Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia sedang mendapatkan bonus demografi hingga tahun 2036 mendatang. Artinya, saat ini penduduk usia produktif antara 15 tahun hingga 64 tahun lebih banyak dibandingkan usia non produktif, dibawah usia 15 tahun dan diatas usia 64 tahun. Â Dengan demikian, generasi muda bangsa harus dipersiapkan sedini mungkin agar siap bersaing dengan negara lain. Salah satunya pemerataan layanan kesehatan.
Sejatinya, pemeritah berusaha memecahkan permasalahan tersebut lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Badan Usaha Milik Negara ini menjadi ujung tombak pemerintah mengentaskan permasalahan kesehatan. Sebagai negara Kepulauan, BPJS Kesehatan diharapkan mampu menjangkau masyarakat agar mendapatkan layanan kesehatan yang layak, seperti fasilitas kesehatan, tenaga medis, dan obat-obatan.
Melansir laman resmi BPJS Kesehatan, peserta layanan pada 1 September 2018, mencapai angka 201.660.548 jiwa. Angka tersebut mengalami peningkatan hingga 1 Februari 2019 sebesar 7,8 persen atau setara 217.549.455 jiwa.
Jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia sekitar 265 juta jiwa, maka peserta BPJS Kesehatan telah mencapai angka 81,8 persen. Akan tetapi, angka ini masih terpaut dari target pemerintah sekitar 13,2 persen. Sebagaimana diketahui, Â pemerintah menginginkan total peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di BPJS Kesehatan pada 2019 bisa mencapai 95 persen dari total penduduk.
Peningkatan ini juga diiringi jumlah fasilitas kesehatan yang terus bertambah. Tercatat pada September 2018, BPJS Kesehatan telah mejalin kerjasama dengan 22.467 faskes. Sedangkan pada 1 Februari 2019 silam, terjadi penambahan sebesar 532 faskes.
Namun, dari jumlah peserta itu jika dibagi dengan total fasilitas kesehatan tentu tak sebanding. Setidaknya dari rumusan umum, satu faskes memiliki sekitar 9.500 peserta. Dengan demikian, berdasarkan kalkulasi tersebut, permasalahan yang sering dihadapi faskes adalah membludaknya antrean pasien. Sehingga pelayanan kesehatan akan tersendat.
Pakar jaminan kesehatan, Profesor Budi Hidayat kepada Media Indonesia 27 April 2016 mengatakan masalah panjangnya  antrean  pasien  BPJS  Kesehatan  menjadi  salah  satu  hal  yang  banyak dikeluhkan pasien. Waktu tunggu yang tidak efektif dalam setiap kali berobat membuat banyak pasien kerap merasa tidak puas dengan layanan BPJS Kesehatan. Untuk itu perlu dicari solusi untuk menangani masalah ini.
Dosen Prodi Kesmas Universitas Esa Unggul, Ade Heryana pada 2015 silam melakukan penelitian tentang Karakteristik Antrean dalam Pelayanan Kesehatan. Penelitian itu  menunjukkan  bahwa  rendahnya pemanfaatan JKN pada beberapa perusahaan disebabkan persepsi yang buruk terhadap antrean pelayanan di Puskesmas.
Lamanya waktu menunggu dan waktu pelayanan akan mengurangi produktivitas kerja karyawan sehingga ada beberapa perusahaan yang hanya mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS namun tidak pernah memanfaatkan.
Di sisi lain, terdapat faskes yang telah melakukan inovasi agar permasalahan antrean itu bisa diminimalisir. Yakni Rumah Sakit Umum (RSU) Aisyiyah Ponorogo di Jawa Timur (Jatim).
Rumah Sakit tipe C ini diketahui mengembangkan fasilitas pengantaran obat dari RS ke tempat tinggal pasien. Kemudian, Rumah Sakit ini turut mengembangkan pendaftaran dan antrean di klinik secara online.