Di era sekarang yang sudah modern sebuah sifat maskulinitas dari seorang laki-lai masih sering mendapatkan sebuah kritisi dari banyaknya orang yang masih memegang konsep budaya tradisional, di mana hal tersebut menitik beratkan ekspetasi yang kaku pada laki-laki. Dalam konteks budaya sendiri maskulinitas mengarah pada beberapa serangkaian seperti nilai, sikap, perilaku, serta peranya secara tradisional yang dikaitkan dengan laki-laki dalam masyarakat tertentu. Maskulitas biasanya digambarkan dengan karakteristik seperti kekuatan fisik yang kuat, seorang yang tegas, tidak bisa menangis, mandiri, dan hal tesebutlah yang sering dianggap sebagai ciri-ciri seorang laki-laki yang semestinya, dan menjadi pandangan dari banyaknya budaya selama bertahun-tahun. Namun di era yang sudah modern seperti saat ini, apakah kamu pernah bertanya-tanya: apakah makna dari maskulinitas tersebut benar-benar sehat dan dapat diterima oleh semua kalangan laki-laki? Dan apakah kamu pernah membayangkan bagaimana jika kita menciptakan sebuah konsep maskulinitas yang lebih flexible, yang artinya seorang laki-laki dapat merasa nyaman menjadi dirinya sendiri tanpa adanya tekanan ekspektas sosial yang kaku. Saya Mohammad Firman selaku penulis artikel dan mahasiswa Ilmu Komunikasi di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Artikel ini ditulis sebagai bagian dari pembelajaran di mata kuliah Komunikasi Gender yang diampu oleh Dr. Merry Fridha Tripalupi., M.Si dan saya ingin mengajak pembaca untuk melihat tema ini melalui lensa yang lebih terbuka dan mendalam.Â
Apa sih maksud dari maskulinitas yang sehat itu?
Maskulinitas yang sehat itu kita bisa mengembangkan cara pandang kita secara inklusif dan menerima berbagai sikap dan ekspresi yang dimiliki seorang laki-laki tanpa perlu menghilangkan karakteristik laki-laki yang selama ini kita kenal. Contohnya saja dalam maskulinitas yang sehat itu, seorang laki-laki bisa kuat secara fisik, tetapi ia tidak memiliki keberanian dalam hal mental. Seorang laki-laki juga bisa jadi pemimpin yang tegas, tetapi disisi lain ia juga sering menangis ketika sendiri.
Dan maskulin yang sehat itu bisa menghargai diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan untuk memahami perasaan orang lain. Seharusnya di era sekarang yang sudah modern ini maskulin bukanlah sesuatu yang dianggap kaku lagi, tetapi sebuah sifat yang bisa menyesuaikan diri dengan situasi seorang laki-laki dan kebutuhan hidupnya. Dengan memandang seperti ini, seorang laki-laki bisa merasakan hidup yang lebih bebas tanpa adanya suatu tekanan untuk selalu terlihat tegar dan sebagainya.
Maskulinitas Tradisional Menjadi Beban Laki-laki
Konsep maskulinitas tradisional seringkali menjadi beban sendiri bagi banyak laki-laki dengan ekspetasi dari orang lain yang tidak  realistis dengan mereka. Contohnya laki-laki tidak boleh mengeluh atau laki-laki tidak boleh menangis. Terkadang ekspetasi seperti inilah yang membuat banyak laki-laki merasa tidak punya pilihan selain menyembunyikan perasaan mereka, yang pada akhirnya hal semacam inilah yang akan berpengaruh pada kesehatan mental.
Terkadang juga terdapatt tekanan kepada lak-laki untuk selalu menjadi seseorang yang kuat atau tidak lemah dan itu juga bisa mempengaruhi suatu hubungan sosial, entah itu hubungan dengan temaan, keluarga, ataupun dengan pasangan, menjadikan laki-laki tidak bisa bebas mengekspresikan sebuah perasaannya dan cenderung akan merasa kesepian dan kurang dipahami. Akibatnya, banyak laki-laki akan terjebak dalam kesepian dan tidak merasakan sebuah kebahagian dalam menjalin hubungan sosial.
Mengubah pandangan masyarakat tentang maskulinitas
Agar terciptanya sebuah pandangan yang lebih sehat tentang maskulinitas tidak hanya menjadi tanggung jawab sebuah individu, tetapi masyarakat juga turut berperan aktif dalam mengubah pandangan tersebut secara keseluruhan. Pendidikan tentang gender, adanya peran dari media, serta adanya gambaran tentang laki-laki di sebuah iklan atau dimanapun itu akan dapat mengubah sebuah pandangan tentang toxic maskulinitas. Sebisa mungkin jika kita ingin mengubah pandangan tersebut bahwa seorang laki-laki tidak hanya harus "kuat", tetapi bisa juga menjadi sosok yang penuh kehangatan dan memiliki sifat sensitif, dari sini kita akan menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung laki-laki untuk menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri asalkan sesuai dengan kodrat yang telah diberikan oleh Tuhan.
Salah satu contoh peran media dalam mengubah persepsi tentang maskulinitas ialah mulai banyaknya media dengan menunjukkan karakter laki-laki yang kompleks, tidak hanya sebagai seorang laki-laki yang Tangguh tapi juga sebagai seseorang yang memiliki sisi lembut, rentan, atau bisa juga merawat diri denga baik. Adanya representasi seperti ini, masyarakat bisa belajar bahwa maskulinitas itu tidak harus keras, Tangguh, atapun tertutup terhadap emosi.
Lalu Bagaimana Langkah Untuk Menuju Pada Maskulinitas yang Sehat?
Berikut ada beberapa langkah sederhana untuk membangun maskulinitas yang sehat:
- Tidak malu untuk membuka diri pada emosi, yang artinya ialah mempunyai sebuah perasaan ialah hakekat dari seorang manusia dan laki-laki adalah seorang manusia jadi berhak untuk merasa sedih, takut, ataupun kecewa.
- Menghindari ekspetasi maskulinitas yang kaku, cobalah untuk tidak terikat dengan ekspetasi sosial yang menganggap laki-laki harus selalu kuat ataupun serba bisa. Fokus pada diri sendiri untuk menjadi pribadi yang menyenangkan.
- Mendidik generasi selanjutnya langkah yang tidak kalah pentingnya, dengan menciptakan dimana generasi muda baik laki-laki ataupun perempuan bisa memahami bahwa mengekspresikan diri dengan jujur apa adanya serta sehat lebih penting daripada mengkuti pola aturan yang kaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H