan beradab.


Negara dan semua pihak harus bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang lebih damai, lebih sejahtera, dan lebih beradab, sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan ajaran Kant tentang moralitas universal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun