Mohon tunggu...
Snowman
Snowman Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suka membaca buku fiksi dan non-fiksi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Penjelasan Psikologi tentang Kebiasaan Ikut-ikutan

4 Maret 2020   11:45 Diperbarui: 4 Maret 2020   11:52 3126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: unsplash.com

Mendengar suatu keganjalan, partisipan mulai berpikir ada sesuatu yang salah. Dia tahu mana garis yang tingginya sama, tapi seketika dia mulai ragu dengan pikirannya. Pada tahap ke empat partisipan masih memilih yang benar.

Akan tetapi, pada tahap ke lima, ia sudah mulai mengikuti pilihan garis yang salah. Jika kita menghadapi kondisi seperti itu, kita mungkin akan bertindak dengan cara yang sama seperti partisipan dalam video tersebut.

Eksperimen ini menunjukkan bahwa, dalam bertindak, kita akan mendapatkan tekanan tak langsung dari orang lain. Jika orang di sekitar kita percaya kepada sesuatu, yang awalnya menurut kita salah, kita akan menekan diri kita untuk ikut percaya dengan apa yang dipercayai mereka.

Dengan begitu, kita akan merasa diterima secara sosial. Meskipun, pada awalnya, kita tahu bahwa orang lain mempercayai hal yang salah. Fenomena ini, karena begitu umumnya, menjadi sangat populer. Para ilmuwan psikologi melakukan upaya-upaya untuk menemukan sumber dari kecenderung ini.

Kecenderungan ini meskipun normal terjadi pada setiap individu, namun tampaknya punya dampak buruk. Seperti pada kasus merokok. Sebelum ditemukan bahwa rokok dapat mengganggu kesehatan tubuh, kebiasaan ini menjadi begitu populer dan dilakukan oleh banyak orang.

Budaya merokok dihubungkan dengan sifat-sifat seperti maco, berwibawa, dan sebagai tanda bahwa seseorang itu kaya. Jika tidak ada yang berani untuk meneliti dampak rokok bagi kesehatan, angka pengidap kanker akibat rokok akan melonjat dari sebab-sebab yang lain.

Kasus konformitas lain juga terjadi ketika kita membeli produk layanan internet berdasarkan popularitas mereknya. Kita tahu bahwa suatu merek produk dapat menjadi populer ketika banyak orang meliriknya dan antusias untuk membelinya.

Pengaruh para konsumen ini punya signifikansi yang besar terhadap keputusan kita membeli atau tidak. Jika banyak orang melirik, tentu kita akan penasaran kok bisa banyak orang seperti itu. Tapi, kadang kita tidak berpikir lebih jauh untuk mendapatkan informasi yang lebih nyata.

Kita cenderung berpikir, "karena orang banyak menggunakannya, maka pasti lah barang atau jasa itu bernilai bagi saya". Namun, kenyataannya tidak selalu seperti itu. 

Saya sendiri pernah mengalami kerugian ketika membeli kartu sim yang banyak digunakan orang karena mereknya sudah sangat populer. Lagi-lagi, saya menemukan masalah  sinyal yang lemah di dalam ruangan, aplikasi androidnya yang sering crash, dan pembagian paket malam dan siang yang tidak seimbang.

Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa popularitas suatu produk tidak selamanya menjamin untung bagi saya. Saya mencoba untuk membandingkan setiap kartu sim dan akhirnya ketemu yang pas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun