Mohon tunggu...
Firman Syah, S.Sos.I, M.M
Firman Syah, S.Sos.I, M.M Mohon Tunggu... Peneliti Masalah Sosial Kemasyarakatan Bidang Pariwisata -

Firman Syah adalah Direktur Forum Studi Pariwisata (ForStar). Telah lulus Pascasarjana Manajemen Pariwisata, USAHID Jakarta pada 14 Mei 2014 dan saat ini sebagai wartawan di salah satu media online. Sebelumnya, menamatkan Sarjana (S.Sos.I) Komunikasi & Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah & Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah di Jakarta serta menjadi wartawan Radar Tegal, Jawa Pos Group.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Destinasi Wisata Sebagai Aset Daerah

30 Mei 2014   01:06 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:58 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Firman Syah, MM, S.Sos.I, AP

Direktur Forum Studi Pariwisata (Forstar)

Istilah Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi sebagian orang bukan sesuatu yang asing. Beragam pembangunan bermula dari sini. Tak heran daerah-daerah di Indonesia menggenjot beragam cara dan kegiatan untuk memaksimalkan PAD. Semakin besar PAD yang didapat, akan semakin menguatkan jatidiri sebagai daerah yang mandiri. Melalui PAD yang diperoleh tersebut, pembangunan di daerah akan semakin gencar dilaksanakan. Sehingga, dalam beberapa waktu ke depan daerah tersebut akan menjadi maju. Beragam kegiatan perekonomian yang menunjang daerah terlaksana dengan baik. Akhirnya, ‘pintu’ lapangan pekerjaan mulai terbuka lebar dan ikut membantu daerah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar.

Bagi daerah yang memunyai kegiatan produksi alam, seperti migas maupun batu-batuan di pegunungan akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Pemerintah Daerah (Pemda) dapat memaksimalkan peluang kerjasama dengan instansi perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam mengelola aktivitas tersebut. Posisi tersebut akan berbeda ketika sebuah daerah tak memiliki potensi apapun. Maka, daerah tersebut harus mencari alternatif lain untuk mengembangkan bidang potensi lain. Terobosan-terobosan yang dipilih harus benar-benar melibatkan masyarakat sekitar. Diharapkan tidak ada kecemburuan sosial selain juga masyarakat lokal ada rasa memiliki dan akan memertahankan keberadaannya. Salah satu peluang yang dapat mendatangkan keuntungan besar adalah destinasi wisata.

Dana Sebagai Modal Awal

Semua unit usaha tak lepas dari dana. Anggaran akan menjadi penting karena tanpa didukung pendanaan yang memadai konsep awal membuat destinasi wisata dikhawatirkan tidak sesuai rencana. Efek terparah yang ada adalah Pemda gagal membuat destinasi wisata. Untuk itu, sebelum semua terjadi alangkah baiknya berbagai antisipasi dilakukan. Sumber dana yang berasal dari internal Pemda, Pemerintah Pusat, maupun perusahaan-perusahaan (BUMN/BUMD/BUMS) harus benar-benar dimaksimalkan. Penggunaan dana dilaksanakan seefektif dan efisien mungkin sesuai yang tertera di dalam rencana awal. Termasuk jika terdapat sisa anggaran. Sehingga, tidak ada rasa curiga satu dengan lainnya yang dapat mengorbankan keberadaan destinasi wisata di kemudian hari.

Jika Pemda mengakui kurang dapat mengelola dengan baik, destinasi wisata tersebut dapat diserahkan kepada pihak swasta. Dengan catatan terdapat Master of Understanding (MoU) di antara keduanya yang berisi hak dan kewajiban secara detail. Terutama lama periode pengelolaan destinasi wisata oleh swasta. Jangan sampai dipegang pihak swasta tanpa adanya tempo tertentu, karena menyebabkan Pemda kehilangan peluang besar dalam mengelola destinasi yang terdapat di daerah. Artinya, Pemda dapat melihat cara kerja pihak swasta dalam merencanakan, mengelola, memasarkan, bahkan mengevaluasi kegiatan destinasi wisata tersebut. Termasuk mengatur keuangan supaya konsep ‘pengeluaran yang minim dapat mendatangkan pendapatan sebesar-besarnya’ benar-benar berjalan.

Kesepakatan bersama yang secara tegas mengatur jalannya destinasi wisata membuat kedua belah pihak diuntungkan. Pemda secara berkesinambungan memiliki PAD yang datang dari destinasi wisata hasil kerjasama tersebut. Jika dirasa mampu melaksanakan segala kegiatan pemasaran pariwisata, Pemda bisa mengambil kembali destinasi wisata tersebut. Tentu dengan tetap melaksanakan pengembangan supaya lebih dikenal oleh wisatawan nusantara, bahkan wisatawan mancanegara. Di sinilah pentingnya tim negosiasi dan lobby yang dimiliki Pemda untuk memuluskan segala sesuatu yang berhubungan dengan destinasi wisata. Sejak awal kerjasama, selama berjalannya kerjasama, hingga berakhirnya kerjasama. Terpenting penyelesaian tersebut dilakukan dengan baik supaya eksistensi daerah tersebut tetap terjaga baik.

Konsep Pembangunan

Kelengkapan di destinasi wisata menjadi nomor satu bagi pengelola. Diharapkan, tak akan ada lagi wisatawan yang datang kecewa karena fasilitas yang minim. Ini sesuai dengan tujuan didirikannya destinasi wisata yaitu untuk memanjakan pengunjung. Jika tidak, maka wisatawan akan merasa jenuh dan dikhawatirkan tidak akan kembali lagi. Terdapat tiga elemen yang perlu diperhatikan oleh pengelola destinasi wisata terkait produk yang dihasilkan. Yaitu banyak pilihan atraksi yang tersedia, fasilitas yang maksimal dan memadai, serta aksesibilitas yang dekat dan mudah dituju oleh wisatawan. Ketiganya memiliki hubungan yang erat dengan kekhasan serta keunikan produk yang membuat destinasi wisata terlihat menarik. Jika semua tertata dengan baik, tinggal melakukan pemasaran pariwisata.

Berpikir ‘swasta’ dalam membentuk destinasi wisata yang maju adalah penting. Dengan demikian, keberadaannya akan dihargai wisatawan yang melakukan kunjungan. Pemda perlu menyiapkan SDM profesional dalam mengelola destinasi wisata. Salah satunya di bidang pemasaran. Rumitnya promosi inilah yang memunculkan teori integrasi pemasaran terpadu. Di dalamnya, terdapat beragam kegiatan promosi yang mampu mendongkrak popularitas destinasi wisata secara maksimal. Upaya ini sangat strategis dan harus dilaksanakan dengan baik supaya tetap kokoh walau ada pergantian kepemimpinan. Karena secara umum, destinasi wisata diwajibkan membuat titik ukur untuk menetapkan kaki sebelum melangkah maju ke depan.

Intinya, destinasi wisata mampu berjalan lurus sesuai visi dan misi yang dibuat dalam master plan. Master plan ini harus dirumuskan bersama. Semakin banyak personil yang terlibat, maka berbagai kekurangan dapat diminimalisir dan dicarikan solusi yang baik. Selain beragam cara untuk menggapai tujuan juga terurai dengan baik. Akhirnya, target daerah untuk memiliki destinasi wisata di jangka panjang sebagai salah satu aset dapat terwujud dengan baik. Semoga. (*)

Telp.: 0856 7170 783

Email: firman_tegal@yahoo.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun